Tuesday, April 26, 2011

"Cesco"

Keren kan namanya? Cesco adalah potongan nama dari Francesco, lebih detilnya lagi adalah Francesco Totti. Nama ini saya berikan untuk kucing persia saya. Kucing pejantan yang unyuu banget. Warna bulunya putih kecoklatan, matanya cokelat menyala. Moga-moga Cesco sehat, panjang umur dan gak ngrepotin si empunya. aminn...
Nih penampakannya...

Sunday, April 24, 2011

Revolusi itu Dibelokkan!

Tadi pagi, saya menonton sebuah acara di @metroTV. Acara tersebut membahas mengenai kisruh PSSI yang saat ini masih berlanjut dan menurut pendapat saya malah semakin runyam. Dalam acara tersebut, mendatangkan empat narasumber, diantaranya adalah Sutiyoso, Adyaksa Dault, Anton Sanjoyo dan satu lagi adalah Diza (saya kurang ingat nama lengkapnya). Ke empat narasumber tersebut dimintai pendapatnya mengenai kisruh yang saat ini terjadi, dimana kelompok suara 78 (pemilik suara yang mengklaim memiliki suara sah) tetap ngotot mengusulkan nama Arifin Panigoro (AP) dan George Toisutta (GT) sebagai bakal calon ketua PSSI. Padahal sebelumnya ketua komite normalisasi PSSI yang diketuai oleh mantan ketua PSSI, Agum Gumelar, telah menyampaikan hasil pertemuannya dengan pihak FIFA dimana telah ditetapkan bahwa keputusan komisi banding PSSI yang sebelumnya telah ditetapkan adalah keputusan final. Dengan demikian otomatis nama AP dan GT tidak boleh maju lagi dalam pemilihan Ketum PSSI. Akan tetapi kelompok ini tetap saja bersikeras mengusung kedua nama tersebut.
Kembali pada perbincangan dalam acara yang pagi tadi saya tonton. Pada dasarnya ke empat orang tersebut sepakat bahwa sudah saatnya revolusi yang terjadi dibiarkan mengalir tanpa adanya kepentingan politik didalamnya. Keberhasilan menurunkan Nurdin Halid hanya sebuah pintu masuk untuk merevolusi PSSI, karena sebenarnya PSSI bukan hanya Nurdin Halid dan Nugraha Besoes (yang akhirnya ikut mengundurkan diri), akan tetapi juga pengprov maupun pengcab yang ada di seluruh Indonesia. Memang sebelumnya mereka yang tergabung dalam KPPN telah membulatkan tekat bahwa sepak bola melalui PSSI harus segera di Revolusi. Perjuangan awal mereka saat ini telah berhasil, dengan menggulingkan NH dan NB, akan tetapi dari sini muncul lagi masalah baru. Mereka yang sempat menggunakan nama FIFA untuk menjegal NH, kali ini justru menolak mentah-mentah mandate FIFA melalui komite normalisasi PSSI yang menolak GT dan AT untuk maju lagi dalam pemilihan ketua PSSI. Kalau sudah seperti ini, namanya bukan lagi revolusi, lagai-lagi politisasi kembali terjadi disini.
Menanggapi hal ini, Adyaksa Dault sempat menyampaikan pernyataan keras terhadap ketua KPPN, Syahral Damopoli, bahwa dia tidak segan-segan mengambil jalur hukum dengan menuntutnya apabila PSSI di banned oleh FIFA dan Tim Nasional Indonesia mendapat larangan untuk tampil di ajang Sea Games dimana kita menjadi tuan rumahnya. Sutiyoso, yang kali ini juga dicalonkan menjadi Ketum PSSI dari Pengprov Jakarta, juga menyampaikan hal serupa. Sudah saatnya KPPN berpihak kepada kepada seluruh pecinta sepak bola nasional. Kepentingan golongan mereka harus ditinggalkan, hati nurani dan niat tulus untuk memperbaiki sepak bola nasional harus dijadikan dasar perjuangan ini. Narasumber lain, Diza, menganjurkan opsi lain untuk menyelesaikan kisruh ini. Sebaiknya, KPPN mengirimkan wakilnya untuk segera berkoordinasi langsung dengan FIFA mengenai keputusannya menolak GT dan AP yang telah dilarang untuk kembali mencalonkan diri dalam pemilihan Ketum PSSI. Opsi ini mungkin merupakan salah satu opsi yang paling tepat, karena hingga kini KPPN mengatakan bahwa FIFA belum mengeluarkan pernyataan resmi terhadap penolakan terhadap GT dan AP.
Pernyataan paling menarik datang dari Anton Sanjoyo. Dia menyampaikan bahwa siapapun ketua PSSI yang nantinya akan terpilih, dia harus merubah sistem kelembagaan beserta dengan peraturan-peraturan dasar organisasinya. Dia menyatakan, saat ini banyak terdapat pimpinan PSSI di tingkat pengprov dan pengcab adalah seorang birokrat. Para pimpinan ini jarang sekali bekerja secara professional, apakah itu mengadakan kompetisi sepak bola lokal, kompetisi lokal ataupun bahkan mengadakan program pembinaan sepakbola usia dini. Mereka terlalu sibuk untuk berpolitik mempertahankan kekuasaannya di daerah dan tidak melakukan apa-apa untuk sepak bola. Lebih parahnya lagi, dengan keadaan yang seperti ini justru merekalah yang memiliki suara di PSSI. Suatu ironi bukan? untuk itu kedepannya PSSI harus melakukan perubahan. Seluruh pengurus sudah seharusnya berada di luar lingkaran politik. Kita mungkin bisa berkiblat kepada negara Amerika Serikat terkait dengan bidang olahraga. Di negara tersebut tidak terdapat Kementrian Olah Raga. Mereka berasumsi bahwa sudah menjadi keharusan untuk menjauhkan olah raga dari politik.
Saya jadi bertanya-tanya apa motif kengototan kelompok 78 untuk mempertahankan nama GT dan AP. Apa masalah money politic? Apakah masalah intervensi militer? Yang pasti saat ini revolusi yang sebenarnya telah diawali dengan baik dengan mengambil jalan lurus, kembali dibelokkan oleh ulah kelompok 78. Apabila mereka menginginkan revolusi PSSI dengan dasar keputusan dan peraturan FIFA sebagai acuannya, seharusnya mereka tidak perlu ngotot lagi. Masih banyak alternative lain yang memiliki visi dan misi yang lebih baik dan segar bagi sepak bola nasional. Masih banyak alternative lain yang jauh lebih professional, dalam artian tidak terikat dengan perpolitikan nasional.
Saat ini saya hanya bisa berharap, semoga para pemilik suara ini pada akhirnya sadar dan patuh terhadap apa yang menjadi keputusan FIFA. Semoga mereka kembali lagi ke jalur lurus dalam perjuangannya merevolusi PSSI. Semoga
Wassalam
@bayu_bepe

