Wednesday, October 12, 2011

Battleship Potemkin

“the man who was killed for a plate of soup.”

Sebuah kalimat yang tertulis dalam selembar kertas yang diletakkan diatas jasad seorang tentara Rusia dari kapal perang Potemkin. Salah satu bagian dalam film Battleship Potemkin garapan sutradara Rusia, Sergei Eisenstein ini merupakan satu dari banyak adegan dramatis di film tersebut. Film ini dibuat pada tahun 1925 dengan teknik montage. Untuk film yang hampir seabad silam, dari segi teknik pembuatan hingga kekuatan cerita membuktikan, Battleship Potemkin benar-benar digarap serius. Film ini kental akan muatan propaganda, dimana kala itu partai Bolshevik (Partai Komunis Rusia) yang dipimpin oleh Vladimir Ulyanov (nama samaran Lenin) memberikan perintah khusus kepada Eisenstein untuk membuat sebuah film yang akan digunakan dalam peringatan 20 tahun revolusi kedua Rusia.
Film ini sendiri terbagi menjadi 5 bagian : Man and Magots, Drama at the Harbor, A Dead Man Calls for Justice, The Odessa Staircaces, dan The Rendez-Vous with a Squadron. Dari ke lima bagian ini, secara umum menceritakan tentang bagaimana kaum komunal berhasil meruntuhkan dominasi segelintir elit yang berkuasa. Kala itu di kapal perang Rusia, Potemkin, para awak kapal diperlakukan dengan tidak manusiawi. Sebab utama dari keadaan ini adalah kondisi Rusia yang kala itu dibawah kekuasaan Tsar memang sedang buruk. Saking buruknya, tentara mereka yang berada dalam kapal Potemkin harus makan dengan soup yang dagingnya telah penuh dengan belatung. Dari sini kemudian muncul tokoh heroik yang menjadi inisiator “perlawanan” terhadap pimpinan kapal, dialah Vakulinchuk. Dia mengajak awak kapal lainnya untuk melakukan protes terhadap hal ini, akan tetapi pimpinan kapal bersikeras bahwa daging tersebut masih layak untuk dikonsumsi.
Awak kapal yang kecewa dengan kebijakan dari pimpinan kapal kemudian melakukan aksi protes dengan menolak untuk memakan sup yang telah disajikan. Aksi mogok makan ini kemudian direspon pimpinan kapal dengan menghukum mati para awak yang menolak untuk memakan sup yang telah disediakan. Propaganda pertama terlihat disini, dimana para awak pada akhirnya membangkang dari segelintir elit yang dictator dan tidak manusiawi. Mereka melawan para pimpinan kapal dan berhasil menguasai kapal, sayangnya Vakulinchuk tewas tertembak. Selanjutnya mereka menuju pelabuhan Odessa. Mereka menyemayamkan jasad Vakulinchuk di pinggir dermaga, menjadikannya sebuah simbol perlawanan terhadap Tsar. Penduduk Odessa yang bersimpati akhirnya memberikan bantuan berupa makanan kepada awak kapal. Propaganda kedua terlihat jelas disini. Film ini menampilkan begitu banyak orang yang berbondong-bondong melihat jasad Vakulinchuk dan secara spontan menyuarakan revolusi.
Bagian selanjutnya dari film ini kemudian menampilkan bagaimana warga Odessa dibantai oleh tentara Tsar di tangga yang terletak di tengah kota. Begitu banyak adegan dramatis disini. Mulai dari seorang ibu yang histeris ketika anaknya mati terinjak-injak di tangga, kereta bayi yang meluncur dari atas tangga, hingga seorang wanita yang tertembak dibagian matanya. Sedangkan dibagian akhir film menampilakan pertempuran antar kapal perang tentara Tsar dan juga Potemkin. Akan tetapi tidak semua kapal terlibat dalam pertempuran. Pada akhirnya, awak Potemkin berhasil membujuk beberapa kapal perang lainnya untuk membelot kepada kekuasaan Tsar.
“one of the most renowned films in the history of cinema and containing perhaps the best known sequence in the medium’s entire history”[1]. Kutipan kalimat diatas tidaklah berlebihan. Film ini memang pantas mendapatkan predikat sebagai salah satu film terbaik sepanjang masa yang pernah dibuat. Kebudayaan, sejarah, perilaku, maupun intrik politik yang sedang terjadi di suatu negara dapat diketahui salah satunya melalui film. Ketika mengurai adegan dalam film Battleship Potemkin, kita dapat melihat dengan jelas bagaimana kondisi sosio-kultur maupun dinamika politik yang terjadi di Rusia. Secara keseluruhan, melalui film ini emosi penonton benar-benar berhasil dimainkan oleh Esenstein. Meskipun film ini adalah film bisu, akan tetapi “bahasa film” disajikan dengan sangat baik oleh Esenstein, terutama dengan menggunakan teknik montage-nya. Teknik ini berhasil menjadi nilai tambah dari film ini, penonton dibuat untuk tidak bosan dengan film bisu ini. Film ini bukan hanya sebuah karya besar yang ada di tahun 1920-an, akan tetapi benar-benar menjadi sebuah karya besar sepanjang masa dalam dunia perfilman. Pesan yang disampaikan oleh film ini sudah pasti akan membuat penonton film di era tersebut akan "termakan" propaganda dari parta Bolsevhik. Dengan kuatnya pesan yang ada dalam film ini, dari segi politik hal yang diraih adalah semakin kuatnya legitimasi partai yang dipimpin Lenin tersebut untuk memimpin Rusia.




