Thursday, December 12, 2013

Sudahlah PKS…

Akhir pekan menjadi hal salah satu hal yang menyenangkan bagi saya. Selain tayangan sepak bola, bisa berkumpul dengan keluarga juga menjadi kenikmatan lainnya. Maklum, sejak duduk dibangku SMP seringkali saya bisa berkumpul bersama keluarga tiap akhir pekan saja. Nah, salah satu kegiatan menyenangkan ketika berkumpul ini adalah menikmati masakan ibu. Ibu saya paling jago kalau sudah masak “asem-asem daging sapi”.

Salah satu gambar LHI yang jadi bahan olok-olok
Saat ini kalau ngomong soal daging sapi, pasti yang terlintas di pikiran kita adalah kasus korupsi daging sapi yang dilakukan kader PKS. Yang terlibat tidak main-main, PRESIDEN partainya. Saking besarnya ekspos media terhadap kasus ini, nama PKS bahkan sering dijadikan bahan olok-olok. Tidak usah saya sebutkan lah olok-oloknya seperti apa, ngeri juga misalnya nanti kena pasal pencemaran nama baik.

Sebenarnya sejak dulu saya kurang setuju apabila agama dibawa untuk berpolitik. Sempat pula kala pemilu tahun 2009 lalu, saya menjadi anomali dengan beberapa teman dikampus. Banyak teman yang bilang bahwa satu-satunya partai yang layak dipilih kala itu hanya PKS. Partainya bersih, anti korupsi dan bernafas islam. Menurut saya, kalau mau menegakkan agama ya lewat jalur agama saja. Apabila agama sudah dicampurkan dengan politik, pasti ujungnya juga mencari kekuasaan.

Kalau sudah berhubungan dengan kekuasaan ini, apa saja bisa dihalalkan. Dan hal itu bisa dilakukan oleh siapa saja, pun orang tersebut menyandang predikat udztad, macam mantan PRESIDEN PKS. Sang mantan PRESIDEN kemarin sudah diputuskan bersalah oleh pengadilan tipikor. Vonis hukuman 16 tahun penjara juga telah diketok oleh hakim. Ada yang menerima vonis tersebut seperti Menkominfo yang juga salah satu kader PKS, Tifatul Sembiring.

"Fakta persidangan harus jadi pelajaran semua orang, bahwa berniat pun sudah dihukum. Fakta persidangan, Pak Luthfi tidak terima uang langsung dari Indoguna. Yang terima (uang) Fathanah dan uang itu belum sampai (ke LHI). Kuota impor belum ditambah. Ini pelajaran bagi semua, khususnya bagi kader PKS, harus sangat berhati-hati, berniat saja tidak boleh" – Tifatul Sembiring.

Pernyataan bijak dari seorang petinggi partai yang kadernya divonis bersalah atas kasus korupsi. Seharusnya seluruh petinggi partai melakukan hal yang serupa. Segera mengakui kesalahan, meminta maaf kepada masyarakat. Akan tetapi sayang, pernyataan bijak hanya disampaikan oleh sedikit kadernya. Ada satu pernyataan yang membuat saya miris ketika membacanya.

“Sementara Luthfi yang dituduh menerima Rp 1,3 miliar dari Fathanah, yang pada kenyataannya tak menerima satu persen pun, divonis 16 tahun penjara. Jadi terkesan kalau ingin korupsi, korupsilah yang banyak supaya hukumannya ringan,” – Hidayat Nur Wahid.

Miris lihat gambar satu ini
Pernyataan seperti ini, meskipun itu hanya mengambil perumpamaan saja, menurut saya merupakan salah satu blunder terbesar elit PKS. Sudah terbukti bersalah, vonis sudah ditetapkan, tapi mengapa masih belum mau mengaku? Malahan sekarang membuat pernyataan macam itu. Lebih baik saat ini tim kuasa hukum dari PKS mempersiapkan bandingnya dengan matang. Jangan lupa berdoa, semoga vonisnya tidak lebih berat, seperti yang kemarin dialami Angelina Sondakh.

Keprihatinan saya terhadap PKS tidak cukup hanya disitu. Seringkali mereka menyatakan bahwa kasus korupsi ini adalah sebuah konspirasi. Kasus korupsi ini merupakan sebuah tindakan dzolim kepada PKS. Dan yang paling tidak suka adalah masih ada pembelaan berkedok alasan agama walaupun dalam proses persidangan tindak korupsi sudah jelas terbukti.

Seringkali modus ini digunakan
Jujur, saya salut kepada militansi kader PKS. Mereka begitu kuat dengan basis grass-root, kader partai ini begitu solid dan loyal. Hal ini juga jadi bukti bahwa proses kaderisasi yang dilakukan elit partai berhasil. Entah apa yang dijanjikan ketika elit partai bertemu dengan kedernya, sehingga mereka bisa begitu solid. Keadilan? Kesejahteraan? Atau mungkin surga? Whatever…

Banyak kader partai ini yang hidupnya sederhana, bersih dan berjuang demi partai. Tapi bagaimana dengan elit partainya? Kalian tidak lihat bagaimana kehidupan LHI? Rumah mewah, mobil mewah, istri tiga. Parahnya, istri ketiganya dinikahi ketika ketika masih duduk di bangku kelak 3 SMK. Mengapa tindakan seperti ini masih kalian bela? Masih belum cukup dengan LHI?