Monday, April 18, 2011

Suroboyo

Bener-bener deh, kota yang satu ini selalu buat saya salut. Saya begitu terkesan dengan penataan taman kotanya yang begitu rapi. Setiap sudut jalan utama kota terlihat hijau, tanaman pun juga nampak dipelihara dengan baik. Kalo boleh saya bilang, soal taman kota, Surabaya saya kasih julukan "Singapore" nya Indonesia deh ! Hehehe...

Ada satu hal lain yang baru pertama kali saya temui di Indonesia, dan hanya saya temui di kota Surabaya (saya belum tau pasti apakah dikota lain sudah ada hal semacam ini atau tidak).
Nama sistemnya saya juga ga tau pasti, yang saya tau adalah sedikit gambaran mengenai cara kerjanya.
Jadi gini, biasanya kebanyakan warga kota itu kalo mau nyebrang jalan kan tinggal nyebrang aja tuh, liat kanan-kiri, lambai-lambain tangan, perlahan-lahan nyebrang deh. Minimal hal semacam ini (yang bener) dilakuin di zebra cross lah. Atau gak, kalau nyebrang lewat jembatan penyebrangan, kalo yang kaya gini di Jakarta biasanya.

Sekarang kalo di Surabaya ada yang unik nih. Kemarin pas saya kesana, tepatnya pas lewat depan Galaxy Mall, deket kampus UNAIR Mulyorejo, saya melihat ada zebra cross yang dilengkapi dengan traffic light (bangjo) khusus pejalan kaki yang akan menyebrang. Lazimnya, zebra cross dibuatnya "sepaket" ama bangjo yang seringnya ada di perempatan. Tapi kali ini beda, bangjo ama zebra cross nya cuma khusus buat pejalan kaki.
 Cara kerjanya, kalo misal ada orang pengen nyebrang, di lampu bangjo tadi ada tombol. Apabila tombol itu dipenjet, maka otomatis bangjo akan menunjukkan warna merah. Kendaraan yang lewat dijalan situ wajib berhenti, dan pejalan kaki pun dapat dengan aman menyeberang.
Kalo buat saya ini merupakan suatu terobosan baru. Hal-hal semacam ini perlu diterapkan di daerah-daerah lainnya. Surabaya tidak hanya menjadikan metropolitan sebagai konsep, tapi kota ini juga sudah mengimplementasikan langkah-langkah riil dari konsep tersebut. Sing genah, Suroboyo manteb cuk !!

Wassalam...

Saturday, April 16, 2011

Quote Pilihan

Beberapa waktu lalu, saya baru saja membaca buku berjudul Notes From Qatar. Sebuah buku dari seorang mahasiswa Indonesia bernama Muhammad Assad, yang memperoleh biasiswa S2 di Qatar. Dari buku ini, banyak sekali saya temukan kata-kata penyemangat yang saya nilai ampuh untuk memotivasi diri kita.

"Bersyukur itu sangat powerful, karena merupakan kunci dari kebahagiaan sejati" 
Sampai saat ini, jujur saja saya masih sulit untuk menerapkannya. Saya masih sering mengeluh, dan bahkan merasa kurang beruntung dibandingkan dengan orang lain. Dalam kondisi yang sebenarnya sudah serba tercukupi seperti saat ini saya masih sering terjebak dalam kekhilafan untuk tidak mensyukuri seluruh nikmat yang saya dapatkan saat ini.