[1] http://www.sensesofcinema.com/2000/cteq/potemkin/

Saturday, August 20, 2011

ARTI SEBUAH KEMERDEKAAN


Wonosobo, 17 Agustus 2011
04.48 WIB
            Pada tanggal 17 Agustus tahun 1945, atas nama bangsa Indonesia, Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Hingga detik ini, kita telah melalui masa kemerdekaan ini sampai dengan 66 tahun. Itu bukan waktu yang singkat, 66 tahun merupakan tenggang waktu yang lama untuk ukuran usia sebuah negara. Sebagaimana kehidupan seseorang, negara ini juga telah mengalami perputaran. Ada kalanya kita berjaya, dan ada kalanya juga negara ini menderita. Semua itu berhasil dilalui negara ini, dan sampai detik ini kita masih MERDEKA!
            Akan tetapi setelah berjalan selama 66 tahun, masih saja banyak orang yang mempertanyakan kemerdekaan ini. Parahnya lagi, sebagian besar orang-orang ini hanya bisa saling menyalahkan, memprotes negara dan tidak punya solusi untuk berbagai permasalahan yang terjadi. Negeri yang seharusnya mereka banggakan justru terus-menerus dicaci. Negeri yang seharusnya mereka bangun justru secara tidak sadar mereka hambat kemajuannya dengan pikiran-pikiran sempit yang bersifat merusak.
            Dengan ribuan twitt cacian mereka buat negara, masih saja mereka belum merasa merdeka. Dengan kehidupan enak dan serba kecukupan masih saja mereka merasa belum merdeka. Lantas kemerdekaan apa yang mereka inginkan? Kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia? Ya, itu memang tujuan utama negara ini mencapai kemerdekaan, negara ini ingin seluruh rakyat negara ini benar-benar merasakan menjadi individu yang merdeka! Lantas, apakah hal ini bisa diwujudkan dengan hanya terus-menerus mencaci, menyalahkan atau bahkan meragukan kemerdekaan yang kita raih ini? Jawabannya sudah jelas, TIDAK.
            Pikiran saya itu sangat sederhana, marilah kita semua mensyukuri seluruh kenikmatan yang selama ini kita peroleh seiring dengan masa-masa kemerdekaan yang kita lalui. Saya yakin, hidup di jaman kita ini serba enak, mudah dan bebas. Kalau kalian mensyukurinya, mungkin akan menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat daripada terus-menerus meyangsikannya. Kalian ini orang yang berilmu, berwawasan dan beragama. Kenapa tidak kalian maksimalkan saja kemampuan kalian itu untuk memajukan bangsa? Kalian pastinya juga banyak yang hidup berkecukupan, kenapa kalian tidak menggunakan kelebihan yang kalian punyai untuk membantu sesama?
            Terserah kalian ingin menyebut tulisan ini apa. Saya memang tidak sepenuhnya sempurna. Belum tentu juga saya sudah melakukan semua yang ada dalam tulisan saya ini. Tapi yang pasti, saya begitu menghargai dan mempercayai kemerdekaan yang telah kita dapatkan. Saya mensyukuri setiap detik kehidupan saya di negara yang merdeka ini. Yang menjadi tujuan hidup saya salah satunya juga ingin memajukan bangsa ini, entah dengan cara bagaimana dan melalui bidang apa. Yang pasti cita-cita saya ini akan tetap saya jaga dan sebisa mungkin saya usahakan untuk dapat terwujud.