Masih ingat bagaimana respon awal elit partai kalian ketika Fathanah ditangkap? Ramai-ramai sekali menyangkal tidak mengetahui, tidak kenal dan sebagainya. Begitu KPK mengeluarkan bukti foto tentang keberadaan Fathanah bersama-sama elit PKS masih saja ditampik oleh elit PKS. Mungkin istilah habis manis sepah dibuang paling tepat dialamatkan kepada Ahmad Fathanah. Sudah capek-capek mengumpulkan “dana dakwah” tapi tidak diakui dan dibuang begitu saja oleh elit partainya.

Harapan saya sebenarnya cukup simple. Sudahi perjuangan mati-matian kalian para kader PKS yang membela elit yang sudah terbukti bersalah secara hukum. Tidak perlu lagi kalian membenci KPK. Kalian seharusnya berterima kasih kepada KPK, karena lembaga ini telah berusaha membantu untuk kembali mengembalikan predikat “bersih” kepada partai anda. Saatnya bagi kalian untuk mengakui kesalahan elit partai. Saya yakin sudah sangat banyak rakyat Indonesia yang sudah bosan dengan berbagai pembelaan kalian kepada elit tersebut.


Sudahlah PKS, semuanya sudah cukup. Terima kenyataan, hadapi dengan jantan, dan kembali lagi bersihkan partai anda. Walaupun saya bukan simpatisan ataupun kader partai anda, tapi paling tidak saya masih sudi mendoakan agar kedepannya kader partai ini bisa menjadi lebih baik, lebih bersih, lebih amanah dan tentunya lebih fathanah.

Wednesday, December 11, 2013

Indra Sjafrie; Tukang Pos Pembawa Optimisme Bagi Sepak Bola dalam Negeri

“Bagi kami tidak ada kata jenuh, kami semua disini adalah pejuang bangsa”. Begitulah jawaban dari coach Indra Sjafrie ketika saya melontarkan pertanyaan mengenai kiat-kiat apa saja yang dilakukan untuk mengusir rasa jenuh selama pemusatan latihan timnas U19 selama berada di kota Batu. Sebuah jawaban sarat makna dan penuh dengan optimisme.

Senin 9 Desember 2013, ditengah guyuran langit kota Jogja saya menjadi salah satu orang yang berkesempatan untuk dapat langsung berinteraksi dengan coach Indra melalui teleconference. Pelatih yang belakangan namanya melambung setelah memberikan gelar piala AFF U19 dan membawa Indonesia lolos pada putaran final AFC Cup U19 di Myanmar tahun depan.

Sore itu saya mengikuti acara yang diadakan oleh “teng-teng crit” (thenguk-thenguk crito/duduk-duduk sambil ngobrol). Sebuah komunitas diskusi di Jogja yang malam itu mengangkat tema sepak bola. Dalam acara tersebut, coach Indra menjadi salah satu narasumber. Selain coach Indra, ada pula narasumber dari BCS dan mas @zenrs. Memang percakapan yang dilakukan tidak terlalu lama, sekitar 20 menit. Maklum, ketika itu jam sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB. Tidak enak juga rasanya apabila mengganggu waktu istirahat beliau.

Selain pertanyaan dari saya tadi, malam itu coach Indra juga menjawab banyak pertanyaan dari mas @zenrs. Mulai dari pengalamannya selama menangani timnas, perkembangan terakhir kondisi tim di Batu, hingga pertanyaan mengenai sepak bola Indonesia secara umum. Setiap pertanyaan dijawab dengan lugas, jelas dan tanpa basa-basi. Berikut ini merupakan script hasil wawancara via teleconference dengan coach Indra.

Selama menjalani TC jangka panjang di Batu, salah satu hal yang ditakutkan menjadi penghambat adalah kejenuhan. Hal ini mengingat bahwa sebagian besar skuad yang ada merupakan pemain yang masih belia. Jadi apa saja kiat-kiat yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut?

Bagi kami tidak ada kata jenuh, kami semua disini adalah pejuang bangsa. Saya lebih suka menyebutnya refreshing. Jadi selama di Batu di akhir pekan saya memberikan satu hari libur bagi tim. Dalam setiap kesempatan dihari libur yang saya berikan, kami melakukan berapa kegiatan salah satunya berkunjung ke tempat rekreasi. Kebetulan di Malang terdapat banyak tempat rekreasi yang dapat kami kunjungi. Selain itu, kemarin saya juga sempat mengundang keluarga dan juga pacar dari pemain.”

Bagaimana perkembangan terakhir tim di Batu?

“Secara keseluruhan kondisi tim saat ini bagus. Infrastruktur dan seluruh kelengkapan pendukung di tempat TC juga bagus”.

Bagaimana dengan support dari PSSI?

“Bagus. PSSI sepenuhnya memberikan dukungan pada seluruh kegiatan kami di sini”.

Kabar terakhir, ada pemain yang anda coret. Apa yang dijadikan pertimbangan dalam pencoretan tersebut?