"Kita tidak sadar dengan apa yang kita miliki, tapi lebih sering menggunakan ego untuk menuruti apa yang kita inginkan"
Kata-kata ini berkaitan erat dengan kat-kata sebelumnya. Nafsu seringkali lebih dominan dalam diri saya. Nafsu seringkali membuat saya lupa dengan segala yang telah ada pada saya saat ini. Kata-kata ini akan sangat membantu kita untuk lebih keras lagi belajar bersyukur.

"Kerja keras adalah tugas fisik kita, kerja cerdas adalah tugas akal kita dan kerja ikhlas adalah tugas hati kita"
Kalau kata-kata yang satu ini, adalah impian saya. Menjadi mimpi bagi saya karena saya begitu mendambakan komposisi keadaan yang begitu seimbang seperti yang tergambar dari kata-kata itu.

"There is no growth in comfort zone and there is no comfort in growth zone"
Pada dasarnya kata ini mendorong kita untuk lebih berani dalam hal "berpetualang".  Berpetualang untuk bisa berkembang.

"Doa tanpa usaha adalah bohong, dan usaha tanpa doa adalah sombong"
 Tidak perlu dijabarkan lebih lanjut. Saya yakin teman-teman semua akan sangat mudah memahaminya.

Sekian sedikit sharing dari saya, semoga bermanfaat untuk kita semua.
wassalam...

Thursday, April 14, 2011

Globalisasi Moda Transportasi Trans Jogja

Ini sedikit sharing dari tugas kelompok salah satu mata kuliah yang saya ambil, Globalisasi. dalam tugas kelompok tersebut, kelompok kami akan mengadakan pengamatan mengenai efek globalisasi yang telah merambah bidang transportasi, lebih khususnya bus Trans Jogja. Globalisasi dan transportasi merupakan dua hal yang saling mengandaikan. Di satu sisi globalisasi mungkin terjadi dengan adanya kemajuan di bidang telekomunikasi dan transportasi, dan di sisi yang lain globalisasi mempengaruhi dinamika transportasi sedemikian rupa. 

Seperti yang ditulis Marx dalam Manifesto of the Communist Party (1848), globalisasi yang tak terlepas dari perputaran modal bergerak seiring perluasan pasar. “Kebutuhan memperluas pasar secara terus-menerus demi memasarkan produknya mengejar para borjuis ke seluruh permukaan dunia. Mereka harus bersarang dimana-mana, menetap dimana-mana, membangun jaringan dimana-mana,” tulis Marx.[i] Ia juga meramalkan bahwa suatu saat industri secara massal tidak lagi hanya memanfaatkan bahan baku lokal, namun memasoknya dari tempat yang jauh. Begitu juga kegiatan konsumsi, bukan hanya untuk dikonsumsi di wilayah sendiri melainkan di wilayah lain.


Apa yang diramalkan Marx tidak terjadi saat ini kecuali dengan kemajuan di bidang transportasi, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai “pengangkutan barang oleh berbagai jenis kendaraan sesuai dengan kemajuan zaman”. Di Yogyakarta, globalisasi juga mempengaruhi dinamika transportasi kota. Dinamika ini dapat diamati melalui pengadaan Tran Jogja oleh pemerintah daerah, sistem transportasi bus cepat, murah dan ber-AC di seputar Kota Yogyakarta. Dengan motto “Aman, Nyaman, Andal, Terjangkau, dan Ramah lingkungan”, Trans Jogja mulai dioperasikan pada awal bulan Maret 2008 oleh Dinas Perhubungan, Pemerintah Provinsi DIY. Pemerintah daerah menyatakan, Trans Jogja merupakan upaya optimalisasi transportasi publik di Yogyakarta. 

Herry Zudianto, Walikota Yogyakarta mengakui bahwa layanan transportasi publik khususnya di Kota Yogyakarta memang masih jauh dari ideal. Untuk itu, Kota Yogyakarta dan pihak swasta, yaitu PT Jogja Tugu Trans, mengelola sejumlah 20 armada Trans Jogja dan sekitar 34 halte Trans Jogja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan transportasi yang nyaman, murah, aman, dan cepat. PT Jogja Tugu Trans merupakan wujud konsorsium empat koperasi pengelola transportasi umum kota dan pedesaan di Yogya (Koperasi Pemuda Sleman, Kopata, Aspada, dan Puskopkar) dan Perum DAMRI.

Trans Jogja menggunakan bus (berukuran sedang) dan menerapkan sistem tertutup, dalam arti penumpang tidak dapat memasuki bus tanpa melewati gerbang pemeriksaan, seperti juga TransJakarta. Selain itu, diterapkan sistem pembayaran yang berbeda-beda: sekali jalan, tiket pelajar, dan tiket umum berlangganan. Ada tiga macam tiket yang dapat dibeli oleh penumpang, yaitu tiket sekali jalan (single trip), dan tiket umum berlangganan. Tiket ini berbeda dengan karcis bus biasa karena merupakan merupakan kartu pintar (smart card). 