Saya mencintai negara ini, sampai kapanpun, bagaimanapun dan dimanapun.
Dirgahayu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terbanglah tinggi garudaku, tahklukkan dunia dengan kepakan sayapmu!

                                                                                                                        BP.

Friday, June 10, 2011

So Crunchy !!

Dikisahkan seorang turis tersesat disebuah pedesaan, kebetulan seorang petani lewat dengan mobil pick up nya.
Si turis kemudian bertanya kepada petani "jarak sini menuju kota jauh gak pak ?"
"Ya paling setengah jam lah" jawab petani.
"Wah, kalo begitu boleh gak pak kalo saya menumpang pick up nya ?" Tanya si turis.
"Monggo, monggo, silahkan. Dengan senang hati misterr.. !" Sahut petani.

Turis itu akhirnya merasa lega setelah mendapatkan tumpangan. Akan tetapi setelah setengah jam berlalu, ia mulai curiga.
"Ini kotanya masih jauh ya pak ?"
"Satu jam kalo sekarang"
"Loh, tadi katanya cuma setengah jam ?"
"Lha emang iya, saya kearah yang berlawanan. Mister kan tadi ga nanya saya mau kearah mana" #dyaaar...

Monday, May 23, 2011

Dengan Pantun, Semua Terasa Lebih Mudah

Negara gagal namanya Somalia
Perompak bengis jadi pekerjaan warganya
Negara makmur namanya Indonesia
Sayang, itu hanya julukan masa lalunya


Kata orang, presiden kita sih bagus
Waktu di AKMIL mendapat predikat terbaik pas lulus
Tapi tetep aja percuma punya pasukan khusus
Kalo ujung-ujungnya perompak malah gak diberangus


Paling kenyang makan ya pake nasi
Lauknya cukup bandeng presto Pati
Semua orang menginginkan demokrasi
Tapi ironisnya para elit sedang menyiapkan dinasti


Janda seksi namanya malinda
Jalan ke mall pake mobil "bajakan" tanpa malu
Kenapa harus pencitraan yang selalu dijadikan agenda?
Bukankah sudah saatnya "bapak" melunasi janji pemilu ?


Ke lapangan main kasti
Badan rasanya capek karena mulai dari pagi
Katanya mau pada revolusi PSSI
Ujung-ujungnya sama aja, sepakbola dipolitisasi


Nurdin Halid Kencing di celana
Dimarahin Bakrie sang juragan kaya
PSSI bobrok dimana-mana
Perubahan harus segera dilakukan dengan segala upaya!


Malu mengalah karena gengsi
Ujung-ujungnya bisa bikin makan ati
Menegpora-nya kena kasus korupsi
PSSI-KPSI sama-sama gak punya nurani


Pelatih sepakbola paling ganteng Vicenzo Montella namanya
Francesco Totti jadi kapten yang berkharisma
Mumpung sekarang yang punya pengusaha kaya
Musim depan semoga ROMA makin jaya


Osama bin Laden mati
Obama ketawa-ketiwi
Jadi orang gausah gampang iri
Semua rejeki sudah ada yang bagi


Pipi bengkak gara-gara semalaman sakit gigi
Pas diperiksain ke dokter ternyata yang kena juga gusi
Dalam pertemanan itu harus saling berbagi
Jangan malah kalian saling berebut dominasi




Pantun bahasa Jawa (Parikan) 


Sego liwet Keprabon dipincuk
Nganggo lawuhe sambel goreng ati
La Nyala pancen jancuk
Ayo podo didongakne ndang diwales marang gusti


