Monday, September 28, 2015

Dari Sepanjang Untuk Francesco Totti

Sore kemarin, saya berserta dua orang teman menonton sebuah turnamen sepak bola “legendaris” di kampung halaman kami, Karanganyar. Turnamen tersebut bernama “Sepanjang Cup”, nama yang diambil dari nama desa dimana turnamen tersebut diselenggarakan, Sepanjang. Secara keseluruhan, penyelenggaraan turnamen ini dikelola dengan sangat baik. Mulai dari pemain yang bertanding (seringkali tim peserta mengambil pemain yang berlaga di devisi utama dan ISL), kondisi lapangan, official pertandingan, ketersediaan tim medis hingga berbagai hadiah menarik yang disediakan panitia penyelenggara untuk penonton yang hadir. Hadiah yang disediakan antara lain adalah televisi, kulkas, uang tunai, seekor kambing dan sebuah sepeda motor sebagai hadiah utamanya.

 Selain itu, daerah Sepanjang yang terletak di lereng gunung Lawu juga memberikan bonus lain bagi kita yang menyaksikan langsung pertandingan disana. Pemandangan nan elok, hawa pegunungan yang segar serta suasana alam yang menenangkan. Dari berbagai momen menarik yang saya alami selama menonton pertandingan tersebut, ada satu momen yang begitu “mengena”. Momen ketika ada satu pemain yang bertanding salah memberikan umpan kedapa rekannya. Sontak ada seorang penonton yang berada didekat kami menyeletuk, “wooo, malah ngekeki umpan rahasia” (wooo, malah memberikan umpan rahasia). Mendengar celotehan penonton tersebut, otomatis saya dan dua rekan tertawa. “Umpan rahasia? Maksudte ki piye ngono lho”, begitu kira-kira tanya kami bertiga dalam hati. Ungkapan yang aneh, tapi lucu.

Suasana Sepanjang Cup
Malam hari sesampainya dirumah, saya masih saja memikirkan ungkapan dari salah satu penonton tadi. “Umpan rahasia”, mungkin apabila kita mencoba untuk mencari maknanya akan sangat universal. Bisa saja kita mengartikan “kode”, bisa pula “main dibelakang”, atau apabila dikaitkan dengan permainan sepak bola bermakna umpan yang diberikan memang umpan berkelas. Umpan yang dilepaskan oleh seorang pemain yang memiliki visi dua, tiga, empat atau bahkan lima langkah lebih maju dibanding pemain lainnya. Dan pada akhirnya, malam itu pula saya menemukan definisi paling tepat untuk menjelaskan apa sebenarnya “umpan rahasia”. Apabila anda ingin melihat bagaimana umpan rahasia tersebut dijabarkan, maka lihatlah permainan seorang Francesco Totti.

Tanggal 30 Juni tahun 2000. Dini hari itu, 15 tahun yang lalu saya telah jatuh hati. Saya begitu terpana melihat tendangan penalti seorang pemain Italia bernomor punggung 20 ke gawang Edwin Van der Sar. Tendangan penalti yang belakangan saya ketahui kerap disebut dengan “panenka”. Pemain tersebut menjadi penendang ketiga bagi Italia setelah Di Biagio dan Pessotto pada babak adu penalti melawan tuan rumah Belanda di pertandingan semifinal Euro 2000. Eksekusinya begitu tenang, visinya terlihat begitu matang, dan perawakannya jelas memperlihatkan bahwa dia memiliki kharisma. Ya, pemain tersebut bernama Francesco Totti. Berambut pirang, gondrong dengan tali/karet putih yang melingkar di kepalanya. Khas pemain sepak bola pada awal dekade 2000-an.