“Iya, benar. Kemarin saya mencoret dua pemain. Keduanya mengalami cidera saat mengikuti TC. Hal tersebut bisa dikatakan merupakan salah satu bukti bahwa mereka tidak mampu mengikuti metode latihan yang diberikan oleh tim pelatih U19. Kalau mengikuti metode latihan saja tidak bisa, mereka itu bukan pemain bagus.”

Apakah ada rencana untuk melakukan seleksi lagi?

“Tidak. Saya tidak akan mengadakan seleksi lanjutan. Saya telah memilih pemain dari hasil kunjungan saya ke 43 kota. Saya akan mencoba memaksimalkan pemain yang saat ini ada. Dari 40 orang yang kemarin dipilih, nanti jumlahnya akan diciutkan menjadi 23 orang. Jumlah pemain yang sesuai dengan peraturan untuk mengikuti kompetisi AFC Cup U19 tahun depan.”

Jadi saat ini tidak ada lagi harapan bagi anak-anak yang kemarin belum sempat mengikuti latihan dikarenakan berbagai alasan. Mereka saat ini mungkin hanya bisa berdoa saja terkait harapannya membela timnas U19?

“Jangan hanya berdoa saja. Mereka harus tetap berusaha. Kesempatan mereka untuk dapat membela negara selalu terbuka. Tapi yang jelas saya tidak akan melakukan seleksi lanjutan dalam waktu dekat ini.”

Bagaimana dengan pemain diluar skuad AFF dan kualifikasi AFC, apakah bisa mengikuti irama latihan dengan pemain lama yang sudah lebih dulu tergabung?

“Secara umum pemain bisa beradaptasi. Rata-rata pemain yang ada saat ini sudah memiliki teknik individu yang bagus-bagus. Banyak pemain yang memiliki kemampuan menggiring bola untuk kemudian melewati satu-dua pemain. Itu kan juga salah satu dasar dari teknik individu yang telah lebih dulu mereka miliki. Kedepan kita akan mencoba untuk membangun taktik bermain mereka dalam tim. Saat ini di Batu kita terlebih dulu fokus pada pembentukan fisik pemain. Ibarat membangun rumah, kita saat ini sedang membangun fondasi rumahnya. Nanti rencanya pada bulan Januari kita akan pindah ke Jogja. Disana kita akan mulai membangun teknik bermain seluruh pemain U19.”

Dalam tim anda saat ini, apakah ada pemain yang sebelumnya sama sekali belum pernah mengenyam pelatihan di SSB?

“Ada satu pemain, dia adalah Yabes Roni Malafeini. Bisa dikatakan selama ini dia berlatih sepak bola secara otodidak”.

Terkait dengan sepak bola Indonesia secara umum, menurut anda apa yang harus dilakukan untuk menjadikan sepak bola kita bisa lebih maju?

“Saya kira yang harus dilakukan adalah dengan menciptakan sebanyak mungkin pelatih yang berkualitas. Di Indonesia ini sebenarnya banyak sekali pemain yang bagus, akan tetapi tidak digarap (dilatih) dengan baik. Tidak perlu lagi ada acara tim dikirim ke luar negeri untuk berlatih, itu hanya akan menghambur-hamburkan uang negara saja. Apabila tetap melakukannya, kita hanya akan dibodoh-bodohin saja sama bangsa asing. Kita ini pada dasarnya mampu kok melakukannya. Untuk pelatihan kepada pelatih, kita bisa memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh FIFA dan AFC yang setiap tahun memberikan fasilitas kepelatihan ke Indonesia. Selain dari sisi pelatih, sisi pemain juga harus dilakukan pembenahan. Caranya dengan membentuk SSB yang berkualitas sebanyak mungkin. SSB akan berkualitas jika pelatihnya juga berkualitas. Terakhir adalah dukungan infrastruktur. Pemerintah sudah seharusnya membuat sebanyak mungkin lapangan sepak bola di negeri ini.”

Lantas bagaimana pendapat anda mengenai banyaknya pelatih dan pemain asing di liga Indonesia saat ini? Apakah anda tidak setuju dengan keberadaan mereka?

“Saya tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Saat ini keberadaan pelatih dan pemain asing di liga Indonesia sudah terlalu banyak, apalagi banyak dari pelatih dan pemain ini kualitasnya cuma ecek-ecek saja. Tidak usah saya sebutkan juga seharusnya kalian banyak yang tahu soal ini. Ditambah lagi, kebanyakan pemain asing yang merumput di Indonesia ini menempati posisi-posisi kunci di tim. Penyerang, pemain tengah dan pemain belakang. Kalau hal ini terus-terusan dilakukan pemain kita akan semakin sedikit mendapatkan kesempatan bermain. Bagaimana bisa maju kalau begini.”

Untuk target di AFC Cup U19 nanti bagaimana?

“Tidak perlu ditanyakan lagi itu. Saya sudah berkali-kali menyatakan dengan jelas bahwa target kita adalah lolos ke piala dunia U20. Kita ini pada dasarnya mampu kok. Mental gagal jangan terlalu terpatri di negara ini, kita harus tetap optimis.”

Timnas U23 yang berlaga di Seagames baru saja bertanding, apakah anda menyaksikan? Bagaimana pendapat anda mengenai permainannya?

“Iya, barusan saya nonton timnas Seagames dengan tim pelatih. Kalau soal permainan mungkin saya tidak perlu banyak berkomentar.”

