Thursday, April 14, 2011

Globalisasi Moda Transportasi Trans Jogja

Ini sedikit sharing dari tugas kelompok salah satu mata kuliah yang saya ambil, Globalisasi. dalam tugas kelompok tersebut, kelompok kami akan mengadakan pengamatan mengenai efek globalisasi yang telah merambah bidang transportasi, lebih khususnya bus Trans Jogja. Globalisasi dan transportasi merupakan dua hal yang saling mengandaikan. Di satu sisi globalisasi mungkin terjadi dengan adanya kemajuan di bidang telekomunikasi dan transportasi, dan di sisi yang lain globalisasi mempengaruhi dinamika transportasi sedemikian rupa. 

Seperti yang ditulis Marx dalam Manifesto of the Communist Party (1848), globalisasi yang tak terlepas dari perputaran modal bergerak seiring perluasan pasar. “Kebutuhan memperluas pasar secara terus-menerus demi memasarkan produknya mengejar para borjuis ke seluruh permukaan dunia. Mereka harus bersarang dimana-mana, menetap dimana-mana, membangun jaringan dimana-mana,” tulis Marx.[i] Ia juga meramalkan bahwa suatu saat industri secara massal tidak lagi hanya memanfaatkan bahan baku lokal, namun memasoknya dari tempat yang jauh. Begitu juga kegiatan konsumsi, bukan hanya untuk dikonsumsi di wilayah sendiri melainkan di wilayah lain.


Apa yang diramalkan Marx tidak terjadi saat ini kecuali dengan kemajuan di bidang transportasi, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai “pengangkutan barang oleh berbagai jenis kendaraan sesuai dengan kemajuan zaman”. Di Yogyakarta, globalisasi juga mempengaruhi dinamika transportasi kota. Dinamika ini dapat diamati melalui pengadaan Tran Jogja oleh pemerintah daerah, sistem transportasi bus cepat, murah dan ber-AC di seputar Kota Yogyakarta. Dengan motto “Aman, Nyaman, Andal, Terjangkau, dan Ramah lingkungan”, Trans Jogja mulai dioperasikan pada awal bulan Maret 2008 oleh Dinas Perhubungan, Pemerintah Provinsi DIY. Pemerintah daerah menyatakan, Trans Jogja merupakan upaya optimalisasi transportasi publik di Yogyakarta. 

Herry Zudianto, Walikota Yogyakarta mengakui bahwa layanan transportasi publik khususnya di Kota Yogyakarta memang masih jauh dari ideal. Untuk itu, Kota Yogyakarta dan pihak swasta, yaitu PT Jogja Tugu Trans, mengelola sejumlah 20 armada Trans Jogja dan sekitar 34 halte Trans Jogja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan transportasi yang nyaman, murah, aman, dan cepat. PT Jogja Tugu Trans merupakan wujud konsorsium empat koperasi pengelola transportasi umum kota dan pedesaan di Yogya (Koperasi Pemuda Sleman, Kopata, Aspada, dan Puskopkar) dan Perum DAMRI.

Trans Jogja menggunakan bus (berukuran sedang) dan menerapkan sistem tertutup, dalam arti penumpang tidak dapat memasuki bus tanpa melewati gerbang pemeriksaan, seperti juga TransJakarta. Selain itu, diterapkan sistem pembayaran yang berbeda-beda: sekali jalan, tiket pelajar, dan tiket umum berlangganan. Ada tiga macam tiket yang dapat dibeli oleh penumpang, yaitu tiket sekali jalan (single trip), dan tiket umum berlangganan. Tiket ini berbeda dengan karcis bus biasa karena merupakan merupakan kartu pintar (smart card). 

