Monday, December 2, 2013

Untuk Roma, Bermainlah Dengan Hati Layaknya Totti

Photo by getty image
Akhir-akhir ini saya sedang getol-getolnya menonton film American Football. Mulai dari Two For The Money, We Are Marshall, Undefeated hingga yang terakhir saya tonton adalah Invisible. Dari keempat film tersebut, saya memilih Invicible sebagai film  American Football favorit saya sejauh ini. Film ini diambil dari kisah nyata seorang Vince Papale (Mark Wellberg). Seorang supporter sejati dari salah satu tim yang berlaga di NFL, Philadelphia Eagle.

Setting film ini adalah pada tahun 70-an, dimana kala itu perekonomian di wilayah “Phili” sedang memburuk. Banyak pengangguran di kota tersebut hingga mengakibatkan Papale juga menjadi salah satu korbannya. Dia kehilangan profesinya sebagai guru karena kebijakan yang diterapkan sekolah tempatnya mengajar untuk melakukan penghematan anggaran. Istrinya yang kemudian meminta berpisah menjadi pelengkap kesialan Papale.

Untuk menyambung hidup, Papale kemudian bekerja di bar milik seorang temannya menjadi bartender. Peruntungan Papale baru muncul ketika Philadelphia Eagle yang menghadirkan pelatih baru mengadakan open trial bagi semua penduduk kota. Hebatnya dia menjadi satu-satu orang dari ribuan peserta yang direkrut untuk memperkuat Philadelphia Eagle di NFL.

Dia dipilih bukan hanya karena pertimbangan teknis semata. Pelatih yang memilihnya juga memiliki pertimbangan nonteknis. Sebagai “putra daerah”, meskipun kala itu umur Papale telah menginjak 30 tahun, akan tetapi pelatih melihatnya sebagai pemain yang selalu bermain dengan hati. Kecintaan terhadap tim yang dia idolakan sejak kecil selalu memberikan energi lebih baginya di tiap sesi latihan.

Perjalanan karirnya di NFL tidak langsung mulus. Dalam pertandingan preseason, dalam 6 pertandingan pembuka tim ini selalu menelan kekalahan. Baru akhirnya pada pertandingan ke-7 tim ini mendapatkan kemenangan perdana. Kemenangan itu didapatkan kala Eagle bermain di kandang. Dan tebak, siapa yang menjadi pahlawan dalam pertandingan tersebut? Vince Papale! “putra daerah” yang selalu bermain dengan segenap hatinya ketika bertanding.

Quatrick Hasil Imbang
Tahukah anda salah satu penyebab hasil buruk yang didapatkan Roma musim lalu? Jawabannya adalah kehilangan banyak poin dari tim yang diatas kertas bisa dikalahkan. Setelah jawaban yang saya berikan pasti anda langsung merespon“Ini kan sepak bola, bukan matematika”. Ya, hal tersebut memang benar, akan tetapi jangan dilupakan juga bahwa musim lalu Roma mampu mengalahkan tim yang termasuk dalam the magnificent seven di Serie A.

Torino, Sassuolo, Cagliari dan terakhir Atalanta merupakan tim yang diatas kertas seharusnya bisa diatasi oleh Roma. Akan tetapi dari keempat pertandingan tersebut, Roma justru hanya mampu meraih hasil imbang. Khusus untuk pertandingan semalam saya memiliki beberapa catatan penting. Akan sangat menyenangkan apabila catatan saya ini bisa diberikan kepada om Rudi. Barangkali bisa membantu mengurangi kebiasaannya mencatat ketika pertandingan berlangsung  (*^&^%$%$#???/ ).

Seumpama malam ini saya bisa bertemu dengan om Rudi, ada satu pertanyaan yang sangat ingin saya sampaikan kepadanya. “Sebenarnya apa yang anda pikirkan dengan seorang Marquinho?”. Jujur saja, makin lama saya makin jengkel dengan pemain yang satu ini. Permainannya musim ini tidak kunjung membaik. Apalagi setelah insiden “banting botol” yang sempat dia lakukan ketika ditarik keluar saat pertandingan tandang melawan Sampdoria. Permainannya semalam sangat mengecewakan. Sering kehilangan bola, baik itu salah umpan maupun mudah terjatuh. Sebentar lagi bulan Januari, semongga pakdhe Sabatini mempertimbangkan pemain ini untuk dilego.