Lebih menarik permainan timnas U19 ya Coach?

“Ya pasti lah, sudah jelas itu”. (Mendengar jawaban ini, teman-teman yang hadir langsung bersorak riuh dan memberikan tepuk tangan meriah untuk coach Indra).

Terakhir, apa pesan dari anda?

“Saya ingin berpesan untuk seluruh masyarakat Indonesia, kini saatnya bagi kita semua untuk bersatu. Jangan lagi ada pengelompokan suporter, suporter a, suporter b. Harusnya tidak ada lagi yang seperti itu. Hanya ada suporter yang mendukung satu Indonesia. Selain suporter juga saya berharap pengurus juga harus bersatu. Tidak usah lagi sampai terjadi kisruh dualisme seperti beberapa waktu lalu. Masak iya kalian semua tidak malu dengan anak-anak yang saya latih. Mereka masih muda saja sudah bisa bersatu dengan solid. Terakhir yang terpenting adalah saya senantiasa memohon atas doa masyarakat Indonesia agar pemusatan latihan yang sedang diadakan bisa berlangsung dengan baik dan lancer, serta nantinya target mencapai lolos ke piala dunia U20 bisa tercapai.”

Demikian merupakan petikan wawancara via teleconference yang dilakukan. Singkat memang, akan tetapi dalam waktu yang singkat tersebut membawa pesan yang sarat akan makna. Setiap jawaban dari pertanyaan yang diberikan kepada coach Indra selalu dijawab dengan lugas dan penuh optimisme. Sebuah hal yang sangat jarang kita temui dalam diri sosok pelatih lokal dewasa ini.

Dengan optimisme yang tinggi itu pula coach Indra secara tidak langsung juga masih menjalankan pekerjaannya yang dulu sempat dilakoni, menjadi “tukang pos”. Pasca pensiun dari sepak bola, beliau sempat menjadi pegawai dari kantor pos, hingga jabatan terakhir yang sempat diemban adalah kepala kantor pos di salah satu daerah di provinsi Sumatra Barat. Belakangan pekerjaannya ditinggalkan karena dia lebih memilih untuk konsentrasi blusukan mencari pemain untuk timnas U19.

Seperti yang dikatakan oleh mas @zenrs, apabila dulu tugas dari coach Indra adalah seorang tukang pos yang mengantarkan surat, tetapi saat ini hal tersebut telah berubah. Saat ini tugas beliau adalah sebagai tukang pos yang mengantarkan optimisme bagi seluruh masyarakat Indonesia. Sebuah optimisme akan prestasi tinggi untuk sepak bola. Jika sebelumnya keinginan untuk tampil di piala dunia merupakan sebuah mimpi yang sangat tinggi untuk dicapai, akan tetapi dengan optimisme yang dibawa oleh coach Indra mimpi tersebut menjadi terasa realistis untuk diraih.

Terima kasih kepada coach Indra. Jangan lelah untuk menyebarkan optimisme kepada seluruh masyarakat Indonesia. Semoga perjuangan pajang anda berbuah kisah yang happy ending.

Monday, December 2, 2013

Untuk Roma, Bermainlah Dengan Hati Layaknya Totti

Photo by getty image
Akhir-akhir ini saya sedang getol-getolnya menonton film American Football. Mulai dari Two For The Money, We Are Marshall, Undefeated hingga yang terakhir saya tonton adalah Invisible. Dari keempat film tersebut, saya memilih Invicible sebagai film  American Football favorit saya sejauh ini. Film ini diambil dari kisah nyata seorang Vince Papale (Mark Wellberg). Seorang supporter sejati dari salah satu tim yang berlaga di NFL, Philadelphia Eagle.

Setting film ini adalah pada tahun 70-an, dimana kala itu perekonomian di wilayah “Phili” sedang memburuk. Banyak pengangguran di kota tersebut hingga mengakibatkan Papale juga menjadi salah satu korbannya. Dia kehilangan profesinya sebagai guru karena kebijakan yang diterapkan sekolah tempatnya mengajar untuk melakukan penghematan anggaran. Istrinya yang kemudian meminta berpisah menjadi pelengkap kesialan Papale.

Untuk menyambung hidup, Papale kemudian bekerja di bar milik seorang temannya menjadi bartender. Peruntungan Papale baru muncul ketika Philadelphia Eagle yang menghadirkan pelatih baru mengadakan open trial bagi semua penduduk kota. Hebatnya dia menjadi satu-satu orang dari ribuan peserta yang direkrut untuk memperkuat Philadelphia Eagle di NFL.

Dia dipilih bukan hanya karena pertimbangan teknis semata. Pelatih yang memilihnya juga memiliki pertimbangan nonteknis. Sebagai “putra daerah”, meskipun kala itu umur Papale telah menginjak 30 tahun, akan tetapi pelatih melihatnya sebagai pemain yang selalu bermain dengan hati. Kecintaan terhadap tim yang dia idolakan sejak kecil selalu memberikan energi lebih baginya di tiap sesi latihan.