Sejak saat itu otomatis saya selalu mengikuti perjalanan karir seorang Totti. Selama itu pula saya menjadi pendukung setia AS Roma. Bisa dikatakan bahwa saya menjadi pendukung Roma karena Totti. Hal tersebut akan saya amini. Wajar, karena banyak orang yang berpendapat bahwa Totti adalah Roma, dan Roma adalah Totti. Keduanya merupakan satu kesatuan. Satu paket yang tidak bisa dipisah. Keduanya telah terikat, melekat dan sampai kapan pun akan diingat oleh tiap manusia di dunia ini yang mencintai keindahan sepak bola. Apabila di Italia ada kisah Romeo dan Juliet, di Indonesia ada Romi dan Juli hingga ada kisah Cinta dan Rangga, maka Totti dan Roma merupakan gambaran nyata kisah cinta abadi antara dua insan di dalam dunia sepak bola.

Dalam buku Soccer Men: Profiles of the Rogues, Geniuses, and Neurotics Who Dominate the World's Most Popular Sport, yang ditulis oleh Simon Kuper, Totti diceritakan sebagai pribadi yang menarik. Sebagai seorang yang lahir di keluarga Roman yang tradisional, maka tidak mengherankan apabila ibunya tiap hari selalu menyetrika seragam sepak bolanya. Totti kecil memiliki cita-cita yang jauh dari hiruk pikuk dunia sepak bola. Menjadi petugas di stasiun pengisian bahan bakar, atau petugas pom bensin lebih gampangnya. Anda tahu apa alasannya? Karena Totti kecil menyukai bau dari gas. Sebuah alasan yang terdengar konyol. Akan tetapi hal tersebut wajar, mungkin karena Totti kecil belum menyadari kemampuan luar biasa yang dia miliki ketika bercengkrama bersama bola.

Hingga hari ini, 28 September 2015, Totti masih setia bersama dengan Roma. Klub yang dia bela sepanjang karir profesional sepak bolanya. Klub yang menjadi idolanya, klub yang mengasah potensinya hingga menjadi pemain besar seperti sekarang. Sejauh ini dia telah bermain sebanyak 746 pertandingan resmi, mencetak 300 gol dan memberikan 187 assist. Gol ke-300 Totti untuk Roma dicetak pada 21 September lalu ketika Roma menjamu Sassuolo di Olimpico. Gol ke gawang Consigli tersebut sekaligus menjadikan Sassuolo sebagai tim Serie A ke-38 yang gawangnya berhasil dibobol oleh Totti.  Semua itu dia lakukan selama 21 tahun, hanya dengan satu seragam, AS Roma. Selama 21 tahun itu pula dia mengalami masa haru-biru bersama roma, tinggi-rendah, suka-duka, riuh-sunyi, terbang-tenggelam. Tidak ada sedikitpun hasrat untuk meninggalkan klub yang dia cintai.

 “Mungkin saya memiliki banyak kesempatan (bermain untuk klub lain) dalam karir saya, hal itu tidak terbantahkan. Akan tetapi saya lebih memilih untuk tetap bersama Roma. Dan hingga saat ini saya senang dengan pilihan yang saya buat. Di sekolah, mereka mengajarkan kepada kita bahwa keluarga adalah hal terpenting bagi tiap manusia. Roma adalah keluarga saya. Pernahkan anda mendengar ada seseorang yang meninggalkan keluarganya yang miskin untuk kemudian lebih memilih tinggal bersama dengan keluarga asing yang lebih kaya?”. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Totti terkait keputusannya untuk menolak tawaran bergabung dari Real Madrid. Penolakan yang dilakukan oleh Totti ini juga diakui oleh Florentino Perez, presiden Real Madrid yang tiap musimnya tanpa henti ingin menciptakan “Los Galacticos”. “Apa penyesalan terbesar saya? Saya tidak mampu mendatangkan pemain juara sekelas Francesco Totti”. Begitulah lirih penyesalan dari seorang Perez. Meskipun dengan sumber dana tak terhingga, reputasi besar klub dan berbagai tawaran menggiurkan, Totti lebih memilih bersama Roma.