Karcis akan diperiksa secara otomatis melalui suatu mesin yang akan membuka pintu secara otomatis. Penumpang dapat berganti bus tanpa harus membayar biaya tambahan, asalkan masih dalam satu tujuan. Secara umum, Trans Jogja beroperasi dengan melalui rute-rute jalan utama di Jogjakarta, dan rute-rute yang dilalui berada di dalam kota Jogjakarta. Untuk lebih mempermudah penumpang dalam menghafalkan jalur, setiap 2 (dua) jalur akan melewati rute yang sama, dengan arah yang berlawanan. Sampai dengan saat ini, ada 8 (delapan) jalur Trans Jogja yang beoperasi.[ii] 

Skema transportasi publik yang diterapkan di Yogyakarta melalui Trans Jogja meruapakan adopsi dari Bus Rapid Transit (BRT). Skema transportasi yang satu ini telah diterapkan di berbagai kota di seluruh dunia seperti Washington (Amerika Serikat), Bogota (Kolombia), Beijing (RRC), Teheran (Iran), Hamburg (Jerman), Lagos (Nigeria), dan banyak lagi. Ciri-ciri utama BRT yaitu adanya jalur eksklusif bus yang jamak disebut right-of-way, jalur yang komprehensif dan jelas, dilengkapi halte dengan fitur-fitur kenyamanan dan teknologi yang memadai, serta sistem naik-turun penumpang yang tertutup. Kecuali jalur eksklusif bus, semua ciri-ciri utama BRT dapat ditemukan pada sistem Trans Jogja.

BRT merupakan skema transportasi kota yang dianjurkan berbagai otoritas internasional. Dalam United Nations Framework Conventions on Climate Change, BRT dibahas dan dianjurkan ke berbagai negara. BRT dianggap dapat mengurangi emisi karbondioksida karena, improved fuel-use efficiency through new and larger buses, mode switching due to the availability of a more efficient and attractive public transport system, load increase by having a centrally managed organisation dispatching vehicles, potentially a fuel switch to low carbon fuels.[iii] Penerapan BRT dari Desember 2000 sampai Mei 2001 di Bogota yang merupakan salah satu contoh sukses BRT dalam laporan World Bank telah berhasil sampai 40 persen di ibu kota Kolombia tersebut. Kajian lain menyatakan penerapan BRT dapat membuat suatu kota menghemat 18.300 barel minyak setiap tahunnya.[iv] Di Yogyakarta sendiri, keuntungan penerapan BRT yang sudah mulai dirasakan masyarakat adalah biayanya yang murah.

Hubungan antara globalisasi dan penerapan Trans Jogja dapat dilihat melalui dua perspektif. Pertama, globalisasi telah menyediakan solusi konseptual bagi pemerintah daerah untuk menyediakan transportasi publik yang murah dan ramah lingkungan. Konsep BRT, yang dikembangkan oleh berbagai pihak di seluruh dunia, merupakan sumbangan globalisasi bagi masyarakat lokal. Seandainya Yogyakarta tertutup dari globalisasi, mungkin konsep BRT tidak akan sampai dan Trans Jogja tidak akan terselenggara. Berkat globalisasi, infromasi mengenai konsep BRT dapat diakses dengan mudah melalui berbagai media, internet misalnya. 

Kedua, disisi lain globalisasi pula yang telah menyebabkan berbagai persoalan baru sehingga masyarakat perlu mencari solusinya. Mulai dibahasnya persoalan lingkungan akhir-akhir ini tak terlepas dari eksploitasi alam yang merupakan efek samping globalisasi. Dalam loka karya yang diselenggarakan Organization for Economic Cooperation and Development pada 1997 disebutkan, “globalisasi dapat meningkatkan atau menambah tekanan terhadap lingkungan dan sumber daya alam dengan tingginya angka perdagangan dan investasi,”.[v] Maraknya penggunaan transportasi misalnya, telah meningkatkan emisi karbon dan memicu krisis energi. Perjalanan dengan pesawat dari Toronto ke Paris misalnya, menyumbangkan dampak pemanasan global yang setara dengan mobil yang menempuh 36.000 km.


[i] Karl Marx and Friedrich Engels, Manifesto of the Communist Party, 1848
[iii] UNFCCC, Baseline Methodology for Bus Rapid Transit Project, 28 July 2006
[v] Richard Gilbert, Globalization, Transport, and the Environment, prepared for the meeting of the working group on transport OECD Environment Directorate, Paris, France, January 30-31 2006

Ekonomi Politik Internasioanl (Sebuah Kritik Terhadap Sistem Teknologi, Inovasi dan Proses Transfer yang Berlangsung)

