Monday, September 28, 2015

Dari Sepanjang Untuk Francesco Totti

Sore kemarin, saya berserta dua orang teman menonton sebuah turnamen sepak bola “legendaris” di kampung halaman kami, Karanganyar. Turnamen tersebut bernama “Sepanjang Cup”, nama yang diambil dari nama desa dimana turnamen tersebut diselenggarakan, Sepanjang. Secara keseluruhan, penyelenggaraan turnamen ini dikelola dengan sangat baik. Mulai dari pemain yang bertanding (seringkali tim peserta mengambil pemain yang berlaga di devisi utama dan ISL), kondisi lapangan, official pertandingan, ketersediaan tim medis hingga berbagai hadiah menarik yang disediakan panitia penyelenggara untuk penonton yang hadir. Hadiah yang disediakan antara lain adalah televisi, kulkas, uang tunai, seekor kambing dan sebuah sepeda motor sebagai hadiah utamanya.

 Selain itu, daerah Sepanjang yang terletak di lereng gunung Lawu juga memberikan bonus lain bagi kita yang menyaksikan langsung pertandingan disana. Pemandangan nan elok, hawa pegunungan yang segar serta suasana alam yang menenangkan. Dari berbagai momen menarik yang saya alami selama menonton pertandingan tersebut, ada satu momen yang begitu “mengena”. Momen ketika ada satu pemain yang bertanding salah memberikan umpan kedapa rekannya. Sontak ada seorang penonton yang berada didekat kami menyeletuk, “wooo, malah ngekeki umpan rahasia” (wooo, malah memberikan umpan rahasia). Mendengar celotehan penonton tersebut, otomatis saya dan dua rekan tertawa. “Umpan rahasia? Maksudte ki piye ngono lho”, begitu kira-kira tanya kami bertiga dalam hati. Ungkapan yang aneh, tapi lucu.

Suasana Sepanjang Cup
Malam hari sesampainya dirumah, saya masih saja memikirkan ungkapan dari salah satu penonton tadi. “Umpan rahasia”, mungkin apabila kita mencoba untuk mencari maknanya akan sangat universal. Bisa saja kita mengartikan “kode”, bisa pula “main dibelakang”, atau apabila dikaitkan dengan permainan sepak bola bermakna umpan yang diberikan memang umpan berkelas. Umpan yang dilepaskan oleh seorang pemain yang memiliki visi dua, tiga, empat atau bahkan lima langkah lebih maju dibanding pemain lainnya. Dan pada akhirnya, malam itu pula saya menemukan definisi paling tepat untuk menjelaskan apa sebenarnya “umpan rahasia”. Apabila anda ingin melihat bagaimana umpan rahasia tersebut dijabarkan, maka lihatlah permainan seorang Francesco Totti.

Tanggal 30 Juni tahun 2000. Dini hari itu, 15 tahun yang lalu saya telah jatuh hati. Saya begitu terpana melihat tendangan penalti seorang pemain Italia bernomor punggung 20 ke gawang Edwin Van der Sar. Tendangan penalti yang belakangan saya ketahui kerap disebut dengan “panenka”. Pemain tersebut menjadi penendang ketiga bagi Italia setelah Di Biagio dan Pessotto pada babak adu penalti melawan tuan rumah Belanda di pertandingan semifinal Euro 2000. Eksekusinya begitu tenang, visinya terlihat begitu matang, dan perawakannya jelas memperlihatkan bahwa dia memiliki kharisma. Ya, pemain tersebut bernama Francesco Totti. Berambut pirang, gondrong dengan tali/karet putih yang melingkar di kepalanya. Khas pemain sepak bola pada awal dekade 2000-an.

Sejak saat itu otomatis saya selalu mengikuti perjalanan karir seorang Totti. Selama itu pula saya menjadi pendukung setia AS Roma. Bisa dikatakan bahwa saya menjadi pendukung Roma karena Totti. Hal tersebut akan saya amini. Wajar, karena banyak orang yang berpendapat bahwa Totti adalah Roma, dan Roma adalah Totti. Keduanya merupakan satu kesatuan. Satu paket yang tidak bisa dipisah. Keduanya telah terikat, melekat dan sampai kapan pun akan diingat oleh tiap manusia di dunia ini yang mencintai keindahan sepak bola. Apabila di Italia ada kisah Romeo dan Juliet, di Indonesia ada Romi dan Juli hingga ada kisah Cinta dan Rangga, maka Totti dan Roma merupakan gambaran nyata kisah cinta abadi antara dua insan di dalam dunia sepak bola.

Dalam buku Soccer Men: Profiles of the Rogues, Geniuses, and Neurotics Who Dominate the World's Most Popular Sport, yang ditulis oleh Simon Kuper, Totti diceritakan sebagai pribadi yang menarik. Sebagai seorang yang lahir di keluarga Roman yang tradisional, maka tidak mengherankan apabila ibunya tiap hari selalu menyetrika seragam sepak bolanya. Totti kecil memiliki cita-cita yang jauh dari hiruk pikuk dunia sepak bola. Menjadi petugas di stasiun pengisian bahan bakar, atau petugas pom bensin lebih gampangnya. Anda tahu apa alasannya? Karena Totti kecil menyukai bau dari gas. Sebuah alasan yang terdengar konyol. Akan tetapi hal tersebut wajar, mungkin karena Totti kecil belum menyadari kemampuan luar biasa yang dia miliki ketika bercengkrama bersama bola.