Setiap klub sepak bola memiliki pemain yang sempat atau masih menjadi simbol klub. Iker Casillas dan Raul Gonzalez di Real Madrid, Steven Gerrard dan Jamie Carragher di Liverpool, Xabi Hernandez, Andres Iniesta dan Lionel Messi di Barcelona, Ryan Giggs di Manchester United, Paolo Maldini di AC Milan dan masih banyak lagi nama-nama besar lainnya. Mungkin saja dari segi pencapaian prestasi deretan nama tersebut lebih mentereng dari seorang Totti. Akan tetapi dari deretan nama tersebut juga tidak seberuntung Totti. Paling tidak hingga saat ini Totti masih memiliki kesempatan untuk terus bermain membela klub pujaannya. Paling tidak hingga saat ini dia masih menjadi alasan supporter Roma untuk terus meneriakkan namanya ketika list pemain disebutkan sebelum pertandingan di Olimpico dimulai. Paling tidak hingga saat ini dia masih bisa memberikan kontribusi nyata, mulai dari pekikan semangat, kontrol bola menawan, visi bermain luar biasa, gol-gol indah atau bahkan “umpan rahasia” bagi pemain lain untuk membawa Roma memenangkan tiap laga.

Beberapa orang hingga saat ini hanya sekedar bisa memimpikan kesuksesan, sedangkan beberapa orang lainnya saat ini masih terjaga untuk terus meraihnya. Itulah sosok Francesco Totti. Hingga usianya yang menginjak 39 tahun, dia masih tetap terjaga, kokoh, penuh hasrat memimpin tiap pertandingan bersama panji AS Roma yang dia mainkan. Untuk semua yang telah anda berikan, saya memiliki pesan. Terima kasih atas semua momen fantastis yang telah anda ciptakan. Terima kasih atas sebuah contoh nyata bagaimana arti loyalitas sebenarnya. Terima kasih atas hiburan tanpa henti yang anda berikan tiap rumput dan bola menyatu di kaki anda.

Saya berharap, anda tetap bertahan paling tidak untuk satu musim kedepan. Tetaplah kenakan ban kapten Roma di lengan kananmu. Tetaplah isap jempol ketika bola berhasil anda jaringkan ke gawang lawan. Tetaplah berlari ke curva sud ketika anda merayakan gol di ajang derby. Tetaplah warnai tiap pertandingan Roma dengan keindahan visi bermainmu, layaknya keindahan alam Sepanjang yang sempat saya nikmati sore hari yang lalu. Jujur, saya sebagai pendukung Roma khususnya, dan sepak bola pada umumnya belum siap untuk kehilangan seorang Fantasista langka seperti anda.




Selamat ulang tahun kapten, terima kasih atas semua keindahan yang telah anda berikan.

Saturday, September 26, 2015

Osama Abdul Mohsen; Lari, Dijegal dan Kini Mencoba Bangkit Lagi

Beberapa waktu lalu beredar sebuah video yang memperlihatkan reporter Hungaria bernama Petra László menjegal seorang pencari suaka yang menggendong anaknya yang masih berusia 7 tahun, Zaid. Pria itu bernama Osama Abdul Mohsen. Kejadian yang menimpa Osama tersebut terjadi ketika Osama dan ribuan pengungsi Suriah mencoba untuk masuk ke wilayah negara Jerman melewati Hungaria melalui desa Röszke. Tuhan masih menyayangi Osama dan keluarganya. Dia berhasil selamat sampai di Jerman. Dari sini cerita baru lembaran hidupnya pun dimulai.

Jauh sebelum perang sipil terjadi di Suriah, dia adalah seorang pelatih di klub devisi 1 Liga Suriah, Al-Fotuwa SC. Dari Jerman, berita ini pun tersebar luas. Hingga akhirnya berita ini sampai di akademi CENAFE. Sebuah sekolah kepelatihan yang terletak di dekat ibu kota negara Spanyol, Madrid. Dengan bantuan dari Mohamed Labrouzi, salah satu lulusan akademi CENAFE yang bisa berbahasa Arab, CENAFE akhirnya mampu melakukan kontak dengan Osama. Akademi menawarkan bantuan untuk membawa keluarganya ke Spanyol dan memulai lagi hidupnya untuk kembali meniti karir menjadi pelatih sepak bola.