Perjalanan karirnya di NFL tidak langsung mulus. Dalam pertandingan preseason, dalam 6 pertandingan pembuka tim ini selalu menelan kekalahan. Baru akhirnya pada pertandingan ke-7 tim ini mendapatkan kemenangan perdana. Kemenangan itu didapatkan kala Eagle bermain di kandang. Dan tebak, siapa yang menjadi pahlawan dalam pertandingan tersebut? Vince Papale! “putra daerah” yang selalu bermain dengan segenap hatinya ketika bertanding.

Quatrick Hasil Imbang
Tahukah anda salah satu penyebab hasil buruk yang didapatkan Roma musim lalu? Jawabannya adalah kehilangan banyak poin dari tim yang diatas kertas bisa dikalahkan. Setelah jawaban yang saya berikan pasti anda langsung merespon“Ini kan sepak bola, bukan matematika”. Ya, hal tersebut memang benar, akan tetapi jangan dilupakan juga bahwa musim lalu Roma mampu mengalahkan tim yang termasuk dalam the magnificent seven di Serie A.

Torino, Sassuolo, Cagliari dan terakhir Atalanta merupakan tim yang diatas kertas seharusnya bisa diatasi oleh Roma. Akan tetapi dari keempat pertandingan tersebut, Roma justru hanya mampu meraih hasil imbang. Khusus untuk pertandingan semalam saya memiliki beberapa catatan penting. Akan sangat menyenangkan apabila catatan saya ini bisa diberikan kepada om Rudi. Barangkali bisa membantu mengurangi kebiasaannya mencatat ketika pertandingan berlangsung  (*^&^%$%$#???/ ).

Seumpama malam ini saya bisa bertemu dengan om Rudi, ada satu pertanyaan yang sangat ingin saya sampaikan kepadanya. “Sebenarnya apa yang anda pikirkan dengan seorang Marquinho?”. Jujur saja, makin lama saya makin jengkel dengan pemain yang satu ini. Permainannya musim ini tidak kunjung membaik. Apalagi setelah insiden “banting botol” yang sempat dia lakukan ketika ditarik keluar saat pertandingan tandang melawan Sampdoria. Permainannya semalam sangat mengecewakan. Sering kehilangan bola, baik itu salah umpan maupun mudah terjatuh. Sebentar lagi bulan Januari, semongga pakdhe Sabatini mempertimbangkan pemain ini untuk dilego.

Gol Atalanta yang dicetak Brivio semalam memang terlihat sangat konyol. Kiper sarat pengalaman yang sebelumnya paling sedikit kebobolan di Seria A musim ini dengan hanya 3 gol bisa ditaklukkan dengan begitu mudahnya. Gol dari Brivio semalam juga mengingatkan saya dengan gol yang dulu pernah dicetak oleh Lamela kala Roma bertandang ke San Paolo dengan meraih kemenangan 1-3. Kebiasaan buruk “Saint Morgan” yaitu mrucutan (tangkapannya tidak lengket) kembali terlihat musim ini. Semoga performa MDS bisa kembali membaik di pertandingan selanjutnya.

Untuk pertama kalinya musim ini, DDR tidak bermain penuh. Dia digantikan oleh Ljajic yang semalam kembali tampil sebagai supersub dengan satu assist untuk gol Strootman. Yang membuat saya kaget adalah ketika ban kapten justru diberikan kepada Mehdi Benatia. Akhirnya teka-teki siapa kapten ketiga musim ini pun terjawab sudah. Sebelumnya saya mengira bahwa MDS atau bahkan Florenzi yang akan menyandang predikat tersebut. Semalam juga menjadi malam yang bersejarah bagi seorang Roman, dialah Frederico Ricci. Binaan primavera Roma ini resmi menjalani debutnya bersama. Meskipun singkat dan tidak terlalu memberikan pengaruh besar, tapi paling tidak dia telah mendapatkan kepercayaan dari om Rudi.

Saatnya Mencontoh Totti
Apabila gambar tersebut diamati, seharusnya gol yang dicetak Bradley semalam sah. Terlihat posisi Bradley dan Lucchini berdiri sejajar. Sebelum kejadian tersebut, pemain Atalanta bahkan terlihat dengan jelas menyentuh bola ketika menghalau tendangan Maicon. Jadi kesimpulannya Roma dirugikan wasit? Tidak sepenuhnya. Karena sebenarnya kerugian terbesar Roma disebabkan oleh dua hal. Yang pertama adalah taktik om Rudi, dan yang kedua adalah absennya Francesco Totti.

Corierre dello Sport
Sejak awal kedatangannya ke Roma, ada beberapa pengamat yang mencoba untuk mengingatkan Romanisti bahwa kelemahan mendasar om Rudi adalah dia hanya memiliki dua taktik. Taktik pertama adalah plan A, apabila taktik itu tidak berjalan maka akan diterapkan taktik kedua yaitu stick to plan A. Hingga pekan kesepuluh, mungkin taktik itu masih bisa membuahkan hasil baik. Akan tetapi setelah itu, tim lawan mulai bisa membaca taktik Roma. Lawan lebih memilih untuk menumpuk pemainnya di lini pertahanan, memberikan Roma kendali penuh, hingga pada akhirnya Roma tidak tahu musti berbuat apa.

