Tuesday, September 3, 2013

Perubahan Arah Kebijakan Transfer Pemain AS Roma

Bagi seluruh Romanisti, dua musim terakhir merupakan saat-saat yang berat. Sejak kepemilikan klub beralih dari keluarga Sensi ke Raptor Group tim ibu kota telah melakukan banyak sekali perubahan. Akan tetapi, dalam dua musim hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan ekspektasi. Harapan meraih gelar sempat timbul musim lalu lewat Coppa Italia. Namun sayang, Roma harus tunduk dari Lazio dengan kekalahan tipis 0-1. James Pallota sebagai presiden klub tentu saja memiliki banyak hal yang harus segera diperbaiki menjelang datangnya musim baru.

Pergantian pelatih menjadi prioritas utama dari pihak manajemen. Tidak berhasilnya pola tiki-taka yang dibawa oleh Luis Enrique serta pola all attack Zemanlandia a la Zdenek Zeman membuat klub mencoba cara baru. Baik Luis Enrique maupun Zeman memberikan suguhan permaian yang menarik untuk disaksikan. Akan tetapi, penampilan menarik saja tidak cukup. Target utama menembus kompetisi Eropa gagal dua musim berturut-turut. Dalam dua musim itu pula ada satu hal penting yang hilang dari permainan Roma, konsistensi.

Dalam tulisan ini, saya mencoba fokus terlebih dahulu mengenai pergerakan manajemen Roma dalam menunjuk pelatih dan merekrut pemain di sektor lini pertahanan. Dua hal ini sangat vital bagi Roma selama dua musim terakhir. Manjemen klub pun menyadarinya, dan menjadikan dua hal ini sebagai prioritas utama sejak bursa transfer mulai resmi dibuka. Untuk sektor lini tengah dan penyerangan, akan saya sajikan dalam tulisan selanjutnya.

Pelatih dengan Mental Juara

Nama Walter Mazzari, Laurent Blanc, Max Allegri hingga Tata Martino sempat muncul ke permukaan menjadi deretan kandidat pelatih baru Roma. Hingga akhirnya, muncul nama baru yang menurut saya kurang begitu familiar di sepak bola Italia, Rudi Garcia. Memang namanya kurang menggema di telinga kita yang tidak begitu mengikuti Ligue 1 Perancis. Akan tetapi apabila melihat track record mantan pelatih Lille ini, maka kita bisa menyimpulkan bahwa merekrut Rudi Garcia merupakan langkah yang tepat dari manajemen klub.

Rudi Garcia
Manajemen tidak mau lagi melakukan eksperimen seperti dua musim sebelumnya. Roma saat ini membutuhkan sosok yang bermental juara, seorang motivator yang ulung dan juga pelatih yang mumpuni secara taktik permainan. Semua hal tersebut ada pada diri Rudi Garcia. Satu hal penting lain yang ada pada sosok Rudi Garcia adalah dia termasuk pelatih yang bertangan dingin mengembangkan bakat pemain muda. Eden Hazard, Moussa Sow, Yohan Cabaye, Lucas Digne, Gervinho merupakan deretan pemain muda yang bersinar dibawah arahannya ketika Lille dibawa untuk pertama kalinya dalam 50 tahun sejarah klub mendapatkan gelar Liga dan piala liga dalam satu musim.

Pembenahan Lini Pertahanan

Tidak hanya pada sosok pelatih, musim ini Roma juga menerapkan kebijakan serupa dari segi transfer pemain. Pembelian pemain muda dengan label wonderkid yang belum pernah berlaga di Serie A tidak lagi dilakukan. Manajemen mencoba fokus untuk mencari pemain yang telah berpengalaman, memiliki mental kuat dan memiliki konsistensi dalam permainan. Walter Sabatini mencoba memulainya dengan fokus membenahi sektor pertahanan. Sektor ini merupakan titik lemah Roma musim lalu. Roma menjadi salah satu klub Serie A dengan pertahanan terburuk ketika dibawah Zeman. Meskipun hal ini merupakan resiko dari model permainan Zemanlandia, akan tetapi dibawah Rudi Garcia, Roma diharapkan menjadi tim yang balance dari segi pertahanan maupun penyerangan.

Tin Jedvaj
Roma memulainya dengan mendatangkan Lucas Skorupsi, nama yang begitu asing bagi kita. Kiper berkebangsaan Polandia ini didaulat untuk mengisi pos yang ditinggalkan oleh Goichochea yang status kepemilikannya tidak dipermanenkan klub. Selanjutnya, Roma juga kembali berinvestasi dengan membeli bek muda dari Croatia, Tin Jedvaj. Pemain ini sebelumnya ramai dibicarakan di Inggris karena ada dua klub dari London, Arsenal dan Tottenham yang berminat merekrutnya. Akan tetapi akhirnya Jedvaj lebih tertarik dengan tawaran yang diajukan Roma.

Kejutan pertama datang dari kepergian Marteen Stekelenburg ke Fulham. Dua musim lalu, sebenarnya harapan besar muncul ketika klub merekrutnya. Setelah sekian lama akhirnya mendatangkan sosok kiper yang memiliki nama besar macam Stekelenburg. Akan tetapi, selama dua musim di Roma Stek tampil kurang konsisten dan bahkan dia sempat kehilangan tempat di Timnas Belanda karena hal tersebut. Kejutan lainnya adalah ketika Roma melepas Marquinhos ke klub PSG. Pemain yang sempat digadang-gadang sebagai penerus Aldahir untuk mengawal lini belakang Roma akhirnya hanya bertahan satu musim saja di Olimpico.