Esuk-esuk nglaras lenggah anteng
Disambi ngresiki lan makani kandang dara
Sing jenenge urip kuwi ora mung seneng
Ana kalane yo kudu ngrasakne sengsara



Raiso turu mergo kebrebegan jegokan asu

Dadi jengkel, asune tak dupak
Dadi wong ojo seneng nesu
Mesti mengko iso gawe ati kepenak


Rambut gondrong mergo durung cukur 5 sasi
Arang kramas malah gawe dawane saya ndadi
KPK lagi didiskriminasi karo Polisi
Lha jan-jane iki presidene ning ndi?


Buah duren matenge suwe
Yen wis mateng ditunggu rontoke
Weteng wis krasa luwe
Tapi bingung, mangan apa enake?


Isih bocah senengane wis neka-neka
Mbok pada eling to cah, sak wise ndonya ana neraka.

Tuesday, April 26, 2011

"Cesco"

Keren kan namanya? Cesco adalah potongan nama dari Francesco, lebih detilnya lagi adalah Francesco Totti. Nama ini saya berikan untuk kucing persia saya. Kucing pejantan yang unyuu banget. Warna bulunya putih kecoklatan, matanya cokelat menyala. Moga-moga Cesco sehat, panjang umur dan gak ngrepotin si empunya. aminn...
Nih penampakannya...

Sunday, April 24, 2011

Revolusi itu Dibelokkan!