            Didalam dunia yang semakin berkembang seperti saat ini, teknologi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Teknologi juga memiliki pengaruh yang signifikan dalam perekonomian suatu Negara. Dalam perekonomian dunia, teknologi menjadi sebuah komoditi penting. Untuk itu, tak jarang suatu Negara bahkan menjadikan teknologi sebagai komoditi utama perdagangan merekan dan menjadikan sebagai penggerak perekonomian mereka. Inovasi teknologi juga semakin meluas. Diawali dikawasan eropa dan amerika, inovasi teknologi saat ini juga semakin berkembang dikawasan asia-pasifik dengan aktornya adalah Amerika Serikat dan Jepang sebagai pemimpin utama, yang kemudian diikuti oleh Taiwan, Korea Selatan, China dan Singapura. Negara-negara ini telah mengadakan investasi dalam jumlah besar untuk meningkatkan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi mereka sebagai dasar dalam rangka usaha untuk melakukan inovasi teknologi.
            Walaupun dijelaskan dengan cara yang berbeda di Negara yang berbeda pula, ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi sebuah hal penting dari strategi pengembangan apapun. Para pemerintahan Negara semakin memperhatikan sector bisnis untuk mengendalikan perumbuhan dan inovasi teknologi, disamping itu juga mengarahkan ilmu pengetahuan sector public kearah pasar. AS dan Jepang merupakan Negara yang paling maju secara teknologi di dunia dan sebuah sumber utama dari teknologi baru untuk Negara lain di asia-pasifik. Arus investasi pengetahuan telah menjadi factor penting yang mendasari sebuah kesuksesan yang ingin dicapai. Kemampuan untuk mempelajari dan mengeksploitasi teknologi asing membutuhkan kemampuan domestic. Negara-negara asia timur, dengan investasi mereka dalam infrastruktur dan modal sumber daya menusia yang handal mampu mengembangkan berbagai inovasi baru dalam bidang teknologi. Pemerintah darei Negara-negara ini juga menyediakan lingkungan makro yang stabil dan juga berbagai kebijakan industri yang secara keseluruhan mendukung pengembangan teknologi. Namun tidak semua kebijakan ini dapat berlangsung dengan baik, di beberapa kawasan asia-pasifik, amerika tengah dan selatan justru mengalami kegagalan yang didapatkan karena ketidaksiapan mereka menghadapi arus perkembangan teknologi yang begitu cepat.
            Pada Negara-negara di kawasan asia-pasifik yang sukses menerapkannya, mereka memulainya melalui prakrtek budaya dan organisasi yang kemudian berhasil membentuk kerangka kerja untuk mendukung eksploitasi teknologi baru dari sumber domestic dan asing. Kemudian Negara-negara tersebut semakin mengembangkan investasi jangka panjang dalam rangka pengembangan teknologinya dengan mendapatkan dukungan dari Negara yang lebih maju yang memberikan bantuan berupa penelitian fundamental jangka panjang yang diperlukan utuk mendasari industri kedepannya. Walaupun perbedaan budaya, keadaan ekonomi dan politik terdapat dikawasan ini, akan tetapi terdapat bukti yang berkembang bahwa semakin banyak Negara di asia yang memperhatikan internasionalisasi system pengembangan teknologi mereka dengan menangkap arus pengetahuan yang semakin disediakan oleh pengetahuan yang mengglobal. Ini merupakan sebuah proses regionalisasi dengan tujuan utamanya ingin mencapai perdagangan intra-regional dan pertukaran teknologi yang lebih besar.
            Berbagai upaya yang dilakukan oleh Negara-negara tersebut merupakan suatu bukti bahwa terdapat hubungan erat antara teknologi dan pertumbuhan ekonomi.[1] Dari sini, kita dapat melihat bahwa adanya peningkatan teknologi pada Negara-negara tersebut merupakan hasil dari kebijakan sector public yang dirancang untuk mempromosikan iptek, dan merupakan hasil dari aktifitas-aktifitas perusahaan yang melakukan research and development serta akusisi teknologi dalam rangka mengejar sasaran kompetitif mereka sendiri. Pada akhirnya hal ini menghasilkan suatu system yang disebut sebagai system inovasi nasional (National System Inovation). Melalui system inovasi nasional, pengetahuan dihasilkan dan bersama dengan pengetahuan yang sudah terlebih dahulu ditemukan secara bersama diaplikasikan. Perspektif ini mengarah pada konsep system inovasi nasional yang terdiri dari organisasi, institusi dan hubungan didalam sebuah Negara yang menghasilkan, menyebarkan dan mengaplikasikan pengalaman ilmiah dan teknologi. Konsep system inobasi nasional ini dimulai dengan sebuah asumsi bahwa sebuah kinerja kompetitif nasional tergantung pada kemampuan teknologi dari peruasahaan sebuah Negara. Kemampuan peruasahaan ini untuk berinovasi tergantung pada kemampuan mereka sendiri dalam interaksi mereka dengan beragam sumber pengetahuan, fasilitas dan pendanaan eksternal.[2]
            Didalam system inovasi nasional, yang menjadi aktor utama adalah pemerintahan suatu Negara yang menerapkan system ini. Peran lainnya dimainkan oleh mekanisme pasar dan kompetisi dimana mengendalikan pengembangan teknologi dan ekonominya. Mekanisme pasar berfungsi dalam konteks institusi, social, politik dari Negara tersebut. Di Negara-negara kawasan Asia Tenggara, pemerintah memainkan peran utama dengan menetapkan kerangka kerja institusi (seperti hak property) dan menyediakan sebuah lingkungan makro yang sehat dimana memungkinkan sebuah aktivitas inovasi untuk dihargai. Disamping itu, pemerintah juga memainkan peran penting dalam mejelaskan dan mengimplementasikan kebijakan industri, khususnya mengenai pengadaan promosi industri teknologi secara intens.