“Kita akan bekerja sama dengan Getafe, hingga nantinya Osama bisa melatih, seperti yang dia lakukan dulu di Suriah. Dan untuk anaknya, Zaid, dia bisa bermain untuk tim, siapa tau dalam waktu dekat hal yang serupa juga dilakukan klub Spanyol lainnya?. Sangat disayangkan Osama dan anaknya dikenal karena dia dijegal oleh seorang jurnalis yang dengan jelas memperlihatkan xenophobia dan intolerannya, akan tetapi di Getafe kita akan memberikan semua bantuan yang mereka butuhkan”. Sara Hernandez, Walikota Getafe.

www.foxsports.com.au
Mohamed Labrouzi kemudian dikirim langsung ke Jerman untuk menjemput Osama beserta kedua anaknya untuk diterbangkan ke Getafe. Saat ini Osama dan dua anaknya tinggal di sebuah apartemen, dengan biaya yang diberikan klub, sedangkan istri dan dua anaknya yang lain masih berada di Turki. Akan tetapi pihak akademi dengan bantuan pemerintah Spanyol terus berusaha untuk bisa menyatukan keluarga tersebut. Rencananya, beberapa bulan mendatang setelah Osama menjalani pelatihan bahasa Spanyol yang difasilitasi klub, dia akan langsung dikontrak menjadi pelatih di akademi sepak bola Getafe.

www.thequint.com
Perhatian terhadap Osama juga datang dari klub tetangga Getafe, Real Madrid. Klub ibu kota tersebut mengundang Osama beserta kedua anaknya ke pusat pelatihan klub. Tidak hanya itu saja, mereka juga diundang untuk menyaksikan pertandingan La Liga antara Real Madrid melawan Granada di Santiago Barnebeu. Florentino Perez, presiden klub, memberikan sambutan langsung kepada Osama. Sedangkan Zaid, anak Osama, mendapat perhatian yang mungkin tidak akan dia lupakan sepanjang hidupnya. Dia mendapat kesempatan untuk menjadi pendamping Cristiano Ronaldo untuk masuk ke lapangan sebelum pertandingan berlangsung. 

Apabila keberuntungan mulai menaungi Osama dan keluarganya, lantas bagaimana dengan nasib reporter yang menjegalnya? Ya, kalau orang Jawa sering mengatakan sebuah kiasan “lemah teles, gusti allah sing bales” (intinya, segela perbuatan yang kita lakukan, baik atau buruk, pasti ada balasan dari Tuhan YME). Setelah video yang memperlihatkan dia menjegal Osama tersebar, Petra László akhirnya menyampaikan permohonan maafnya secara terbuka. Akan tetapi ada konsekuensi lain yang harus dia tanggung akibat dari perbuatannya. Dia dipecat dari tempat dia bekerja, TV Nasional Hungaria, N1TV. Belum berhenti disitu, akibat tindakannya pula saat ini dia menghadapi tuntutan criminal.  


Licia Ronzulli; Wanita "Tangguh" Italia di Parlemen Uni Eropa


There’s no way to be a perfect mother and a million ways to be a good one.” — Jill Churchill
Beberapa waktu lalu, saya secara tidak sengaja melihat postingan seorang teman tentang Licia Ronzulli. Karena penasaran akhirnya ngulik-ngulik info tentang dia.

Licia Ronzulli adalah gambaran nyata seorang wanita tangguh. Dia merupakan anggota parlemen Uni Eropa dari negara Italia. Dia mengawali karir politiknya kala bergabung dengan partai The People of Freedom. Partai yang dipimpin oleh mantan Perdana Menteri Italia sekaligus Presiden klub Serie A, AC Milan, Silvio Berlusconi. Pada tahun 2009, dia terpilih menjadi anggota parlemen Uni Eropa setelah bergabung dengan partai Forza Italia. Di parlemen Uni Eropa dia memegang sejumlah jabatan penting, salah satunya tergabung di komisi Women Right and Gender Equality.

