Akhir pekan menjadi hal salah satu hal yang menyenangkan bagi
saya. Selain tayangan sepak bola, bisa berkumpul dengan keluarga juga menjadi
kenikmatan lainnya. Maklum, sejak duduk dibangku SMP seringkali saya bisa
berkumpul bersama keluarga tiap akhir pekan saja. Nah, salah satu kegiatan
menyenangkan ketika berkumpul ini adalah menikmati masakan ibu. Ibu saya paling
jago kalau sudah masak “asem-asem daging sapi”.
Salah satu gambar LHI yang jadi bahan olok-olok |
Saat ini kalau ngomong soal daging sapi, pasti yang terlintas
di pikiran kita adalah kasus korupsi daging sapi yang dilakukan kader PKS. Yang
terlibat tidak main-main, PRESIDEN partainya. Saking besarnya ekspos media
terhadap kasus ini, nama PKS bahkan sering dijadikan bahan olok-olok. Tidak usah
saya sebutkan lah olok-oloknya seperti apa, ngeri juga misalnya nanti kena
pasal pencemaran nama baik.
Sebenarnya sejak dulu saya kurang setuju apabila agama dibawa
untuk berpolitik. Sempat pula kala pemilu tahun 2009 lalu, saya menjadi anomali
dengan beberapa teman dikampus. Banyak teman yang bilang bahwa satu-satunya
partai yang layak dipilih kala itu hanya PKS. Partainya bersih, anti korupsi
dan bernafas islam. Menurut saya, kalau mau menegakkan agama ya lewat jalur
agama saja. Apabila agama sudah dicampurkan dengan politik, pasti ujungnya juga
mencari kekuasaan.
Kalau sudah berhubungan dengan kekuasaan ini, apa saja bisa
dihalalkan. Dan hal itu bisa dilakukan oleh siapa saja, pun orang tersebut
menyandang predikat udztad, macam mantan PRESIDEN PKS. Sang mantan PRESIDEN
kemarin sudah diputuskan bersalah oleh pengadilan tipikor. Vonis hukuman 16
tahun penjara juga telah diketok oleh hakim. Ada yang menerima vonis tersebut
seperti Menkominfo yang juga salah satu kader PKS, Tifatul Sembiring.
"Fakta persidangan harus jadi pelajaran semua orang,
bahwa berniat pun sudah dihukum. Fakta persidangan, Pak Luthfi tidak terima
uang langsung dari Indoguna. Yang terima (uang) Fathanah dan uang itu belum
sampai (ke LHI). Kuota impor belum ditambah. Ini pelajaran bagi semua,
khususnya bagi kader PKS, harus sangat berhati-hati, berniat saja tidak boleh" – Tifatul Sembiring.
Pernyataan
bijak dari seorang petinggi partai yang kadernya divonis bersalah atas kasus
korupsi. Seharusnya seluruh petinggi partai melakukan hal yang serupa. Segera mengakui
kesalahan, meminta maaf kepada masyarakat. Akan tetapi sayang, pernyataan bijak
hanya disampaikan oleh sedikit kadernya. Ada satu pernyataan yang membuat saya
miris ketika membacanya.
“Sementara Luthfi yang dituduh menerima Rp 1,3 miliar dari
Fathanah, yang pada kenyataannya tak menerima satu persen pun, divonis 16 tahun
penjara. Jadi terkesan kalau ingin
korupsi, korupsilah yang banyak supaya hukumannya ringan,” – Hidayat
Nur Wahid.
Miris lihat gambar satu ini |
Pernyataan seperti ini, meskipun itu hanya mengambil
perumpamaan saja, menurut saya merupakan salah satu blunder terbesar elit PKS. Sudah
terbukti bersalah, vonis sudah ditetapkan, tapi mengapa masih belum mau
mengaku? Malahan sekarang membuat pernyataan macam itu. Lebih baik saat ini tim
kuasa hukum dari PKS mempersiapkan bandingnya dengan matang. Jangan lupa
berdoa, semoga vonisnya tidak lebih berat, seperti yang kemarin dialami
Angelina Sondakh.
Keprihatinan saya terhadap PKS tidak cukup hanya disitu. Seringkali
mereka menyatakan bahwa kasus korupsi ini adalah sebuah konspirasi. Kasus korupsi
ini merupakan sebuah tindakan dzolim kepada PKS. Dan yang paling tidak suka
adalah masih ada pembelaan berkedok alasan agama walaupun dalam proses
persidangan tindak korupsi sudah jelas terbukti.
Seringkali modus ini digunakan |
Banyak kader partai ini yang hidupnya sederhana, bersih dan
berjuang demi partai. Tapi bagaimana dengan elit partainya? Kalian tidak lihat
bagaimana kehidupan LHI? Rumah mewah, mobil mewah, istri tiga. Parahnya, istri
ketiganya dinikahi ketika ketika masih duduk di bangku kelak 3 SMK. Mengapa tindakan
seperti ini masih kalian bela? Masih belum cukup dengan LHI?
Masih ingat bagaimana respon awal elit partai kalian ketika
Fathanah ditangkap? Ramai-ramai sekali menyangkal tidak mengetahui, tidak kenal
dan sebagainya. Begitu KPK mengeluarkan bukti foto tentang keberadaan Fathanah
bersama-sama elit PKS masih saja ditampik oleh elit PKS. Mungkin istilah habis
manis sepah dibuang paling tepat dialamatkan kepada Ahmad Fathanah. Sudah capek-capek
mengumpulkan “dana dakwah” tapi tidak diakui dan dibuang begitu saja oleh elit
partainya.
Harapan saya sebenarnya cukup simple. Sudahi perjuangan
mati-matian kalian para kader PKS yang membela elit yang sudah terbukti
bersalah secara hukum. Tidak perlu lagi kalian membenci KPK. Kalian seharusnya
berterima kasih kepada KPK, karena lembaga ini telah berusaha membantu untuk
kembali mengembalikan predikat “bersih” kepada partai anda. Saatnya bagi kalian
untuk mengakui kesalahan elit partai. Saya yakin sudah sangat banyak rakyat
Indonesia yang sudah bosan dengan berbagai pembelaan kalian kepada elit
tersebut.
Sudahlah PKS, semuanya sudah cukup. Terima kenyataan, hadapi
dengan jantan, dan kembali lagi bersihkan partai anda. Walaupun saya bukan
simpatisan ataupun kader partai anda, tapi paling tidak saya masih sudi
mendoakan agar kedepannya kader partai ini bisa menjadi lebih baik, lebih
bersih, lebih amanah dan tentunya lebih fathanah.
No comments:
Post a Comment