            Didalam berlangsungnya kegiatan ekonomi, swasta merupakan sector penting pengembangan dan transfer teknologi. Demikian juga dengan sector public, dimana memainkan peranan penting dalam rangka pengawasan terhadap kegiatan dari sector swasta. Sector public, dalam hal ini pemerintah, mendukung berlangsungnya inovasi teknologi secara langsung melalui peraturan yang memberikan kemudahan dalam pengembangan dan penelitian teknologi dan komersialisasi oleh swasta. Teknologi dan institusi terus berkembang sepanjang waktu dan membentuk sebuah system inovasi yang unik. Sistem inovasi nasional didalam artikel ini dapat dibedakan dalam beberapa kategori. Dikawasan asia-pasifik, kategori pertama adalah Negara dengan “warisan” eropa seperti AS, Australia dan Selandia Baru. Kemudian kategori kedua terdapat Jepang dan NIEs seperti Negara Korea Selatan, Taiwan, Singapura dan Hong Kong. Kategori selanjutnya adalah Negara-negara di ASEAN seperti Brunei, Thailand, Indonesia, Malaysia, Filipina dan Vietnam.
            Konsep system inovasi nasional ini tidak serta merta diterima. Pada satu sisi konsep “nasional” mungkin terlalu luas dan disisi lain terlalu terbatas. Banyak system inovasi terlihat spesifik secara sektoral dengan pola interaksi yang berbeda antar sector dalam sebuah konteks nasional. Disaat yang bersamaan banyak dari system inovasi ini melewati batas nasional, yang mencerminkan kenyataan bahwa aktifitas ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mengglobal dalam kreasi dan persebarannya. Hal ini tak lepas dari peranan perusahaan multinasional dan sebagian karena tumbuhnya kepentingan hubungan kolaboratis antar para peneliti.
            Krtitik juga muncul pada penggunaan istilah ’inovasi’ dan ‘sistem’. Inovasi seringkali diambil untuk melakukan tahap pembaharuan dalam melakukan hal tertentu. Dalam konteks sistem inovasi nasional (NSI), istilah ini digunakan secara luas untuk melingkupi proses-proses dimana perusahaan menguasai dan mengimplementasikan desain produk dan proses manufaktur yang baru bagi mereka. Kemudian inovasi dalam konteks ini diambil untuk memaknakan kreasi pengetahuan baru dan eksploitasi pengeatahuan yang sudah ada dari sumber lainnya, di dalam maupun luar negeri. Dengan cara yang sama, istilah ‘sistem’ digunakan dalam konteks yang lebih umum daripada ketika ia diperlakukan untuk sesuatu yang sedang dirancang dan dibangun. Dalam konteks NSI, konsep lebih mengacu pada perangkat institusi yang interaksinya menentukan kinerja inovatif dari perusahaan nasional, termasuk didalamnya adalah sistem pendidikan, sikap perusahaan, bentuk sistem financial, peran organisasi pemerintah. Dalam hal ini, tidak ada asumsi bahwa sistem telah dirancang dengan sengaja atau bahwa sistem ini bekerja efektif dan koheren.
            Perusahaan multinasional (MNC) yang juga berperan dalam proses pengembangan dan perluasan arus teknologi juga perlu mendapatkan kritik. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya berhati-hati untuk menggunakan pengetahuan vital mereka ketika berinvestasi di Negara asing. Kritik terhadap MNC adalah mengenai kebiasaan mereka yang melisensi teknologi yang lebih tua untuk perusahaan di Negara-negara berkembang, sementara tetap mempertahankan teknologi baru di Negara asal, dengan perusahaan lokal dicegah untuk mendapatkan dan menguasai teknologi yang diperlukan untuk bersaing dengan perusahaan di Negara maju. Selain itu, hal yang perlu didebatkan lagi adalah apakah MNC benar-benar mentransfer hasil penelitian (research) mereka kepada Negara-negara di asia-pasifik yang tidak terlalu maju, meskipun mereka cenderung mengembangkan hasil dari pengembangan penelitian (development) mereka dengan lebih siap.
            Untuk studi kasus yang ingin saya ambil adalah mengenai transfer hasil penelitian dari MNC asing di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia Tenggara yang menjadi kawasan outsourcing dari para Negara industry dengan basic industry yang maju. MNC tersebut biasanya bergerak dalam bidang otomotif dan elektronik. MNC Jepang sejak masa orde baru, memulai ekspansi teknologinya di Indonesia. Dengan kebijakan penanaman investasi yang relative longgar dari pemerintah, perusahaan Jepang yang dapat dengan mudah menjalankan usahanya di Indonesia. Begitu banyak produksi otomotif dan elektronik dari Jepang yang diproduksi di Indonesia.
            Di satu sisi kegiatan ini merupakan keuntungan bagi Indonesia, karena dengan adanya perusahaan asing di Indonesia maka terbukalah lapangan pekerjaan bagi para tenaga kerja local. Akan tetapi disisi lain, ini juga menjadi suatu kerugian bagi Indonesia. Negara ini hanya sekedar menjadi produsen dari barang-barang yang kebanyakan di ekspor dari Negara produsen asal. Setelah barang tersebut diproduksi disini, pasar terbesar komoditi tersebut adalah Indonesia, ini merupakan salah satu alasan ekonomis dari perusahaan tersebut dimana ongkos distribusi barang relative murah.[3] Otomatis dengan semakin banyaknya perusahaan asing Jepang yang mengadakan outsourcing di Indonesia, semakin banyak pula peredara barang asing di negeri ini.
            Hasil produksi asing yang note bene sudah terjamin kualitasnya dan dipasarkan dengan harga yang relative terjangkau di pasar lokal, tentu saja membuat produksi asing (elektronik dan otomotif) menjadi konsumsi utama penduduk negeri ini. Akibatnya hasil produksi lokal dinomer duakan. Padahal, sebenarnya produksi lokal hasilnya mampu memberikan kualitas yang bersaing dengan produk asing. Akan tetapi karena telah lamanya masyarakat kita memakai produksi asing, pikiran mereka telah terpatri dengan fanatisme terhadap penggunaan produksi asing. Hal ini pun berakibat pada banyaknya pembajakan terhadap komoditi asing yang beredar di Indonesia. Dengan pembajakan ini, kerugian yang diderita oleh Negara semakin besar. Setelah kehilangan pasar terhadap produksi lokal, pembajakan juga berakibat pada berkurangnya pajak yang seharusnya didapatkan oleh Negara.


