Friday, November 1, 2013

Perubahan Arah Kebijakan Transfer Pemain AS Roma (Bagian II)


Performa AS Roma sejauh ini hingga pekan kesepuluh Serie A begitu mengejutkan. Raihan poin sempurna dari sepuluh laga merupkan catatan rekor baru bagi klub sekaligus merupakan rekor baru di Serie A. Kemenangan di pekan kesepuluh juga menjadikan Roma total mencatatkan 11 kali kemenangan beruntun sejak musim lalu, menyamain rekor Roma musim 2005-2006 dibawah Spalletti. Catatan 24 gol dan kemasukan 1 gol menunjukkan bahwa tim ini tidak hanya haus gol, akan tetapi juga memiliki benteng pertahanan yang sangat kokoh. Konsistensi permainan yang sempat hilang dari tim selama dua musim terakhir akhirnya mulai diraih kembali.

Banyak yang menganggap pencapaian ini merupakan kebangkitan tim setelah sempat terpuruk pasca (boleh disebut) “tragedi 26 Mei”. Ya, sebuah laga pamungkas di Coppa Italia melawan tim sekota yang berakhir mengecewakan bagi seluruh tim dan tentu saja bagi seluruh Romanisti. Hal lain yang menjadi catatan penting dari perjalanan Roma sejauh ini tentu saja adalah perubahan kebijakan transfer pemain. Apabila pada tulisansebelumnya saya telah menyoroti kebijakan transfer pemain di sektor pertahanan, maka dalam tulisan kali ini saya akan membahas mengenai pembenahan lini tengah dan lini depan.

Diawali dengan kebijakan Roma yang melepas Panagiotis Tachtsidis. Pemain yang menjadi pilihan utama Zeman musim lalu tersebut bergabung dengan Genoa. Manajemen memilih untuk menjual separuh hak kepemilikannya kepada Genoa. Entah apa yang dipikirkan Zeman kala itu, dimana beberapa kali membangku cadangkan DDR dan memberikan tampatnya kepada pemuda asal Yunani ini. Yang pasti, performa pemain ini tidak konsisten. Bahkan seringkali Romanisti mengejeknya tiap kali memegang bola karena menilai pemain ini tidak pantas untuk mengisi posisi DDR.

Diawal pembukaan bursa transfer, Roma juga secara resmi memermanenkan status Mattia Destro. Total dana yang dikeluarkan untuk striker muda potensial ini adalah sekitar €14 juta. Walaupun saat ini dia masih mengalami cidera pasca berlaga di Piala Eropa U-21, akan tetapi manajemen yakin bahwa pemain yang dijuluki "Destroyer" ini akan mampu bersinar bersama Roma. Musim lalu, penyerang yang memulai karir dari akademi Inter ini menjadi top scorer klub di Coppa Italia dengan 5 gol. Sedangkan di Serie A, debut perdanyana bersama Roma menghasilkan 6 gol dan 2 assist.

Untuk lini tengah, musim ini Sabatini berhasil mendatangkan Kevin Strootman dengan banderol €16,5 juta. Sebuah nilai transfer tertinggi bagi Roma dibawah kepemimpinan James Pallotta. Bisa dibilang bahwa transfer ini mengagetkan, pasalnya sudah lama pemain asal PSV ini gencar disebutkan menjadi salah satu target utama Manchester United dan AC Milan. Hal ini menjadikan Strootman mengorbankan kesempatan untuk bermain di kompetisi Eropa setelah menjatuhkan pilihan terhadap Roma.

“Memang banyak rumor yang mengaitkan saya dengan beberapa klub, akan tetapi hanya Roma yang menunjukkan keseriusan untuk merekrut saya. Apakah nilai transfer yang besar menjadi beban bagi saya? Tentu saja tidak, saya akan menjadikannya motivasi. Saat ini yang bisa saya lakukan untuk Roma adalah bermain sebaik mungkin di lapangan, agar tim ini tahu bahwa mereka telah melakukan pembelian dengan tepat”. - Kevin Strootman.

