Bagi seluruh Romanisti, dua musim
terakhir merupakan saat-saat yang berat. Sejak kepemilikan klub beralih dari
keluarga Sensi ke Raptor Group tim ibu kota telah melakukan banyak sekali
perubahan. Akan tetapi, dalam dua musim hasil yang didapatkan tidak sesuai
dengan ekspektasi. Harapan meraih gelar sempat timbul musim lalu lewat Coppa
Italia. Namun sayang, Roma harus tunduk dari Lazio dengan kekalahan tipis 0-1. James Pallota sebagai presiden klub tentu saja memiliki banyak hal yang harus segera diperbaiki menjelang datangnya musim baru.
Pergantian pelatih menjadi prioritas
utama dari pihak manajemen. Tidak berhasilnya pola tiki-taka yang dibawa oleh
Luis Enrique serta pola all attack Zemanlandia a la Zdenek Zeman membuat klub
mencoba cara baru. Baik Luis Enrique maupun Zeman memberikan suguhan permaian
yang menarik untuk disaksikan. Akan tetapi, penampilan menarik saja tidak
cukup. Target utama menembus kompetisi Eropa gagal dua musim berturut-turut. Dalam
dua musim itu pula ada satu hal penting yang hilang dari permainan Roma,
konsistensi.
Dalam tulisan ini, saya mencoba fokus
terlebih dahulu mengenai pergerakan manajemen Roma dalam menunjuk pelatih dan
merekrut pemain di sektor lini pertahanan. Dua hal ini sangat vital bagi Roma
selama dua musim terakhir. Manjemen klub pun menyadarinya, dan menjadikan dua
hal ini sebagai prioritas utama sejak bursa transfer mulai resmi dibuka. Untuk sektor
lini tengah dan penyerangan, akan saya sajikan dalam tulisan selanjutnya.
Pelatih
dengan Mental Juara
Nama Walter Mazzari, Laurent Blanc, Max
Allegri hingga Tata Martino sempat muncul ke permukaan menjadi deretan kandidat
pelatih baru Roma. Hingga akhirnya, muncul nama baru yang menurut saya kurang
begitu familiar di sepak bola Italia, Rudi Garcia. Memang namanya kurang
menggema di telinga kita yang tidak begitu mengikuti Ligue 1 Perancis. Akan tetapi
apabila melihat track record mantan
pelatih Lille ini, maka kita bisa menyimpulkan bahwa merekrut Rudi Garcia
merupakan langkah yang tepat dari manajemen klub.
Rudi Garcia |
Manajemen tidak mau lagi melakukan
eksperimen seperti dua musim sebelumnya. Roma saat ini membutuhkan sosok yang
bermental juara, seorang motivator yang ulung dan juga pelatih yang mumpuni
secara taktik permainan. Semua hal tersebut ada pada diri Rudi Garcia. Satu hal
penting lain yang ada pada sosok Rudi Garcia adalah dia termasuk pelatih yang
bertangan dingin mengembangkan bakat pemain muda. Eden Hazard, Moussa Sow,
Yohan Cabaye, Lucas Digne, Gervinho merupakan deretan pemain muda yang bersinar
dibawah arahannya ketika Lille dibawa untuk pertama kalinya dalam 50 tahun
sejarah klub mendapatkan gelar Liga dan piala liga dalam satu musim.
Pembenahan
Lini Pertahanan
Tidak hanya pada sosok pelatih, musim
ini Roma juga menerapkan kebijakan serupa dari segi transfer pemain. Pembelian pemain
muda dengan label wonderkid yang
belum pernah berlaga di Serie A tidak lagi dilakukan. Manajemen mencoba fokus
untuk mencari pemain yang telah berpengalaman, memiliki mental kuat dan
memiliki konsistensi dalam permainan. Walter Sabatini mencoba memulainya dengan
fokus membenahi sektor pertahanan. Sektor ini merupakan titik lemah Roma musim
lalu. Roma menjadi salah satu klub Serie A dengan pertahanan terburuk ketika
dibawah Zeman. Meskipun hal ini merupakan resiko dari model permainan
Zemanlandia, akan tetapi dibawah Rudi Garcia, Roma diharapkan menjadi tim yang balance dari segi pertahanan maupun
penyerangan.
Tin Jedvaj |
Roma memulainya dengan mendatangkan
Lucas Skorupsi, nama yang begitu asing bagi kita. Kiper berkebangsaan Polandia
ini didaulat untuk mengisi pos yang ditinggalkan oleh Goichochea yang status
kepemilikannya tidak dipermanenkan klub. Selanjutnya, Roma juga kembali
berinvestasi dengan membeli bek muda dari Croatia, Tin Jedvaj. Pemain ini
sebelumnya ramai dibicarakan di Inggris karena ada dua klub dari London,
Arsenal dan Tottenham yang berminat merekrutnya. Akan tetapi akhirnya Jedvaj
lebih tertarik dengan tawaran yang diajukan Roma.
Kejutan pertama datang dari kepergian
Marteen Stekelenburg ke Fulham. Dua musim lalu, sebenarnya harapan besar muncul
ketika klub merekrutnya. Setelah sekian lama akhirnya mendatangkan sosok kiper
yang memiliki nama besar macam Stekelenburg. Akan tetapi, selama dua musim di
Roma Stek tampil kurang konsisten dan bahkan dia sempat kehilangan tempat di
Timnas Belanda karena hal tersebut. Kejutan lainnya adalah ketika Roma melepas
Marquinhos ke klub PSG. Pemain yang sempat digadang-gadang sebagai penerus
Aldahir untuk mengawal lini belakang Roma akhirnya hanya bertahan satu musim
saja di Olimpico.