Akan tetapi bukan itu yang membuatnya tangguh. Ketangguhan dia sebenarnya adalah apa yang terlihat dalam rentetan gambar ini. Tercatat selama dua tahun, antara 2010-2012 dia secara rutin membawa anaknya, Vittoria dalam sidang parlemen di kota Strasbourg, Perancis. Gambar pertama adalah ketika Vittoria baru berumur 6 minggu, dan gambar terakhir adalah ketika sang bocah berumur 2 tahun. Selain foto tersebut, juga terdapat video yang memperlihatkan bagaimana tingkah polah lucu Vittoria selama berlangsungnya sidang parlemen. Sang ibu sama sekali tidak terganggu dengan anaknya, dia tetap bisa fokus menyampaikan aspirasi kepada pemimpin sidang.  

“Komisi kami telah banyak sekali bekerja menghasilakan berbagai kebijakan di Parlemen Uni Eropa, dan apa yang telah kami lakukan tersebut tidak terlalu menarik bagi pers. Kemudian semua mulai berubah ketika saya membawa Vittoria ke siding parlemen, tiap orang ingin mewawancarai saya. Yang saya lakukan ini bukanlah sebuah gesture politik, ini semua murni tanggung jawab saya sebagai seorang ibu, selain itu saya juga masih dalam tahap memberikan ASI untuk Vittoria. Saya termasuk beruntung memiliki keistimewaan untuk bisa membawa anak saya ketempat saya bekerja, masih banyak ibu di luar sana yang tidak seberuntung saya”. -- Lucia Ronzulli.

Banyak yang menyebut apa yang dia lakukan hanya demi kepentingan politik semata. Akan tetapi dia dengan tegas menyatakan bahwa apa yang dia lakukan merupakan sebuah hal yang wajar bagi seorang ibu. Dia mampu membuktikan bahwa pekerjaan sebagai politisi tidak sedikitpun membuatnya lupa terhadap pekerjaan utamanya kala itu, menjadi orang tua. Seperti yang dikatakan Jill Churchill, bahwa tidak mungkin ada seorang ibu yang sempurna, akan tetapi banyak sejuta cara untuk bisa menjadi ibu yang baik. Begitu juga dengan Lucia Ronzulli, mungkin dia bukanlah ibu yang sempurna, tetapi paling tidak, dia membuktikan telah melakukan banyak hal untuk layak mendapatkan predikat “ibu yang baik”.

Forza Lucia Ronzulli...

Sunday, June 28, 2015

Televisi, Kutunggu Kabar Baik Darimu

funnyjunk.com
Tampak pembawa acara saling bercanda. Tertawa terbahak-bahak satu sama lain. Mereka saling mencela, saling mempermalukan, saling lempar banyolan yang menurut saya tidak lucu. Penonton di acara tersebut juga tampak aktif. Aktif tertawa, lebar-lebar sekali mereka membuka mulutnya. Ibarat film kartun, ketika mereka membuka mulut akan nampak banyak sekali asap yang keluar dari mulut mereka. Asap canda yang hampa, berasal dari guyonan tanpa makna hasil dari saling cela.

Ada lagi lainnya. Acara yang katanya ajang pencarian bakat bernyanyi. Musik lokal nan mendayu sampai musik jazz yang terkadang terdengar rumit untuk dinikmati dibawakan oleh para kontestannya. Saya kurang tau pasti, akan tetapi seringkali ketika saya menonton salah satu tv nasional, acara ini seperti tayang seharian. Pagi, siang sampai dengan malam. Permasalahan keluarga hingga tampilan busana dibahas.

Satu pertanyaan yang ada dipikiran saya ketika melihat acara seperti ini. “Berapa banyak uang yang didapatkan dari hasil “sms dukungan” kepada para kontestan?”. Saya yakin jumlahnya pasti sangat besar. Bayangkan saja, acara semacam ini memiliki rating yang sangat tinggi di negeri ini. Tayangnya pun pada jam-jam premium. Setiap sms dibandrol Rp. 2.000, dikalikan dengan berapa juta orang yang mengirimkan “dukungan” tersebut. Apakah penonton dan peserta mengetahui hasil pasti dari jumlah dukungan yang didapat? Saya yakin tidak.