[1] (PDF) diunduh melalui situs http://www.adiat.org/documento/33.pdf pada 30 Oktober 2009 pukul 19.5
[2] Dodgson, M. and J. Bessant. Effective Innovation Policy: A New Approach. London, International Thomson Bussines Press. 1996.

Multy Track Diplomacy

            Ketika saya masih berada dibangku sekolah menengah atas, saya memiliki cita-cita agar kelak bisa menjadi seorang diplomat. Dimata saya kala itu, seorang diplomat terlihat keren. Gimana gak keren coba, kerjanya saja di luar negeri, bisa keliling dunia, ditambah lagi gajinya dollar pula. Singkat cerita, dengan berbagai usaha saya bisa diterima untuk kuliah di jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada. Pada masa awal kuliah, tentunya mata kuliah yang diberikan merupakan dasar-dasar dari ilmu Hubungan Internasional itu sendiri. Salah satu mata kuliah yang paling mendasar dari ilmu Hubungan Internasional adalah “Diplomasi”.
            Saya sangat bersyukur sekali bisa mengikuti mata kuliah ini. Dari sini pikiran saya menjadi “terbuka”. Pengetahuan saya selama ini mengenai apa yang disebut “Diplomat” selalu saya kaitkan dengan birokrat. Gambaran saya mengenai seorang diplomat adalah seseorang yang bertugas di Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia yang mendapat tugas untuk ditempatkan di berbagai keduataannya di berbagai Negara. Atau, pengertian lain saya mengenai seorang diplomat adalah seseorang yang bekerja di lembaga internasional macam PBB. Ternyata diplomat tidak sesempit itu, hal ini terlihat jelas dari salah satu pembahasan di mata kuliah diplomasi. Pada bab “Multy Track Diplomacy” disebutkan bagaimana luasnya cakupan seorang diplomat.
Seiring dengan berkembangnya jaman, berbagai aspek kehidupan masyarakat pun terkena imbasnya. Kehidupan menjadi semakin modern. Dalam hal ini, diplomasi juga tak luput terkena imbas perkembangan dunia. Orang sudah semakin maju dalam berfikir, mereka tak harus mengandalkan otot atau berperang untuk menyelesaikan suatu permasalahan, otak juga dituntut untuk dapat mengatasi permasalahan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah melalui jalur diplomasi.
            Dalam perkembangannya diplomasi terbagi menjadi sembilan jalur. Kesembilan jalur tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Yang pasti, kesembilan jalur ini lebih mengedepankan jalan damai, dan tentunya sebisa mungkin menghindari terjadinya peperangan. Jalur yang pertama adalah melalui pemerintah. Pelaku utama dari jalur ini adalah  para diplomat yang berasal dari kalangan pemerintah. Kegiatan utama dari jalur ini adalah membuat dan mengimplementasikan kebijakan luar negeri negaranya dan juga mengadakan berbagai perundingan bilateral maupun multiralteral. Tugas lain dari jalur pertama ini juga menangani isu-isu yang berkaitan dengan hubungan internasional antar bangsa, konflik kekuasaan, perdamaian, dan juga resolusi suatu konflik. Kekurangannya adalah, eksklusivitas, keelitan, dan potensi untuk penyalahgunaan kekuasaan.
            Jalur kedua adalah non pemerintah. Pelakunya dapat berasal dari jalur satu, atau juga dapat berasal dari aktivis sosial/pendidikan. Kegiatan yang biasa dilakukan antara lain adalah mengadakan workshop, menjadi mediator dan konsultan dalam peacemaking process. Kelebihan dari jalur kedua ini adalah  penggunaan problem-solving approach dalam berbagai diskusi informal, memudahkan mendapat akar masalah dan pada akhirnya mampu menciptakan solusinya. Jalur ketiga adalah melalui bisnis/perdagangan. Pelaku dari jalur ini adalah kalangan yang berasal dari MNC, yang terdiri dari beragam golongan. Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah mengadakan pertemuan bangsa-bangsa, sebagai saluran komunikasi, sebagai wadah untuk membangun network. Isu yang menjadi perhatiannya antara lain adalah tentang pertanggung jawaban mereka terhadap lingkungan. Kelemahan dari jalur ini adalah ekploitasi kemanusiaan yang ditujukan untuk pencapaian tujuan mereka.