Hal ini kemudian diperparah dengan absennya Francesco Totti. Sejauh ini Totti telah absen dalam 6 pertandingan. Dalam 6 pertandingan tersebut Roma hanya mampu meraih 2 kemenangan dan 4 kali imbang. Gol yang tercipta juga sangat minim dibandingkan dengan ketika Totti bermain, yaitu sebanyak 4 gol saja. Dalam kasus ini saya merasakan dua hal sekaligus, heran sekaligus kagum. Heran karena begitu berpengaruhnya seorang Totti bagi Roma, dan kagum dengan pengaruh besar Totti bagi Roma. Nah lho, bingung gak tuh?

 “And you guys are not the team that’s short on talent here today. And I swear you’ll never be again the team short on character. We need to find the soul of this team again. The soul that drove great Eagle players. Players like Norm Van Brocklin, Tommy McDonald, Steve Van Buren. They weren’t just out here playing for themselves. They played for a city. People of Philadelphia have suffered. You are what they turn to in time like these. You are what gives them hope. Lets win one for them. Let’s win one for us. Bring it in.” – Dick Vermell.

Dalam situasi seperti saat ini, kalimat yang diucapkan pelatih Philadelphia Eagle sangat tepat ditujukan kepada pemain Roma. Seluruh pemain harus bermain dengan hati mereka. Mereka tidak hanya bermain untuk mereka sendiri, mereka harus bermain untuk kota dan bahkan untuk seluruh Romanisti. Sudah saatnya seluruh pemain bermain layaknya Totti atau bahkan Vince Papale. Keduanya selalu memberikan yang terbaik bagi tim. Mereka melakukannya karena kecintaan kepada tim. Dan yang lebih penting lagi, mereka melakukannya dengan sepenuh hati.
Forza Roma!!!




Friday, November 1, 2013

Perubahan Arah Kebijakan Transfer Pemain AS Roma (Bagian II)


Performa AS Roma sejauh ini hingga pekan kesepuluh Serie A begitu mengejutkan. Raihan poin sempurna dari sepuluh laga merupkan catatan rekor baru bagi klub sekaligus merupakan rekor baru di Serie A. Kemenangan di pekan kesepuluh juga menjadikan Roma total mencatatkan 11 kali kemenangan beruntun sejak musim lalu, menyamain rekor Roma musim 2005-2006 dibawah Spalletti. Catatan 24 gol dan kemasukan 1 gol menunjukkan bahwa tim ini tidak hanya haus gol, akan tetapi juga memiliki benteng pertahanan yang sangat kokoh. Konsistensi permainan yang sempat hilang dari tim selama dua musim terakhir akhirnya mulai diraih kembali.

Banyak yang menganggap pencapaian ini merupakan kebangkitan tim setelah sempat terpuruk pasca (boleh disebut) “tragedi 26 Mei”. Ya, sebuah laga pamungkas di Coppa Italia melawan tim sekota yang berakhir mengecewakan bagi seluruh tim dan tentu saja bagi seluruh Romanisti. Hal lain yang menjadi catatan penting dari perjalanan Roma sejauh ini tentu saja adalah perubahan kebijakan transfer pemain. Apabila pada tulisansebelumnya saya telah menyoroti kebijakan transfer pemain di sektor pertahanan, maka dalam tulisan kali ini saya akan membahas mengenai pembenahan lini tengah dan lini depan.

Diawali dengan kebijakan Roma yang melepas Panagiotis Tachtsidis. Pemain yang menjadi pilihan utama Zeman musim lalu tersebut bergabung dengan Genoa. Manajemen memilih untuk menjual separuh hak kepemilikannya kepada Genoa. Entah apa yang dipikirkan Zeman kala itu, dimana beberapa kali membangku cadangkan DDR dan memberikan tampatnya kepada pemuda asal Yunani ini. Yang pasti, performa pemain ini tidak konsisten. Bahkan seringkali Romanisti mengejeknya tiap kali memegang bola karena menilai pemain ini tidak pantas untuk mengisi posisi DDR.

Diawal pembukaan bursa transfer, Roma juga secara resmi memermanenkan status Mattia Destro. Total dana yang dikeluarkan untuk striker muda potensial ini adalah sekitar €14 juta. Walaupun saat ini dia masih mengalami cidera pasca berlaga di Piala Eropa U-21, akan tetapi manajemen yakin bahwa pemain yang dijuluki "Destroyer" ini akan mampu bersinar bersama Roma. Musim lalu, penyerang yang memulai karir dari akademi Inter ini menjadi top scorer klub di Coppa Italia dengan 5 gol. Sedangkan di Serie A, debut perdanyana bersama Roma menghasilkan 6 gol dan 2 assist.

Untuk lini tengah, musim ini Sabatini berhasil mendatangkan Kevin Strootman dengan banderol €16,5 juta. Sebuah nilai transfer tertinggi bagi Roma dibawah kepemimpinan James Pallotta. Bisa dibilang bahwa transfer ini mengagetkan, pasalnya sudah lama pemain asal PSV ini gencar disebutkan menjadi salah satu target utama Manchester United dan AC Milan. Hal ini menjadikan Strootman mengorbankan kesempatan untuk bermain di kompetisi Eropa setelah menjatuhkan pilihan terhadap Roma.