Tadi pagi, saya menonton sebuah acara di @metroTV. Acara tersebut membahas mengenai kisruh PSSI yang saat ini masih berlanjut dan menurut pendapat saya malah semakin runyam. Dalam acara tersebut, mendatangkan empat narasumber, diantaranya adalah Sutiyoso, Adyaksa Dault, Anton Sanjoyo dan satu lagi adalah Diza (saya kurang ingat nama lengkapnya). Ke empat narasumber tersebut dimintai pendapatnya mengenai kisruh yang saat ini terjadi, dimana kelompok suara 78 (pemilik suara yang mengklaim memiliki suara sah) tetap ngotot mengusulkan nama Arifin Panigoro (AP) dan George Toisutta (GT) sebagai bakal calon ketua PSSI. Padahal sebelumnya ketua komite normalisasi PSSI yang diketuai oleh mantan ketua PSSI, Agum Gumelar, telah menyampaikan hasil pertemuannya dengan pihak FIFA dimana telah ditetapkan bahwa keputusan komisi banding PSSI yang sebelumnya telah ditetapkan adalah keputusan final. Dengan demikian otomatis nama AP dan GT tidak boleh maju lagi dalam pemilihan Ketum PSSI. Akan tetapi kelompok ini tetap saja bersikeras mengusung kedua nama tersebut.
Kembali pada perbincangan dalam acara yang pagi tadi saya tonton. Pada dasarnya ke empat orang tersebut sepakat bahwa sudah saatnya revolusi yang terjadi dibiarkan mengalir tanpa adanya kepentingan politik didalamnya. Keberhasilan menurunkan Nurdin Halid hanya sebuah pintu masuk untuk merevolusi PSSI, karena sebenarnya PSSI bukan hanya Nurdin Halid dan Nugraha Besoes (yang akhirnya ikut mengundurkan diri), akan tetapi juga pengprov maupun pengcab yang ada di seluruh Indonesia. Memang sebelumnya mereka yang tergabung dalam KPPN telah membulatkan tekat bahwa sepak bola melalui PSSI harus segera di Revolusi. Perjuangan awal mereka saat ini telah berhasil, dengan menggulingkan NH dan NB, akan tetapi dari sini muncul lagi masalah baru. Mereka yang sempat menggunakan nama FIFA untuk menjegal NH, kali ini justru menolak mentah-mentah mandate FIFA melalui komite normalisasi PSSI yang menolak GT dan AT untuk maju lagi dalam pemilihan ketua PSSI. Kalau sudah seperti ini, namanya bukan lagi revolusi, lagai-lagi politisasi kembali terjadi disini.
Menanggapi hal ini, Adyaksa Dault sempat menyampaikan pernyataan keras terhadap ketua KPPN, Syahral Damopoli, bahwa dia tidak segan-segan mengambil jalur hukum dengan menuntutnya apabila PSSI di banned oleh FIFA dan Tim Nasional Indonesia mendapat larangan untuk tampil di ajang Sea Games dimana kita menjadi tuan rumahnya. Sutiyoso, yang kali ini juga dicalonkan menjadi Ketum PSSI dari Pengprov Jakarta, juga menyampaikan hal serupa. Sudah saatnya KPPN berpihak kepada kepada seluruh pecinta sepak bola nasional. Kepentingan golongan mereka harus ditinggalkan, hati nurani dan niat tulus untuk memperbaiki sepak bola nasional harus dijadikan dasar perjuangan ini. Narasumber lain, Diza, menganjurkan opsi lain untuk menyelesaikan kisruh ini. Sebaiknya, KPPN mengirimkan wakilnya untuk segera berkoordinasi langsung dengan FIFA mengenai keputusannya menolak GT dan AP yang telah dilarang untuk kembali mencalonkan diri dalam pemilihan Ketum PSSI. Opsi ini mungkin merupakan salah satu opsi yang paling tepat, karena hingga kini KPPN mengatakan bahwa FIFA belum mengeluarkan pernyataan resmi terhadap penolakan terhadap GT dan AP.
Pernyataan paling menarik datang dari Anton Sanjoyo. Dia menyampaikan bahwa siapapun ketua PSSI yang nantinya akan terpilih, dia harus merubah sistem kelembagaan beserta dengan peraturan-peraturan dasar organisasinya. Dia menyatakan, saat ini banyak terdapat pimpinan PSSI di tingkat pengprov dan pengcab adalah seorang birokrat. Para pimpinan ini jarang sekali bekerja secara professional, apakah itu mengadakan kompetisi sepak bola lokal, kompetisi lokal ataupun bahkan mengadakan program pembinaan sepakbola usia dini. Mereka terlalu sibuk untuk berpolitik mempertahankan kekuasaannya di daerah dan tidak melakukan apa-apa untuk sepak bola. Lebih parahnya lagi, dengan keadaan yang seperti ini justru merekalah yang memiliki suara di PSSI. Suatu ironi bukan? untuk itu kedepannya PSSI harus melakukan perubahan. Seluruh pengurus sudah seharusnya berada di luar lingkaran politik. Kita mungkin bisa berkiblat kepada negara Amerika Serikat terkait dengan bidang olahraga. Di negara tersebut tidak terdapat Kementrian Olah Raga. Mereka berasumsi bahwa sudah menjadi keharusan untuk menjauhkan olah raga dari politik.
Saya jadi bertanya-tanya apa motif kengototan kelompok 78 untuk mempertahankan nama GT dan AP. Apa masalah money politic? Apakah masalah intervensi militer? Yang pasti saat ini revolusi yang sebenarnya telah diawali dengan baik dengan mengambil jalan lurus, kembali dibelokkan oleh ulah kelompok 78. Apabila mereka menginginkan revolusi PSSI dengan dasar keputusan dan peraturan FIFA sebagai acuannya, seharusnya mereka tidak perlu ngotot lagi. Masih banyak alternative lain yang memiliki visi dan misi yang lebih baik dan segar bagi sepak bola nasional. Masih banyak alternative lain yang jauh lebih professional, dalam artian tidak terikat dengan perpolitikan nasional.
Saat ini saya hanya bisa berharap, semoga para pemilik suara ini pada akhirnya sadar dan patuh terhadap apa yang menjadi keputusan FIFA. Semoga mereka kembali lagi ke jalur lurus dalam perjuangannya merevolusi PSSI. Semoga
Wassalam
@bayu_bepe

Monday, April 18, 2011

Suroboyo

Bener-bener deh, kota yang satu ini selalu buat saya salut. Saya begitu terkesan dengan penataan taman kotanya yang begitu rapi. Setiap sudut jalan utama kota terlihat hijau, tanaman pun juga nampak dipelihara dengan baik. Kalo boleh saya bilang, soal taman kota, Surabaya saya kasih julukan "Singapore" nya Indonesia deh ! Hehehe...