Gol Atalanta yang dicetak Brivio semalam memang terlihat sangat konyol. Kiper sarat pengalaman yang sebelumnya paling sedikit kebobolan di Seria A musim ini dengan hanya 3 gol bisa ditaklukkan dengan begitu mudahnya. Gol dari Brivio semalam juga mengingatkan saya dengan gol yang dulu pernah dicetak oleh Lamela kala Roma bertandang ke San Paolo dengan meraih kemenangan 1-3. Kebiasaan buruk “Saint Morgan” yaitu mrucutan (tangkapannya tidak lengket) kembali terlihat musim ini. Semoga performa MDS bisa kembali membaik di pertandingan selanjutnya.

Untuk pertama kalinya musim ini, DDR tidak bermain penuh. Dia digantikan oleh Ljajic yang semalam kembali tampil sebagai supersub dengan satu assist untuk gol Strootman. Yang membuat saya kaget adalah ketika ban kapten justru diberikan kepada Mehdi Benatia. Akhirnya teka-teki siapa kapten ketiga musim ini pun terjawab sudah. Sebelumnya saya mengira bahwa MDS atau bahkan Florenzi yang akan menyandang predikat tersebut. Semalam juga menjadi malam yang bersejarah bagi seorang Roman, dialah Frederico Ricci. Binaan primavera Roma ini resmi menjalani debutnya bersama. Meskipun singkat dan tidak terlalu memberikan pengaruh besar, tapi paling tidak dia telah mendapatkan kepercayaan dari om Rudi.

Saatnya Mencontoh Totti
Apabila gambar tersebut diamati, seharusnya gol yang dicetak Bradley semalam sah. Terlihat posisi Bradley dan Lucchini berdiri sejajar. Sebelum kejadian tersebut, pemain Atalanta bahkan terlihat dengan jelas menyentuh bola ketika menghalau tendangan Maicon. Jadi kesimpulannya Roma dirugikan wasit? Tidak sepenuhnya. Karena sebenarnya kerugian terbesar Roma disebabkan oleh dua hal. Yang pertama adalah taktik om Rudi, dan yang kedua adalah absennya Francesco Totti.

Corierre dello Sport
Sejak awal kedatangannya ke Roma, ada beberapa pengamat yang mencoba untuk mengingatkan Romanisti bahwa kelemahan mendasar om Rudi adalah dia hanya memiliki dua taktik. Taktik pertama adalah plan A, apabila taktik itu tidak berjalan maka akan diterapkan taktik kedua yaitu stick to plan A. Hingga pekan kesepuluh, mungkin taktik itu masih bisa membuahkan hasil baik. Akan tetapi setelah itu, tim lawan mulai bisa membaca taktik Roma. Lawan lebih memilih untuk menumpuk pemainnya di lini pertahanan, memberikan Roma kendali penuh, hingga pada akhirnya Roma tidak tahu musti berbuat apa.

Hal ini kemudian diperparah dengan absennya Francesco Totti. Sejauh ini Totti telah absen dalam 6 pertandingan. Dalam 6 pertandingan tersebut Roma hanya mampu meraih 2 kemenangan dan 4 kali imbang. Gol yang tercipta juga sangat minim dibandingkan dengan ketika Totti bermain, yaitu sebanyak 4 gol saja. Dalam kasus ini saya merasakan dua hal sekaligus, heran sekaligus kagum. Heran karena begitu berpengaruhnya seorang Totti bagi Roma, dan kagum dengan pengaruh besar Totti bagi Roma. Nah lho, bingung gak tuh?

 “And you guys are not the team that’s short on talent here today. And I swear you’ll never be again the team short on character. We need to find the soul of this team again. The soul that drove great Eagle players. Players like Norm Van Brocklin, Tommy McDonald, Steve Van Buren. They weren’t just out here playing for themselves. They played for a city. People of Philadelphia have suffered. You are what they turn to in time like these. You are what gives them hope. Lets win one for them. Let’s win one for us. Bring it in.” – Dick Vermell.

Dalam situasi seperti saat ini, kalimat yang diucapkan pelatih Philadelphia Eagle sangat tepat ditujukan kepada pemain Roma. Seluruh pemain harus bermain dengan hati mereka. Mereka tidak hanya bermain untuk mereka sendiri, mereka harus bermain untuk kota dan bahkan untuk seluruh Romanisti. Sudah saatnya seluruh pemain bermain layaknya Totti atau bahkan Vince Papale. Keduanya selalu memberikan yang terbaik bagi tim. Mereka melakukannya karena kecintaan kepada tim. Dan yang lebih penting lagi, mereka melakukannya dengan sepenuh hati.
Forza Roma!!!




No comments:

Post a Comment