Thursday, December 12, 2013

Sudahlah PKS…

Akhir pekan menjadi hal salah satu hal yang menyenangkan bagi saya. Selain tayangan sepak bola, bisa berkumpul dengan keluarga juga menjadi kenikmatan lainnya. Maklum, sejak duduk dibangku SMP seringkali saya bisa berkumpul bersama keluarga tiap akhir pekan saja. Nah, salah satu kegiatan menyenangkan ketika berkumpul ini adalah menikmati masakan ibu. Ibu saya paling jago kalau sudah masak “asem-asem daging sapi”.

Salah satu gambar LHI yang jadi bahan olok-olok
Saat ini kalau ngomong soal daging sapi, pasti yang terlintas di pikiran kita adalah kasus korupsi daging sapi yang dilakukan kader PKS. Yang terlibat tidak main-main, PRESIDEN partainya. Saking besarnya ekspos media terhadap kasus ini, nama PKS bahkan sering dijadikan bahan olok-olok. Tidak usah saya sebutkan lah olok-oloknya seperti apa, ngeri juga misalnya nanti kena pasal pencemaran nama baik.

Sebenarnya sejak dulu saya kurang setuju apabila agama dibawa untuk berpolitik. Sempat pula kala pemilu tahun 2009 lalu, saya menjadi anomali dengan beberapa teman dikampus. Banyak teman yang bilang bahwa satu-satunya partai yang layak dipilih kala itu hanya PKS. Partainya bersih, anti korupsi dan bernafas islam. Menurut saya, kalau mau menegakkan agama ya lewat jalur agama saja. Apabila agama sudah dicampurkan dengan politik, pasti ujungnya juga mencari kekuasaan.

Kalau sudah berhubungan dengan kekuasaan ini, apa saja bisa dihalalkan. Dan hal itu bisa dilakukan oleh siapa saja, pun orang tersebut menyandang predikat udztad, macam mantan PRESIDEN PKS. Sang mantan PRESIDEN kemarin sudah diputuskan bersalah oleh pengadilan tipikor. Vonis hukuman 16 tahun penjara juga telah diketok oleh hakim. Ada yang menerima vonis tersebut seperti Menkominfo yang juga salah satu kader PKS, Tifatul Sembiring.

"Fakta persidangan harus jadi pelajaran semua orang, bahwa berniat pun sudah dihukum. Fakta persidangan, Pak Luthfi tidak terima uang langsung dari Indoguna. Yang terima (uang) Fathanah dan uang itu belum sampai (ke LHI). Kuota impor belum ditambah. Ini pelajaran bagi semua, khususnya bagi kader PKS, harus sangat berhati-hati, berniat saja tidak boleh" – Tifatul Sembiring.

Pernyataan bijak dari seorang petinggi partai yang kadernya divonis bersalah atas kasus korupsi. Seharusnya seluruh petinggi partai melakukan hal yang serupa. Segera mengakui kesalahan, meminta maaf kepada masyarakat. Akan tetapi sayang, pernyataan bijak hanya disampaikan oleh sedikit kadernya. Ada satu pernyataan yang membuat saya miris ketika membacanya.

“Sementara Luthfi yang dituduh menerima Rp 1,3 miliar dari Fathanah, yang pada kenyataannya tak menerima satu persen pun, divonis 16 tahun penjara. Jadi terkesan kalau ingin korupsi, korupsilah yang banyak supaya hukumannya ringan,” – Hidayat Nur Wahid.

Miris lihat gambar satu ini
Pernyataan seperti ini, meskipun itu hanya mengambil perumpamaan saja, menurut saya merupakan salah satu blunder terbesar elit PKS. Sudah terbukti bersalah, vonis sudah ditetapkan, tapi mengapa masih belum mau mengaku? Malahan sekarang membuat pernyataan macam itu. Lebih baik saat ini tim kuasa hukum dari PKS mempersiapkan bandingnya dengan matang. Jangan lupa berdoa, semoga vonisnya tidak lebih berat, seperti yang kemarin dialami Angelina Sondakh.

Keprihatinan saya terhadap PKS tidak cukup hanya disitu. Seringkali mereka menyatakan bahwa kasus korupsi ini adalah sebuah konspirasi. Kasus korupsi ini merupakan sebuah tindakan dzolim kepada PKS. Dan yang paling tidak suka adalah masih ada pembelaan berkedok alasan agama walaupun dalam proses persidangan tindak korupsi sudah jelas terbukti.

Seringkali modus ini digunakan
Jujur, saya salut kepada militansi kader PKS. Mereka begitu kuat dengan basis grass-root, kader partai ini begitu solid dan loyal. Hal ini juga jadi bukti bahwa proses kaderisasi yang dilakukan elit partai berhasil. Entah apa yang dijanjikan ketika elit partai bertemu dengan kedernya, sehingga mereka bisa begitu solid. Keadilan? Kesejahteraan? Atau mungkin surga? Whatever…

Banyak kader partai ini yang hidupnya sederhana, bersih dan berjuang demi partai. Tapi bagaimana dengan elit partainya? Kalian tidak lihat bagaimana kehidupan LHI? Rumah mewah, mobil mewah, istri tiga. Parahnya, istri ketiganya dinikahi ketika ketika masih duduk di bangku kelak 3 SMK. Mengapa tindakan seperti ini masih kalian bela? Masih belum cukup dengan LHI?

Masih ingat bagaimana respon awal elit partai kalian ketika Fathanah ditangkap? Ramai-ramai sekali menyangkal tidak mengetahui, tidak kenal dan sebagainya. Begitu KPK mengeluarkan bukti foto tentang keberadaan Fathanah bersama-sama elit PKS masih saja ditampik oleh elit PKS. Mungkin istilah habis manis sepah dibuang paling tepat dialamatkan kepada Ahmad Fathanah. Sudah capek-capek mengumpulkan “dana dakwah” tapi tidak diakui dan dibuang begitu saja oleh elit partainya.

Harapan saya sebenarnya cukup simple. Sudahi perjuangan mati-matian kalian para kader PKS yang membela elit yang sudah terbukti bersalah secara hukum. Tidak perlu lagi kalian membenci KPK. Kalian seharusnya berterima kasih kepada KPK, karena lembaga ini telah berusaha membantu untuk kembali mengembalikan predikat “bersih” kepada partai anda. Saatnya bagi kalian untuk mengakui kesalahan elit partai. Saya yakin sudah sangat banyak rakyat Indonesia yang sudah bosan dengan berbagai pembelaan kalian kepada elit tersebut.


Sudahlah PKS, semuanya sudah cukup. Terima kenyataan, hadapi dengan jantan, dan kembali lagi bersihkan partai anda. Walaupun saya bukan simpatisan ataupun kader partai anda, tapi paling tidak saya masih sudi mendoakan agar kedepannya kader partai ini bisa menjadi lebih baik, lebih bersih, lebih amanah dan tentunya lebih fathanah.

No comments:

Post a Comment