Ada satu hal lain yang baru pertama kali saya temui di Indonesia, dan hanya saya temui di kota Surabaya (saya belum tau pasti apakah dikota lain sudah ada hal semacam ini atau tidak).
Nama sistemnya saya juga ga tau pasti, yang saya tau adalah sedikit gambaran mengenai cara kerjanya.
Jadi gini, biasanya kebanyakan warga kota itu kalo mau nyebrang jalan kan tinggal nyebrang aja tuh, liat kanan-kiri, lambai-lambain tangan, perlahan-lahan nyebrang deh. Minimal hal semacam ini (yang bener) dilakuin di zebra cross lah. Atau gak, kalau nyebrang lewat jembatan penyebrangan, kalo yang kaya gini di Jakarta biasanya.

Sekarang kalo di Surabaya ada yang unik nih. Kemarin pas saya kesana, tepatnya pas lewat depan Galaxy Mall, deket kampus UNAIR Mulyorejo, saya melihat ada zebra cross yang dilengkapi dengan traffic light (bangjo) khusus pejalan kaki yang akan menyebrang. Lazimnya, zebra cross dibuatnya "sepaket" ama bangjo yang seringnya ada di perempatan. Tapi kali ini beda, bangjo ama zebra cross nya cuma khusus buat pejalan kaki.
 Cara kerjanya, kalo misal ada orang pengen nyebrang, di lampu bangjo tadi ada tombol. Apabila tombol itu dipenjet, maka otomatis bangjo akan menunjukkan warna merah. Kendaraan yang lewat dijalan situ wajib berhenti, dan pejalan kaki pun dapat dengan aman menyeberang.
Kalo buat saya ini merupakan suatu terobosan baru. Hal-hal semacam ini perlu diterapkan di daerah-daerah lainnya. Surabaya tidak hanya menjadikan metropolitan sebagai konsep, tapi kota ini juga sudah mengimplementasikan langkah-langkah riil dari konsep tersebut. Sing genah, Suroboyo manteb cuk !!

Wassalam...

Saturday, April 16, 2011

Quote Pilihan

Beberapa waktu lalu, saya baru saja membaca buku berjudul Notes From Qatar. Sebuah buku dari seorang mahasiswa Indonesia bernama Muhammad Assad, yang memperoleh biasiswa S2 di Qatar. Dari buku ini, banyak sekali saya temukan kata-kata penyemangat yang saya nilai ampuh untuk memotivasi diri kita.

"Bersyukur itu sangat powerful, karena merupakan kunci dari kebahagiaan sejati" 
Sampai saat ini, jujur saja saya masih sulit untuk menerapkannya. Saya masih sering mengeluh, dan bahkan merasa kurang beruntung dibandingkan dengan orang lain. Dalam kondisi yang sebenarnya sudah serba tercukupi seperti saat ini saya masih sering terjebak dalam kekhilafan untuk tidak mensyukuri seluruh nikmat yang saya dapatkan saat ini.

"Kita tidak sadar dengan apa yang kita miliki, tapi lebih sering menggunakan ego untuk menuruti apa yang kita inginkan"
Kata-kata ini berkaitan erat dengan kat-kata sebelumnya. Nafsu seringkali lebih dominan dalam diri saya. Nafsu seringkali membuat saya lupa dengan segala yang telah ada pada saya saat ini. Kata-kata ini akan sangat membantu kita untuk lebih keras lagi belajar bersyukur.

"Kerja keras adalah tugas fisik kita, kerja cerdas adalah tugas akal kita dan kerja ikhlas adalah tugas hati kita"
Kalau kata-kata yang satu ini, adalah impian saya. Menjadi mimpi bagi saya karena saya begitu mendambakan komposisi keadaan yang begitu seimbang seperti yang tergambar dari kata-kata itu.

"There is no growth in comfort zone and there is no comfort in growth zone"
Pada dasarnya kata ini mendorong kita untuk lebih berani dalam hal "berpetualang".  Berpetualang untuk bisa berkembang.

"Doa tanpa usaha adalah bohong, dan usaha tanpa doa adalah sombong"
 Tidak perlu dijabarkan lebih lanjut. Saya yakin teman-teman semua akan sangat mudah memahaminya.