Karcis akan diperiksa secara otomatis melalui suatu mesin yang akan membuka pintu secara otomatis. Penumpang dapat berganti bus tanpa harus membayar biaya tambahan, asalkan masih dalam satu tujuan. Secara umum, Trans Jogja beroperasi dengan melalui rute-rute jalan utama di Jogjakarta, dan rute-rute yang dilalui berada di dalam kota Jogjakarta. Untuk lebih mempermudah penumpang dalam menghafalkan jalur, setiap 2 (dua) jalur akan melewati rute yang sama, dengan arah yang berlawanan. Sampai dengan saat ini, ada 8 (delapan) jalur Trans Jogja yang beoperasi.[ii] 

Skema transportasi publik yang diterapkan di Yogyakarta melalui Trans Jogja meruapakan adopsi dari Bus Rapid Transit (BRT). Skema transportasi yang satu ini telah diterapkan di berbagai kota di seluruh dunia seperti Washington (Amerika Serikat), Bogota (Kolombia), Beijing (RRC), Teheran (Iran), Hamburg (Jerman), Lagos (Nigeria), dan banyak lagi. Ciri-ciri utama BRT yaitu adanya jalur eksklusif bus yang jamak disebut right-of-way, jalur yang komprehensif dan jelas, dilengkapi halte dengan fitur-fitur kenyamanan dan teknologi yang memadai, serta sistem naik-turun penumpang yang tertutup. Kecuali jalur eksklusif bus, semua ciri-ciri utama BRT dapat ditemukan pada sistem Trans Jogja.

BRT merupakan skema transportasi kota yang dianjurkan berbagai otoritas internasional. Dalam United Nations Framework Conventions on Climate Change, BRT dibahas dan dianjurkan ke berbagai negara. BRT dianggap dapat mengurangi emisi karbondioksida karena, improved fuel-use efficiency through new and larger buses, mode switching due to the availability of a more efficient and attractive public transport system, load increase by having a centrally managed organisation dispatching vehicles, potentially a fuel switch to low carbon fuels.[iii] Penerapan BRT dari Desember 2000 sampai Mei 2001 di Bogota yang merupakan salah satu contoh sukses BRT dalam laporan World Bank telah berhasil sampai 40 persen di ibu kota Kolombia tersebut. Kajian lain menyatakan penerapan BRT dapat membuat suatu kota menghemat 18.300 barel minyak setiap tahunnya.[iv] Di Yogyakarta sendiri, keuntungan penerapan BRT yang sudah mulai dirasakan masyarakat adalah biayanya yang murah.

Hubungan antara globalisasi dan penerapan Trans Jogja dapat dilihat melalui dua perspektif. Pertama, globalisasi telah menyediakan solusi konseptual bagi pemerintah daerah untuk menyediakan transportasi publik yang murah dan ramah lingkungan. Konsep BRT, yang dikembangkan oleh berbagai pihak di seluruh dunia, merupakan sumbangan globalisasi bagi masyarakat lokal. Seandainya Yogyakarta tertutup dari globalisasi, mungkin konsep BRT tidak akan sampai dan Trans Jogja tidak akan terselenggara. Berkat globalisasi, infromasi mengenai konsep BRT dapat diakses dengan mudah melalui berbagai media, internet misalnya. 

Kedua, disisi lain globalisasi pula yang telah menyebabkan berbagai persoalan baru sehingga masyarakat perlu mencari solusinya. Mulai dibahasnya persoalan lingkungan akhir-akhir ini tak terlepas dari eksploitasi alam yang merupakan efek samping globalisasi. Dalam loka karya yang diselenggarakan Organization for Economic Cooperation and Development pada 1997 disebutkan, “globalisasi dapat meningkatkan atau menambah tekanan terhadap lingkungan dan sumber daya alam dengan tingginya angka perdagangan dan investasi,”.[v] Maraknya penggunaan transportasi misalnya, telah meningkatkan emisi karbon dan memicu krisis energi. Perjalanan dengan pesawat dari Toronto ke Paris misalnya, menyumbangkan dampak pemanasan global yang setara dengan mobil yang menempuh 36.000 km.


[i] Karl Marx and Friedrich Engels, Manifesto of the Communist Party, 1848
[iii] UNFCCC, Baseline Methodology for Bus Rapid Transit Project, 28 July 2006
[v] Richard Gilbert, Globalization, Transport, and the Environment, prepared for the meeting of the working group on transport OECD Environment Directorate, Paris, France, January 30-31 2006

No comments:

Post a Comment