“by getting €31.4m from PSG 19-year-old only 12 months after paying Corinthians €1.5m up front and a further €3.5m once he had made eight first team appearances, Roma have made the sale of the summer. It’s hard to think of a club making as sizeable a profit so quickly. Arsenal sold Nicolas Anelka to Real Madrid for £22.5m in 1999 two years after buying him from PSG (ironically enough) for £500.000. But even that doesn’t compare” – James Horncastle.

Ya, sale of the summer. Gelar” itu disematkan pada Roma setelah melepas Marquinhos ke PSG. Profit penjualan bisa dibilang sangat besar untuk pemain berusia 19 tahun, baru bermain total 26 pertandingan Serie A dan baru menjalani tahun pertama di kompetisi Eropa. Harus diakui bahwa pontensi pemain ini sangat besar. Kehilangan Marquinhos tentu saja disayangkan oleh Romanisti, akan tetapi mari kita mencoba berpikir positive dari kehilangan ini. Ada kutipan menarik dari Marten Portoise;

“Thirty-plus million? Buh-bye. Thanks. Defenses are built on structure, not individual talent. Clubs like PSG and Barcelona can build great structures with collections of great talent; AS Roma cannot. Show ‘em the money”.

Dengan perginya Marquinhos, Roma memiliki dana segar dalam jumlah besar untuk melakukan pergerakan di bursa transfer. Mehdi Benatia akhirnya direkrut dari Udinese dengan harga €13,5juta ditambah dengan status kepemilikan bersama penyerang muda Roma asal Uruguay yang bersinar di piala dunia U-20, Nico Lopes. Kehadiran Benatia tentu saja merupakan pilihan yang tepat untuk menggantikan Marquinhos. Apabila dilihat dari satistik, Benatia merupakan bek dengan rapor permainan terbaik ketiga di Serie A berdasarkan WhoScored.com.

Rapor Benatia
“At 26 he’s coming into his prime having impressed over the past three years in Udine. His 2012/2013 season was hit by injury, meaning that he started just 19 Serie A matches, but when fit he was key to Udinese’s continuing overachievements. The side wong 52,6% of the games he started compared to 42.1% of those he didn’t and conceded, on average, 1.05% goals per game with him in the side and 1,32% without him. With and exceptional 3,5 tackles and 3,8 interceptions per game – the latter rangking secong in the league -  he was the third best-rated centre-back in Serie A according to WhoScored (7.46).”

Setelah Benatia, Roma kembali memperkuat sektor pertahanan dengan mendatangkan fullback internasional
Maicon saat Open Day
Brazil, Maicon. Kurang konsistennya permainan Ivan Piris di sektor kanan pertahanan menjadikan manajemen tidak mempermanenkan statusnya. Maicon akan diplot untuk mengisi sektor kanan pertahanan Roma. Pemain yang sebelumnya memperkuat Machester City ini didatangkan dengan status free transfer. Memang satu musim masa baktinya di Etihad tidak berjalan muslus. Cidera yang dialamainya membauat Maicon mengalami musim yang tidak menyenangkan di Inggris. Namun sekali lagi saya ingatkan, yang dicari oleh Roma kali ini adalah pemain yang telah berpengalaman di Serie A, dan hal itu ada pada seorang Maicon.

 “In the three seasons before moving to Manchester the Brazilian picked up 23 assists and of all players to make at least 50 Serie A appearances since 2009/2010 only four (Cassano, Cossu, Totti and Ibrahimovic) have a better assit per game rate than the 31-year old (0.27).” WhoScored.com.

De Sanctis saat diperkenalkan
Terakhir untuk lini pertahanan, Roma mendatangkan Morgan de Sanctis dari Napoli. Pemain ini memang tidak muda lagi usianya, 36 tahun. Akan tetapi, gagalnya Stekelenburg mengawal gawang Roma selama dua musim berturut-turut adalah karena kurang maksimalnya koordinasi di lini pertahanan. Meskipun secara skil Stekelenburg merupakan kiper yang mumpuni, akan tetapi dia kurang fasih berbahasa Italia, dan hal itu pula yang menjadikannya sempat lama dibangku cadangkan oleh Zeman. Dengan pengalaman yang dimiliki sekaligus kemampuan melakukan koordinasi lini belakang yang lebih mumpuni, kehadiran de Sanctis dipastikan akan membuat lini pertahanan Roma lebih baik, minimal lebih solid dari musim lalu.

Manajemen AS Roma sejauh ini telah melakukan langkah-langkah yang tepat. Kegagalan mendapatkan hasil maksimal selama dua musim berturut-turut telah memberikan banyak pelajaran bagi klub. Yang paling dibutuhkan Roma saat ini adalah konsistensi bermain dan tumbuhnya mental juara di hati para pemain. Dengan didatangkan pelatih dan pemain yang berpengalaman, khususnya di Seria A, musim ini optimismme kembali muncul. Target menembus kompetisi Eropa nampaknya menjadi hal yang realistis untuk diwujudkan.

1 comment:

  1. Main judi bola dengan presentase kemenangan tertinggi
    roma mengubah kebijakan transfernya

    ReplyDelete