Masih ada tayangan lainnya. Berita. Tayangan ini mulai menjadi tayangan favorit saya semenjak kelas 3 SMP. Sebelumnya, saya sangat membencinya. Sebabnya sepele, eyang kakung saya seringkali menyaksikan berita berbarengan dengan tampilnya serial kartun “Kapten Tsubasa” dan “Slam Dunk”. Otomatis saya mengalah, tv dirumah kala itu hanya satu. Dan eyang saya hanya sekali sehari menyaksikan tv, berita.

Saat ini tiap kali menyaksikan berita perasaan ini terbagi dua. Apabila diprosentasekan, 10% bahagia dan 90% sedih. Cobalah anda sesekali menyaksikan berita. Di stasiun apa saja. Sebagian topik yang mereka beritakan berisikan berita negatif. Tindak kriminal, pelanggaran hukum, saling serang argument antar politisi atau pengacara, kemiskinan dan masih banyak lagi hal yang kurang enak untuk dinikmati sebagai berita. Prosentasi 10% yang menurut saya membawa berita bahagia paling-paling berisikan liputan mengenai lezatnya kuliner nusantara. Paling sering itu.

Apa yang ditayangkan oleh televisi nasional tersebut tidaklah salah. Tayangan yang ada saat ini merupakan “pilihan” dari penonton. Bagaimana tidak? Tayangan tersebut tidak mungkin tampil apabila tidak ada “permintaan” dari penontonnya. Masyarakat kita sejauh ini terbukti gemar menikmati drama kosong. Tayangan yang tanpa makna, jelas sekali hampa. Mungkin nilai positifnya ada, tapi sangat sedikit sekali prosentasenya.

Acara berita masih memegang teguh asas “bad news is good news”. Sebagian besar yang diberitakan sangat tidak mengenakkan. Berita tersebut tak jarang membuat banyak orang menjadi pesimis. Mereka mulai kehilangan kepercayaan terhadap kelangsungan bangsa ini. Bahkan ada pula yang menjadi apatis, tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi. Mereka muak dan bosan dengan keadaan sosial sekitar. Mereka hanya memikirkan individu masing-masing.

Saya bersyukur, saya masih percaya dengan kelangsungan negeri ini. Saya masih memiliki rasa peduli terhadap keadaan sosial masyarakat kita. Untuk itulah saya mencoba berbagi keluh kesah ini. Keluhan yang saya yakin banyak dirasakan oleh sebagian besar rakyat negeri. Hanya saja keluhan ini terpecah menjadi dua, menjadi sebuah pesimisme atau menjadi sebuah optimisme.

Khusus bagi yang optimis, kita masih memiliki solusi. Dari berbagai tayangan yang ada di televisi nasional saat ini, 10% masih berisi berita bahagia. Dari 10% berita bahagia tersebut kita masih bisa memaksimalkannya. Ketika kita menyaksikannya, sebarkan secara luas apa yang ada didalamnya. Ajak sebanyak mungkin saudara dan teman untuk menyaksikan acara tersebut ketika tanyang. Kita tularkan energi positif dari tayangan tersebut seluas-luasnya. Tunjukkan kepada mereka bahwa kondisi negeri ini tidak seburuk yang mereka kira. Masih banyak sekali di luar sana, entah dimana, orang-orang yang dengan teguh senantiasa membawa perubahan positif bagi lingkungannya.


Di akhir tulisan ini saya ingin menyampaikan pesan untuk stasiun televisi negeri ini. Saya sadar, saya bisa menikmati dengan cuma-cuma tayangan yang anda berikan. Paling banter, saya hanya perlu membayar listrik saja. Akan tetapi sebagai penonton, saat ini saya hanya berharap, anda berkenan memberikan porsi tambahan bagi tayangan yang berisi berita bahagia. Bukan berarti menutup mata terkait dengan beberapa kondisi negeri ini yang memang buruk. Akan tetapi dengan berita bahagia tersebut harapan akan munculnya optimisme bagi masyarakat akan kembali ada. 