“Memang banyak rumor yang mengaitkan saya dengan beberapa klub, akan tetapi hanya Roma yang menunjukkan keseriusan untuk merekrut saya. Apakah nilai transfer yang besar menjadi beban bagi saya? Tentu saja tidak, saya akan menjadikannya motivasi. Saat ini yang bisa saya lakukan untuk Roma adalah bermain sebaik mungkin di lapangan, agar tim ini tahu bahwa mereka telah melakukan pembelian dengan tepat”. - Kevin Strootman.

Soal kemampuan, tidak perlu dipertanyakan kembali. Strootman seringkali dijuluki sebagai the next Van Bommel. Pemain dengan tipe box to box midfielder ini menjadi inti permainan dari lini tengah PSV musim lalu. Perannya sebagai penyuplai bola dari lini tengah ke lini depan PSV sangatlah vital. Musim lalu rataan umpannya 77,3% dengan presentasi umpan sukses mencapai 91,8% dalam tiap pertandingan PSV di Europa League. Selain itu, dia juga tercatat sebagai pemain dengan rataan tekel terbanyak dengan presentasi 7,7% di tiap pertandingan.

“Selain Arjen Robben, Robin van Persie dan Kevin Strootman, tidak ada pemain yang mendapatkan jaminan dalam skuad yang akan saya bawa ke Brazil (Piala Dunia 2014)”. – Louis van Gaal.

Dilihat dari statistik tersebut, maka Strootman merupakan pasangan yang tepat apabila disandingkan dengan DDR dan Miralem Pjanic. Hal ini pula diamini oleh DDR, dia berpendapat bahwa Strootman merupakan pemain yang dibutuhkan Roma. Dengan bergabungnya Strootman, makan musim ini kita akan melihat lini tengah Roma yang lebih mumpuni. Kemampuan bertahan dan menyerang yang sama baiknya dari Strootman tentu akan memberikan pengaruh besar bagi variasi permainan dan kreativitas pergerakan dari lini tengah Roma.

Transfer selanjutnya adalah Gervais You Kouassi atau yang lebih kita kenal Gervinho. Pada awalnya banyak yang mempertanyakan kebijakan Roma untuk merekrut pemain internasional Pantai Gading ini. Kegagalan Gervinho bersama Arsenal selama dua musim terkahir semestinya telah lebih dahulu menjadi pertimbangan Sabatini sebelum merekrutnya. Bahkan di Arsenal Gervinho sempat dianggap sebagai lelucon oleh gooners karena model permainannya. "Fullkit wanker". Begitulah sebutan yang kerap kali dilontarkan fans Arsenal kepadanya kala itu.

“Secara logis Gervinho bukanlah incara saya. Akan tetapi karena permintaan khusus dari Garcia dan demi kebutuhan tim yang dia inginkan, maka saya bersedia merekrutnya”. - Walter Sabatini.

Pada akhirnya Roma mengeluarkan dana €8 juta untuk merekrut Gervinho dari Arsenal. Memang dia mengalami musim buruk selama di Arsenal, akan tetapi yang perlu dicermati disini adalah keberadaan Rudi Garcia. Gervinho bisa disebut sebagai salah satu pemain kesayangan Garcia. Tercatat ini merupakan ketiga kalinya Garcia menginginkan Gervinho untuk berada dalam skuad asuhannya. Sebelumnya Garcia telah membawa Gervinho ke Le Mans dan Lille, dua klub Liga Perancis yang pernah ditanganinya.

“Pemain terhebat yang pernah bermain bersama dengan saya adalah Gervinho”. - Eden Hazard.

Meskipun dengan pencapaian yang kurang bagus dalam dua tahun terakhir, akan tetapi yang bisa kita simpulkan dengan transfer Gervinho ke Roma adalah kepercayaan Garcia terhadap kualitas yang dia miliki. Sering kita dengan istilah di sepak bola, “pelatih lebih tau dengan kondisi pemain”, maka kali ini kita serahkan sepenuhnya kepada Garcia. Karena memang Garcia tahu betul bagaimana cara memanfaatkan kemampuan yang dimiliki oleh Gervinho. Musim 2010-2011 di Lille bermasa Garcia, dia sukses mengemas 18 gol dan 11 assist di kompetisi domestik Perancis. Hal ini yang ingin kembali dimunculkan Garcia dari sosok Gervinho di Roma.

Ada pemain yang datang, maka ada pula pemain yang harus pergi. Kali ini yang harus pergi dari Ibukota adalah Pablo Daniel Osvaldo. Pemain yang selama dua musim berturut-turut menjadi top scorer klub dengan total 27 gol. Kepergiannya memang sudah diperkirakan banyak pihak. Sejak musim pertama datang ke ibukota, pemain ini seringkali menjadi masalah bagi tim. Sifat temperamen yang dia miliki menjadikannya sebagai salah satu pemain Roma yang paling menerima kartu merah. Belum lagi perlakuannya kepada rekan satu tim. Musim 2011-2012 pemain kelahiran Argentinya ini malah pernah memukul wajah Erik Lamela dalam sebuah sesi latihan.