Hingga hari ini, 28 September 2015, Totti masih setia bersama dengan Roma. Klub yang dia bela sepanjang karir profesional sepak bolanya. Klub yang menjadi idolanya, klub yang mengasah potensinya hingga menjadi pemain besar seperti sekarang. Sejauh ini dia telah bermain sebanyak 746 pertandingan resmi, mencetak 300 gol dan memberikan 187 assist. Gol ke-300 Totti untuk Roma dicetak pada 21 September lalu ketika Roma menjamu Sassuolo di Olimpico. Gol ke gawang Consigli tersebut sekaligus menjadikan Sassuolo sebagai tim Serie A ke-38 yang gawangnya berhasil dibobol oleh Totti.  Semua itu dia lakukan selama 21 tahun, hanya dengan satu seragam, AS Roma. Selama 21 tahun itu pula dia mengalami masa haru-biru bersama roma, tinggi-rendah, suka-duka, riuh-sunyi, terbang-tenggelam. Tidak ada sedikitpun hasrat untuk meninggalkan klub yang dia cintai.

 “Mungkin saya memiliki banyak kesempatan (bermain untuk klub lain) dalam karir saya, hal itu tidak terbantahkan. Akan tetapi saya lebih memilih untuk tetap bersama Roma. Dan hingga saat ini saya senang dengan pilihan yang saya buat. Di sekolah, mereka mengajarkan kepada kita bahwa keluarga adalah hal terpenting bagi tiap manusia. Roma adalah keluarga saya. Pernahkan anda mendengar ada seseorang yang meninggalkan keluarganya yang miskin untuk kemudian lebih memilih tinggal bersama dengan keluarga asing yang lebih kaya?”. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Totti terkait keputusannya untuk menolak tawaran bergabung dari Real Madrid. Penolakan yang dilakukan oleh Totti ini juga diakui oleh Florentino Perez, presiden Real Madrid yang tiap musimnya tanpa henti ingin menciptakan “Los Galacticos”. “Apa penyesalan terbesar saya? Saya tidak mampu mendatangkan pemain juara sekelas Francesco Totti”. Begitulah lirih penyesalan dari seorang Perez. Meskipun dengan sumber dana tak terhingga, reputasi besar klub dan berbagai tawaran menggiurkan, Totti lebih memilih bersama Roma.

Setiap klub sepak bola memiliki pemain yang sempat atau masih menjadi simbol klub. Iker Casillas dan Raul Gonzalez di Real Madrid, Steven Gerrard dan Jamie Carragher di Liverpool, Xabi Hernandez, Andres Iniesta dan Lionel Messi di Barcelona, Ryan Giggs di Manchester United, Paolo Maldini di AC Milan dan masih banyak lagi nama-nama besar lainnya. Mungkin saja dari segi pencapaian prestasi deretan nama tersebut lebih mentereng dari seorang Totti. Akan tetapi dari deretan nama tersebut juga tidak seberuntung Totti. Paling tidak hingga saat ini Totti masih memiliki kesempatan untuk terus bermain membela klub pujaannya. Paling tidak hingga saat ini dia masih menjadi alasan supporter Roma untuk terus meneriakkan namanya ketika list pemain disebutkan sebelum pertandingan di Olimpico dimulai. Paling tidak hingga saat ini dia masih bisa memberikan kontribusi nyata, mulai dari pekikan semangat, kontrol bola menawan, visi bermain luar biasa, gol-gol indah atau bahkan “umpan rahasia” bagi pemain lain untuk membawa Roma memenangkan tiap laga.

Beberapa orang hingga saat ini hanya sekedar bisa memimpikan kesuksesan, sedangkan beberapa orang lainnya saat ini masih terjaga untuk terus meraihnya. Itulah sosok Francesco Totti. Hingga usianya yang menginjak 39 tahun, dia masih tetap terjaga, kokoh, penuh hasrat memimpin tiap pertandingan bersama panji AS Roma yang dia mainkan. Untuk semua yang telah anda berikan, saya memiliki pesan. Terima kasih atas semua momen fantastis yang telah anda ciptakan. Terima kasih atas sebuah contoh nyata bagaimana arti loyalitas sebenarnya. Terima kasih atas hiburan tanpa henti yang anda berikan tiap rumput dan bola menyatu di kaki anda.

Saya berharap, anda tetap bertahan paling tidak untuk satu musim kedepan. Tetaplah kenakan ban kapten Roma di lengan kananmu. Tetaplah isap jempol ketika bola berhasil anda jaringkan ke gawang lawan. Tetaplah berlari ke curva sud ketika anda merayakan gol di ajang derby. Tetaplah warnai tiap pertandingan Roma dengan keindahan visi bermainmu, layaknya keindahan alam Sepanjang yang sempat saya nikmati sore hari yang lalu. Jujur, saya sebagai pendukung Roma khususnya, dan sepak bola pada umumnya belum siap untuk kehilangan seorang Fantasista langka seperti anda.




Selamat ulang tahun kapten, terima kasih atas semua keindahan yang telah anda berikan.

No comments:

Post a Comment