            Jalur keempat dan lima adalah penduduk dan aktivisme. Kedua jalur ini hampir sama, baik kegiatan maupun pelaku utamanya. Akan tetapi, kegiatan dari jalur kelima lebih ekstrem seperti pemogokan, mobilisasi massa, aksi protes, dan hal tersebutlah yang menjadi kelemahan dari jalur ini. Apa yang mereka lakukan bisa saja menimbulkan masalah baru dengan kelompok lain, bukannya menciptakan suatu solusi. Tetapi dengan aksi yang mereka lakukan, berbagai aspirasi yang berasal dari masyarakat lemah dapat mereka salurkan. Untuk jalur keempat, dengan pelaku utamanya adalah warga negara. Kegiatan yang dilakukan lebih bersifat formal, seprti dialog, konferensi. Kelemahan dari jalur ini adalah kurang bisa bersinergi dengan pemerintah dan non pemerintah (jalur 1 & 2).
            Jalur keenam adalah melalui pendidikan. Dengan berdasarkan argument bahwa semakin terdidik seseorang maka mereka akan semakin mudah menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi, jalur ini memfokuskan kegiatannya dengan berbagai hal yang serba intelektual. Kegiatannya antara lain penelitian umum, analisa public, serta berbagai riset yang dilakukan oleh think thanks bentukannya. Akan tetapi, sisi negative dari jalur ini adalah dapat memanipulasi data untuk tujuan tertentu. Untuk jalur ketujuh dan delapan adalah melalui agama dan pendanaan. Pelaku dari jalur agama berasal dari komunitas agama. Kegiatan yang biasa dilakukan antara lain adalah aksi sosial yang biasanya juga dengan diadakan doa bersama. Sedangkan pelaku dari jalur pendanaan dapat seorang individu maupun suatu komunitas penyandang dana. Dengan adanya komunitas ini, sangat berpotensi untuk membuat dunia menjadi lebih baik melalui pendanaan berbagai proyek dengan tujuan perdamaian.
Jalur kesembilan adalah melalui komunikasi dan media. Pelaku jalur ini adalah media pendidikan dan media elektronik. Kegiatan dari jalur ini adalah reportase, berita harian, ataupun juga talk show. Dengan jalur ini, rakyat bisa mendapatkan penghubung dengan pemerintah. Dengan jalur ini, masyarakat juga dapat disatukan untuk lebih memperhatikan berbagai isu mutakhir. Akan tetapi, media dengan kemampuan mengontrol informasi yang dimiliki juga dapat menyalahgunakannya. Dari penjelasan bab “Multy Track Diplomacy” ini, saya kemudian mendapatkan satu kesimpulan dasar bahwa “Diplomat tidak selalu harus berada di lingkaran birokrat”. Kedepannya saya bisa menjadi diplomat melalui banyak jalur, tidak hanya sakleg pada keharusan tergabung dalam lingkaran birokrat saja. Semoga postingan ini bisa memberikan sedikit gambara mengenai pengertian dari Diplomat. Sekian dan semoga bermanfaat.





Untitled

Kali ini bukan keyboard yang menari, melainkan keypad hape saya yang juga kepingin ngikut buat penuh-penuhin page blog baru ini. Sebenernya kegiatan nge-blog ini sudah saya inginkan sejak lama, tapi gatau kenpa bawaannya males mulu tiap kali mau ngebuat akunnya. Tapi gak papa lah, walopun ini sudah termasuk (sangat) terlambat, mungkin saya bisa menggunakan kalimat "lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali" sebagai alibinya. Untuk kali ini, awal nge-blok kaya gini, jujur aja saya masih bingung musti goyangin keyboard ataupun keypad hape saya buat nyusun kalimat apa aja, belum ada bayangan. Mungkin lebih baik saya lanjutkan besok aja kali ya, ketimbang jari pegel mencet keypad mulu. Ya sudah lah, segini dulu aja. Pamit tidoor yoo...