Soal kemampuan, tidak perlu dipertanyakan kembali. Strootman seringkali dijuluki sebagai the next Van Bommel. Pemain dengan tipe box to box midfielder ini menjadi inti permainan dari lini tengah PSV musim lalu. Perannya sebagai penyuplai bola dari lini tengah ke lini depan PSV sangatlah vital. Musim lalu rataan umpannya 77,3% dengan presentasi umpan sukses mencapai 91,8% dalam tiap pertandingan PSV di Europa League. Selain itu, dia juga tercatat sebagai pemain dengan rataan tekel terbanyak dengan presentasi 7,7% di tiap pertandingan.

“Selain Arjen Robben, Robin van Persie dan Kevin Strootman, tidak ada pemain yang mendapatkan jaminan dalam skuad yang akan saya bawa ke Brazil (Piala Dunia 2014)”. – Louis van Gaal.

Dilihat dari statistik tersebut, maka Strootman merupakan pasangan yang tepat apabila disandingkan dengan DDR dan Miralem Pjanic. Hal ini pula diamini oleh DDR, dia berpendapat bahwa Strootman merupakan pemain yang dibutuhkan Roma. Dengan bergabungnya Strootman, makan musim ini kita akan melihat lini tengah Roma yang lebih mumpuni. Kemampuan bertahan dan menyerang yang sama baiknya dari Strootman tentu akan memberikan pengaruh besar bagi variasi permainan dan kreativitas pergerakan dari lini tengah Roma.

Transfer selanjutnya adalah Gervais You Kouassi atau yang lebih kita kenal Gervinho. Pada awalnya banyak yang mempertanyakan kebijakan Roma untuk merekrut pemain internasional Pantai Gading ini. Kegagalan Gervinho bersama Arsenal selama dua musim terkahir semestinya telah lebih dahulu menjadi pertimbangan Sabatini sebelum merekrutnya. Bahkan di Arsenal Gervinho sempat dianggap sebagai lelucon oleh gooners karena model permainannya. "Fullkit wanker". Begitulah sebutan yang kerap kali dilontarkan fans Arsenal kepadanya kala itu.

“Secara logis Gervinho bukanlah incara saya. Akan tetapi karena permintaan khusus dari Garcia dan demi kebutuhan tim yang dia inginkan, maka saya bersedia merekrutnya”. - Walter Sabatini.

Pada akhirnya Roma mengeluarkan dana €8 juta untuk merekrut Gervinho dari Arsenal. Memang dia mengalami musim buruk selama di Arsenal, akan tetapi yang perlu dicermati disini adalah keberadaan Rudi Garcia. Gervinho bisa disebut sebagai salah satu pemain kesayangan Garcia. Tercatat ini merupakan ketiga kalinya Garcia menginginkan Gervinho untuk berada dalam skuad asuhannya. Sebelumnya Garcia telah membawa Gervinho ke Le Mans dan Lille, dua klub Liga Perancis yang pernah ditanganinya.

“Pemain terhebat yang pernah bermain bersama dengan saya adalah Gervinho”. - Eden Hazard.

Meskipun dengan pencapaian yang kurang bagus dalam dua tahun terakhir, akan tetapi yang bisa kita simpulkan dengan transfer Gervinho ke Roma adalah kepercayaan Garcia terhadap kualitas yang dia miliki. Sering kita dengan istilah di sepak bola, “pelatih lebih tau dengan kondisi pemain”, maka kali ini kita serahkan sepenuhnya kepada Garcia. Karena memang Garcia tahu betul bagaimana cara memanfaatkan kemampuan yang dimiliki oleh Gervinho. Musim 2010-2011 di Lille bermasa Garcia, dia sukses mengemas 18 gol dan 11 assist di kompetisi domestik Perancis. Hal ini yang ingin kembali dimunculkan Garcia dari sosok Gervinho di Roma.

Ada pemain yang datang, maka ada pula pemain yang harus pergi. Kali ini yang harus pergi dari Ibukota adalah Pablo Daniel Osvaldo. Pemain yang selama dua musim berturut-turut menjadi top scorer klub dengan total 27 gol. Kepergiannya memang sudah diperkirakan banyak pihak. Sejak musim pertama datang ke ibukota, pemain ini seringkali menjadi masalah bagi tim. Sifat temperamen yang dia miliki menjadikannya sebagai salah satu pemain Roma yang paling menerima kartu merah. Belum lagi perlakuannya kepada rekan satu tim. Musim 2011-2012 pemain kelahiran Argentinya ini malah pernah memukul wajah Erik Lamela dalam sebuah sesi latihan.