Sekian sedikit sharing dari saya, semoga bermanfaat untuk kita semua.
wassalam...

Thursday, April 14, 2011

Globalisasi Moda Transportasi Trans Jogja

Ini sedikit sharing dari tugas kelompok salah satu mata kuliah yang saya ambil, Globalisasi. dalam tugas kelompok tersebut, kelompok kami akan mengadakan pengamatan mengenai efek globalisasi yang telah merambah bidang transportasi, lebih khususnya bus Trans Jogja. Globalisasi dan transportasi merupakan dua hal yang saling mengandaikan. Di satu sisi globalisasi mungkin terjadi dengan adanya kemajuan di bidang telekomunikasi dan transportasi, dan di sisi yang lain globalisasi mempengaruhi dinamika transportasi sedemikian rupa. 

Seperti yang ditulis Marx dalam Manifesto of the Communist Party (1848), globalisasi yang tak terlepas dari perputaran modal bergerak seiring perluasan pasar. “Kebutuhan memperluas pasar secara terus-menerus demi memasarkan produknya mengejar para borjuis ke seluruh permukaan dunia. Mereka harus bersarang dimana-mana, menetap dimana-mana, membangun jaringan dimana-mana,” tulis Marx.[i] Ia juga meramalkan bahwa suatu saat industri secara massal tidak lagi hanya memanfaatkan bahan baku lokal, namun memasoknya dari tempat yang jauh. Begitu juga kegiatan konsumsi, bukan hanya untuk dikonsumsi di wilayah sendiri melainkan di wilayah lain.


Apa yang diramalkan Marx tidak terjadi saat ini kecuali dengan kemajuan di bidang transportasi, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai “pengangkutan barang oleh berbagai jenis kendaraan sesuai dengan kemajuan zaman”. Di Yogyakarta, globalisasi juga mempengaruhi dinamika transportasi kota. Dinamika ini dapat diamati melalui pengadaan Tran Jogja oleh pemerintah daerah, sistem transportasi bus cepat, murah dan ber-AC di seputar Kota Yogyakarta. Dengan motto “Aman, Nyaman, Andal, Terjangkau, dan Ramah lingkungan”, Trans Jogja mulai dioperasikan pada awal bulan Maret 2008 oleh Dinas Perhubungan, Pemerintah Provinsi DIY. Pemerintah daerah menyatakan, Trans Jogja merupakan upaya optimalisasi transportasi publik di Yogyakarta. 

Herry Zudianto, Walikota Yogyakarta mengakui bahwa layanan transportasi publik khususnya di Kota Yogyakarta memang masih jauh dari ideal. Untuk itu, Kota Yogyakarta dan pihak swasta, yaitu PT Jogja Tugu Trans, mengelola sejumlah 20 armada Trans Jogja dan sekitar 34 halte Trans Jogja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan transportasi yang nyaman, murah, aman, dan cepat. PT Jogja Tugu Trans merupakan wujud konsorsium empat koperasi pengelola transportasi umum kota dan pedesaan di Yogya (Koperasi Pemuda Sleman, Kopata, Aspada, dan Puskopkar) dan Perum DAMRI.

Trans Jogja menggunakan bus (berukuran sedang) dan menerapkan sistem tertutup, dalam arti penumpang tidak dapat memasuki bus tanpa melewati gerbang pemeriksaan, seperti juga TransJakarta. Selain itu, diterapkan sistem pembayaran yang berbeda-beda: sekali jalan, tiket pelajar, dan tiket umum berlangganan. Ada tiga macam tiket yang dapat dibeli oleh penumpang, yaitu tiket sekali jalan (single trip), dan tiket umum berlangganan. Tiket ini berbeda dengan karcis bus biasa karena merupakan merupakan kartu pintar (smart card). 