Thursday, June 18, 2015

Totti Masih Tetap Sama

http://ramadaris.deviantart.com/gallery/
Pada hari ini 13 tahun yang lalu, Korea Selatan berhasil memastikan diri melangkah ke babak perempat-final Piala Dunia 2002 usai mengalahkan Italia 2-1 lewat sistem golden goal. Di pertandingan itu, ada tiga lakon utama yang mencuri perhatian.

Pertama adalah Ahn-Jung Hwan dengan golden goal-nya, kedua adalah wasit Byron Moreno dengan kartu merah kontroversialnya dan ketiga adalah Francesco Totti yang menjadi pesakitan dari keputusan wasit.

Kini 13 tahun berselang, ketiga orang tersebut memiliki cerita yang berbeda. Ahn Jung Hwan telah memutuskan gantung sepatu pada tahun 2011. Mungkin masih asik membina rumah tangganya bersama dengan mantan miss Korea 2001. Berbeda dengan wasit Byron Moreno. Pada tahun 2010 dia ditangkap di Bandara JFK karena terlibat penyelundupan narkoba. Dia sempat dipenjara 2 tahun sebelum dibebaskan pada 2012 yang lalu.

Bagaimana dengan Francesco Totti? Dia masih sama. Tetap menjadi simbol Roma. Tetap bermain stabil di usia senja. Masih tetap membuat tiap supporter Roma yang ke stadion tidak pernah lupa untuk membawa spanduk “No Totti No Party”. Dia masih tetap berusaha membawa "kota abadi" menaklukkan Italy.

Friday, March 20, 2015

ROMA

Tak ada judul yang lebih menarik, cukup itu saja, Roma. Dari satu kata itu mengandung banyak sekali makna. Mulai dari nama sebuah kota, biduan nada yang mendapat predikat raja, hingga sebuah klub sepak bola di Italia. Dalam tulisan ini, saya memilih arti/maksud ketiga, klub sepak bola. Roma.

Sungguh malang sekali nasibnya. Sudah sekitar dua bulan lamanya "derita" silih berganti menghampiri. Tak ada jeda, tak ada rehat, bagai segar udara yang tak hentinya kita serap. Istilah sudah jatuh tertimpa tangga masih belum cukup menjadi gambaran keadaannya. Saya kira lebih dari itu. Buruk.

Apa penyebab "derita" itu terjadi tidaklah penting. Saya yakin, pasti kita semua memahami penyebabnya. Saya sebut kita, karena saya yakini anda diluar sana banyak yang peduli padanya, Roma. Kita merasakan hal yang sama, kecewa. Akan tetapi yang paling penting dari keadaan ini adalah bagaimana kita menanggulanginya.

Memaki dan mencela tanpa henti tidak akan pernah menjadi sebuah solusi. Keduanya hanya akan menjadi sebuah racun mematikan yang akan menggerogoti sisa-sisa semangat dan tenaga yang mencoba kembali dibangun oleh staff dan pemain klub. Lebih penting lagi adalah bagi kita yang merasa peduli padanya, Romanisti.

Saat ini satu hal terpenting yang kita butuhkan adalah percaya. Percaya pada pemain, percaya pada pelatih, percaya pada manajemen klub. Percaya bahwa mereka senantiasa bermain dan bekerja untuk tidak mengecewakan kita, pendukungnya. Lihat saja kita sebagai pendukung melihat mereka bertubi-tubi gagal, kecewa bukan?.

Sekarang coba anda bayangkan bagaimana yang dirasakan pemain. Pastinya mereka lebih menderita dari kita. Kepala mereka tak dapat tegak, bahu mereka semakin berat, dan kaki mereka semakin lambat untuk berlari. Semua hanya karena mereka gagal memberikan rasa bahagia bagi kita.

Sangat tidak adil kalo saat ini kita mencela dan menghujat mereka. Mereka telah berusaha sekuat tenaga. Mereka juga telah mencoba berbagai cara untuk membuat kita bahagia. Kita semua tau itu, kita semua melihatnya.

Tak perlu lagi panjang berucap. Saat ini hanya ada satu hal yang dibutuhkan Roma, kita percaya pada mereka.