Dengan banderol €16 juta, PDO akhirnya dilepas ke klub Premier League Southampton. Dia menjadi pemain termahal dalam sejarah klub yang berjuluk the Saint tersebut. Dia menerima pinangan Southampton karena dia merasa supporter klub tidak memberlakukan dia dengan semestinya. Beberapa kali supporter membentangkan tulisan yang memojokkannya. Alasan lain mengapa dia memilih Sauthampton adalah keberadaan Mauricio Pochettino, pelatih yang sempat menanganinya kala bermain di Espanyol. Dapat disimpulkan bahwa kepergian PDO merupakan win win solution bagi semua pihak, tidak ada yang dirugikan dari transfer ini.

Kepergian PDO tentu saja menghasilkan lubang besar di lini depan Roma. Banyak pihak berharap agar manajemen klub segera merekrut penyerang. Alih-alih merekrut pemain depan, manajemen malah bersiap melego Erik Lamela. Wonderkid asal Argentina yang sempat digadang-gadang menjadi penerus Totti. Musim lalu, pemain ini juga bersinar dengan torehan 15 golnya. Pemain ini santer dikaitkan dengan Tottenham Hotspur yang kala itu sedang berusaha mencari calon pengganti Gareth Bale yang diisukan pergi ke Real Madrid.

Isu kepindahan Lamela ini sempat terjadi berlarut-larut. Spurs melalui Baldini (mantan sport director Roma) belum menemui kesepakatan harga selama berminggu-minggu nego transfer berlangsung. Akan tetapi sinyal kepindahannya mulai terlihat ketika Lamela dilaporkan mengucapkan salam perpisahan dalam salah satu sesi latihan. Dalam sesi latihan tersebut dia bahkan nampak menangis. Sebuah pertanda bahwa pada dasarnya dia begitu mencintai klub, dan jika harus pergi dari klub maka hal tersebut bukan pilihannya.

Ketika Open Day (seluruh pemain dan official tim diperkenalkan didepan Romanisti di Olimpico) Lamela masih masuk didalamnya. Sampai-sampai Sofia Herrero, kekasih Lamela, berkicau melalui akun twitter miliknya, ”benar-benar sebuah lelucon besar”. Walaupun beberapa menit kemudian twitt tersebut dihapus, akan tetapi isu kepindahannya menjadi semakin santer terdengar. Pada giornata pertama ketika tim bertandang ke Livorno, Lamela masih sempat masuk kedalam skuad yang dibawa. Akan tetapi kala itu dia tidak dimainkan Rudi Garcia. Hingga akhirnya saga transfer Lamela terjawab ketika Spurs resmi melepas Bale ke Madrid dengan label pemain termahal dunia.

Lamela akhirnya resmi pindah ke klub yang berdomisili di London tersebut dengan banderol £30 juta. Sebuah harga tinggi yang sangat sulit ditolak oleh Roma. Namun sebelum kepergian Lamela, Sabatini dengan cerdik telah mendapatkan winger Fiorentina, Adem Ljajic. Pemain asal Serbia tersebut didapatkan dengan nilai transfer €11 juta. Sebuah angka yang bisa dibilang kecil bagi pemuda 22 tahun yang memiliki potensi besar untuk menjadi pemain besar di Serie A.

Sebelum ke Roma, Ljajic lebih dulu santer diberitakan akan dipinang Milan. Akan tetapi nilai yang ditawarkan Milan sangat kecil. Wajar, karena musim ini Milan memang mengalami kesulitan keuangan. Di Fiorentina, Ljajic lebih dikenal dengan pemain super-sub. Seringkali ketika muncul dari bangku cadangan, pemain ini langsung memberikan efek besar bagi permainan tim. Musim lalu, total dia mencetak 11 gol dan 4 assist. Dari sebelas gol yang dia cetak, 7 gol diantara dia cetak dalam 9 partai terakhir Serie A. Pertanda baik bahwa pemain ini sedang dalam performa puncak.