Karcis akan diperiksa secara otomatis melalui suatu mesin yang akan membuka pintu secara otomatis. Penumpang dapat berganti bus tanpa harus membayar biaya tambahan, asalkan masih dalam satu tujuan. Secara umum, Trans Jogja beroperasi dengan melalui rute-rute jalan utama di Jogjakarta, dan rute-rute yang dilalui berada di dalam kota Jogjakarta. Untuk lebih mempermudah penumpang dalam menghafalkan jalur, setiap 2 (dua) jalur akan melewati rute yang sama, dengan arah yang berlawanan. Sampai dengan saat ini, ada 8 (delapan) jalur Trans Jogja yang beoperasi.[ii] 

Skema transportasi publik yang diterapkan di Yogyakarta melalui Trans Jogja meruapakan adopsi dari Bus Rapid Transit (BRT). Skema transportasi yang satu ini telah diterapkan di berbagai kota di seluruh dunia seperti Washington (Amerika Serikat), Bogota (Kolombia), Beijing (RRC), Teheran (Iran), Hamburg (Jerman), Lagos (Nigeria), dan banyak lagi. Ciri-ciri utama BRT yaitu adanya jalur eksklusif bus yang jamak disebut right-of-way, jalur yang komprehensif dan jelas, dilengkapi halte dengan fitur-fitur kenyamanan dan teknologi yang memadai, serta sistem naik-turun penumpang yang tertutup. Kecuali jalur eksklusif bus, semua ciri-ciri utama BRT dapat ditemukan pada sistem Trans Jogja.

BRT merupakan skema transportasi kota yang dianjurkan berbagai otoritas internasional. Dalam United Nations Framework Conventions on Climate Change, BRT dibahas dan dianjurkan ke berbagai negara. BRT dianggap dapat mengurangi emisi karbondioksida karena, improved fuel-use efficiency through new and larger buses, mode switching due to the availability of a more efficient and attractive public transport system, load increase by having a centrally managed organisation dispatching vehicles, potentially a fuel switch to low carbon fuels.[iii] Penerapan BRT dari Desember 2000 sampai Mei 2001 di Bogota yang merupakan salah satu contoh sukses BRT dalam laporan World Bank telah berhasil sampai 40 persen di ibu kota Kolombia tersebut. Kajian lain menyatakan penerapan BRT dapat membuat suatu kota menghemat 18.300 barel minyak setiap tahunnya.[iv] Di Yogyakarta sendiri, keuntungan penerapan BRT yang sudah mulai dirasakan masyarakat adalah biayanya yang murah.

Hubungan antara globalisasi dan penerapan Trans Jogja dapat dilihat melalui dua perspektif. Pertama, globalisasi telah menyediakan solusi konseptual bagi pemerintah daerah untuk menyediakan transportasi publik yang murah dan ramah lingkungan. Konsep BRT, yang dikembangkan oleh berbagai pihak di seluruh dunia, merupakan sumbangan globalisasi bagi masyarakat lokal. Seandainya Yogyakarta tertutup dari globalisasi, mungkin konsep BRT tidak akan sampai dan Trans Jogja tidak akan terselenggara. Berkat globalisasi, infromasi mengenai konsep BRT dapat diakses dengan mudah melalui berbagai media, internet misalnya. 

Kedua, disisi lain globalisasi pula yang telah menyebabkan berbagai persoalan baru sehingga masyarakat perlu mencari solusinya. Mulai dibahasnya persoalan lingkungan akhir-akhir ini tak terlepas dari eksploitasi alam yang merupakan efek samping globalisasi. Dalam loka karya yang diselenggarakan Organization for Economic Cooperation and Development pada 1997 disebutkan, “globalisasi dapat meningkatkan atau menambah tekanan terhadap lingkungan dan sumber daya alam dengan tingginya angka perdagangan dan investasi,”.[v] Maraknya penggunaan transportasi misalnya, telah meningkatkan emisi karbon dan memicu krisis energi. Perjalanan dengan pesawat dari Toronto ke Paris misalnya, menyumbangkan dampak pemanasan global yang setara dengan mobil yang menempuh 36.000 km.


[i] Karl Marx and Friedrich Engels, Manifesto of the Communist Party, 1848
[iii] UNFCCC, Baseline Methodology for Bus Rapid Transit Project, 28 July 2006
[v] Richard Gilbert, Globalization, Transport, and the Environment, prepared for the meeting of the working group on transport OECD Environment Directorate, Paris, France, January 30-31 2006