“by
getting €31.4m from PSG 19-year-old only 12 months after paying Corinthians
€1.5m up front and a further €3.5m once he had made eight first team
appearances, Roma have made the sale of the summer. It’s hard to think of a
club making as sizeable a profit so quickly. Arsenal sold Nicolas Anelka to
Real Madrid for £22.5m in 1999 two years after buying him from PSG (ironically
enough) for £500.000. But even that doesn’t compare”
– James Horncastle.
Ya, sale of the summer. “Gelar” itu disematkan pada Roma setelah
melepas Marquinhos ke PSG. Profit penjualan bisa dibilang sangat besar untuk
pemain berusia 19 tahun, baru bermain total 26 pertandingan Serie A dan baru
menjalani tahun pertama di kompetisi Eropa. Harus diakui bahwa pontensi pemain
ini sangat besar. Kehilangan Marquinhos tentu saja disayangkan oleh Romanisti,
akan tetapi mari kita mencoba berpikir positive dari kehilangan ini. Ada kutipan
menarik dari Marten Portoise;
“Thirty-plus
million? Buh-bye. Thanks. Defenses are built on structure, not individual
talent. Clubs like PSG and Barcelona can build great structures with
collections of great talent; AS Roma cannot. Show ‘em the money”.
Dengan perginya Marquinhos, Roma
memiliki dana segar dalam jumlah besar untuk melakukan pergerakan di bursa
transfer. Mehdi Benatia akhirnya direkrut dari Udinese dengan harga €13,5juta
ditambah dengan status kepemilikan bersama penyerang muda Roma asal Uruguay
yang bersinar di piala dunia U-20, Nico Lopes. Kehadiran Benatia tentu saja
merupakan pilihan yang tepat untuk menggantikan Marquinhos. Apabila dilihat
dari satistik, Benatia merupakan bek dengan rapor permainan terbaik ketiga di
Serie A berdasarkan WhoScored.com.
Rapor Benatia |
“At
26 he’s coming into his prime having impressed over the past three years in
Udine. His 2012/2013 season was hit by injury, meaning that he started just 19
Serie A matches, but when fit he was key to Udinese’s continuing overachievements.
The side wong 52,6% of the games he started compared to 42.1% of those he didn’t
and conceded, on average, 1.05% goals per game with him in the side and 1,32%
without him. With and exceptional 3,5 tackles and 3,8 interceptions per game –
the latter rangking secong in the league -
he was the third best-rated centre-back in Serie A according to
WhoScored (7.46).”
Setelah Benatia, Roma kembali
memperkuat sektor pertahanan dengan mendatangkan fullback internasional
Brazil,
Maicon. Kurang konsistennya permainan Ivan Piris di sektor kanan pertahanan
menjadikan manajemen tidak mempermanenkan statusnya. Maicon akan diplot untuk
mengisi sektor kanan pertahanan Roma. Pemain yang sebelumnya memperkuat
Machester City ini didatangkan dengan status free transfer. Memang satu musim masa baktinya di Etihad tidak
berjalan muslus. Cidera yang dialamainya membauat Maicon mengalami musim yang
tidak menyenangkan di Inggris. Namun sekali lagi saya ingatkan, yang dicari
oleh Roma kali ini adalah pemain yang telah berpengalaman di Serie A, dan hal
itu ada pada seorang Maicon.
Maicon saat Open Day |
“In the three seasons before moving to
Manchester the Brazilian picked up 23 assists and of all players to make at
least 50 Serie A appearances since 2009/2010 only four (Cassano, Cossu, Totti
and Ibrahimovic) have a better assit per game rate than the 31-year old (0.27).”
WhoScored.com.
De Sanctis saat diperkenalkan |
Terakhir untuk lini pertahanan, Roma
mendatangkan Morgan de Sanctis dari Napoli. Pemain ini memang tidak muda lagi
usianya, 36 tahun. Akan tetapi, gagalnya Stekelenburg mengawal gawang Roma
selama dua musim berturut-turut adalah karena kurang maksimalnya koordinasi di
lini pertahanan. Meskipun secara skil Stekelenburg merupakan kiper yang
mumpuni, akan tetapi dia kurang fasih berbahasa Italia, dan hal itu pula yang
menjadikannya sempat lama dibangku cadangkan oleh Zeman. Dengan pengalaman yang
dimiliki sekaligus kemampuan melakukan koordinasi lini belakang yang lebih
mumpuni, kehadiran de Sanctis dipastikan akan membuat lini pertahanan Roma
lebih baik, minimal lebih solid dari musim lalu.
Manajemen AS Roma sejauh ini telah
melakukan langkah-langkah yang tepat. Kegagalan mendapatkan hasil maksimal
selama dua musim berturut-turut telah memberikan banyak pelajaran bagi klub. Yang
paling dibutuhkan Roma saat ini adalah konsistensi bermain dan tumbuhnya mental
juara di hati para pemain. Dengan didatangkan pelatih dan pemain yang
berpengalaman, khususnya di Seria A, musim ini optimismme kembali muncul. Target
menembus kompetisi Eropa nampaknya menjadi hal yang realistis untuk diwujudkan.
Main judi bola dengan presentase kemenangan tertinggi
ReplyDeleteroma mengubah kebijakan transfernya