Akan tetapi, pemain ini juga dikenal sebagai pemuda yang Bengal. Dia sempat terlibat “baku hantam” dengan pelatih Dellio Rossi pada tahun 2012 ketika dia ditarik keluar lapangan. Dia juga memiliki masalah dengan pelatih nasional Serbia, Sinisa Mihajlovic. Pada tanggal 28 Mei 2012, ketika timnas Serbia melakukan partai persahabatan melawan Spanyol, Ljajic yang kala itu diturunkan sebagai pemain inti menolak menyanyikan lagu kebangsaan Serbia. Faktor etnis disebut-sebut sebagai salah satu penyebabnya. Ljajic yang merupakan penduduk minoritas Muslim Serbia menilai bahwa lirik lagu kebangsaan Serbia terlalu diskriminatif.

Akibatnya hingga saat ini dia tidak dipanggil lagi untuk bermain bagi Serbia. Dia tidak mempermasalahkan hal tersebut karena dia percaya bahwa apa yang telah dia lakukan merupakan langkah yang tepat. Pemain yang dulu sempat nyaris dikontrak Manchester United (telah menjalani trial, namun gagal karena work permit yang menjadi syarat kontrak tidak keluar) saat ini menyatakan bahwa karirnya masih panjang, dan kesempatan untuk membela Serbia pasti akan datang kembali.

Secara keseluruhan, dapat dikatakan kebijakan transfer yang dilakukan Roma musim ini kontroversial sekaligus brilian. Dilihat dari pemain yang dilepas, memang sangat disayangkan bahwa kemampuan dan potensi pemain sangat mumpuni. Marquinhos, PDO, Lamela musim lalu terbukti menjadi pemain-pemain yang berperan vital bagi permainan Roma. Kontribusi ketiga pemain ini sangat besar bagi lini belakang maupun lini depan Roma. Ditambah lagi usinya yang masih muda, menjadikan Lamela dan Marquinhos menjadi aset penting di masa mendatang. Akan tetapi dengan besarnya keuntungan dana yang didapatkan dari penjualan ketiganya, maka kebijakan manajemen bisa disimpulakan tapat.  

Apabila dilihat dari segi pembelian, pergerakan Sabatini di bursa transfer kali ini begitu brilian. Mendapatkan Maicon dengan status bebas transfer, De Sanctis hanya dengan banderol €500.000, Strootman dengan €16,5 juta, Benatia €12 juta, Gervinho £8 juta dan Ljajic €11 juta, merupakan sebuah langkah yang jeli. Kali ini bukan hanya potensi yang dipertimbangkan, akan tetapi juga pengalaman. De Sanctis, Maicon, Benatia dan Ljajic merupakan deretan pemain yang sudah terbukti kualitasnya di Serie A. Sedangkan Strootman dibeli karena dia merupakan pemain dengan kemampuan bermaian yang dibutuhkan Roma.

Dilepasnya beberapa pemain penting Roma musim lalu juga merupakan langkah manajemen Roma untuk menyeimbangkan kondisi keuangan klub. Dua tahun tidak berhasil menembus kompetisi Serie A merupakan kerugian besar dari segi pemasukan bagi klub. Ditambah lagi, musim ini Roma tidak mendapatkan suntikan dana dari sponsor utama, setelah kontrak dengan Wind tidak diperpanjang. Dengan penjualan beberapa bintang musim lalu, rapor merah keungan Roma musim ini diharapkan akan berkurang.

Serie A musim ini bisa disebut sebagai waktu yang tepat bagi Roma untuk berprestasi lebih baik dari musim lalu. Dengan modal skuad yang mumpuni dan hanya fokus pada kompetisi lokal, target klub untuk mampu lolos ke kompetisi Eropa musim mendatang semestinya bisa tercapai. Jikalau pada akhirnya nanti Roma mampu meraih gelar Scudetto, maka saya lebih senang menyebutnya sebagai bonus dari perjuangan target meraih posisi ketiga J. Sebagai Romanisti, saya senantiasa mendoakan yang terbaik bagi AS Roma, apapun hasilnya di akhir musim nanti. Forza Roma!




No comments:

Post a Comment