Dengan banderol €16 juta, PDO akhirnya dilepas ke klub Premier League Southampton. Dia menjadi pemain termahal dalam sejarah klub yang berjuluk the Saint tersebut. Dia menerima pinangan Southampton karena dia merasa supporter klub tidak memberlakukan dia dengan semestinya. Beberapa kali supporter membentangkan tulisan yang memojokkannya. Alasan lain mengapa dia memilih Sauthampton adalah keberadaan Mauricio Pochettino, pelatih yang sempat menanganinya kala bermain di Espanyol. Dapat disimpulkan bahwa kepergian PDO merupakan win win solution bagi semua pihak, tidak ada yang dirugikan dari transfer ini.

Kepergian PDO tentu saja menghasilkan lubang besar di lini depan Roma. Banyak pihak berharap agar manajemen klub segera merekrut penyerang. Alih-alih merekrut pemain depan, manajemen malah bersiap melego Erik Lamela. Wonderkid asal Argentina yang sempat digadang-gadang menjadi penerus Totti. Musim lalu, pemain ini juga bersinar dengan torehan 15 golnya. Pemain ini santer dikaitkan dengan Tottenham Hotspur yang kala itu sedang berusaha mencari calon pengganti Gareth Bale yang diisukan pergi ke Real Madrid.

Isu kepindahan Lamela ini sempat terjadi berlarut-larut. Spurs melalui Baldini (mantan sport director Roma) belum menemui kesepakatan harga selama berminggu-minggu nego transfer berlangsung. Akan tetapi sinyal kepindahannya mulai terlihat ketika Lamela dilaporkan mengucapkan salam perpisahan dalam salah satu sesi latihan. Dalam sesi latihan tersebut dia bahkan nampak menangis. Sebuah pertanda bahwa pada dasarnya dia begitu mencintai klub, dan jika harus pergi dari klub maka hal tersebut bukan pilihannya.

Ketika Open Day (seluruh pemain dan official tim diperkenalkan didepan Romanisti di Olimpico) Lamela masih masuk didalamnya. Sampai-sampai Sofia Herrero, kekasih Lamela, berkicau melalui akun twitter miliknya, ”benar-benar sebuah lelucon besar”. Walaupun beberapa menit kemudian twitt tersebut dihapus, akan tetapi isu kepindahannya menjadi semakin santer terdengar. Pada giornata pertama ketika tim bertandang ke Livorno, Lamela masih sempat masuk kedalam skuad yang dibawa. Akan tetapi kala itu dia tidak dimainkan Rudi Garcia. Hingga akhirnya saga transfer Lamela terjawab ketika Spurs resmi melepas Bale ke Madrid dengan label pemain termahal dunia.

Lamela akhirnya resmi pindah ke klub yang berdomisili di London tersebut dengan banderol £30 juta. Sebuah harga tinggi yang sangat sulit ditolak oleh Roma. Namun sebelum kepergian Lamela, Sabatini dengan cerdik telah mendapatkan winger Fiorentina, Adem Ljajic. Pemain asal Serbia tersebut didapatkan dengan nilai transfer €11 juta. Sebuah angka yang bisa dibilang kecil bagi pemuda 22 tahun yang memiliki potensi besar untuk menjadi pemain besar di Serie A.

Sebelum ke Roma, Ljajic lebih dulu santer diberitakan akan dipinang Milan. Akan tetapi nilai yang ditawarkan Milan sangat kecil. Wajar, karena musim ini Milan memang mengalami kesulitan keuangan. Di Fiorentina, Ljajic lebih dikenal dengan pemain super-sub. Seringkali ketika muncul dari bangku cadangan, pemain ini langsung memberikan efek besar bagi permainan tim. Musim lalu, total dia mencetak 11 gol dan 4 assist. Dari sebelas gol yang dia cetak, 7 gol diantara dia cetak dalam 9 partai terakhir Serie A. Pertanda baik bahwa pemain ini sedang dalam performa puncak.

Akan tetapi, pemain ini juga dikenal sebagai pemuda yang Bengal. Dia sempat terlibat “baku hantam” dengan pelatih Dellio Rossi pada tahun 2012 ketika dia ditarik keluar lapangan. Dia juga memiliki masalah dengan pelatih nasional Serbia, Sinisa Mihajlovic. Pada tanggal 28 Mei 2012, ketika timnas Serbia melakukan partai persahabatan melawan Spanyol, Ljajic yang kala itu diturunkan sebagai pemain inti menolak menyanyikan lagu kebangsaan Serbia. Faktor etnis disebut-sebut sebagai salah satu penyebabnya. Ljajic yang merupakan penduduk minoritas Muslim Serbia menilai bahwa lirik lagu kebangsaan Serbia terlalu diskriminatif.

Akibatnya hingga saat ini dia tidak dipanggil lagi untuk bermain bagi Serbia. Dia tidak mempermasalahkan hal tersebut karena dia percaya bahwa apa yang telah dia lakukan merupakan langkah yang tepat. Pemain yang dulu sempat nyaris dikontrak Manchester United (telah menjalani trial, namun gagal karena work permit yang menjadi syarat kontrak tidak keluar) saat ini menyatakan bahwa karirnya masih panjang, dan kesempatan untuk membela Serbia pasti akan datang kembali.

Secara keseluruhan, dapat dikatakan kebijakan transfer yang dilakukan Roma musim ini kontroversial sekaligus brilian. Dilihat dari pemain yang dilepas, memang sangat disayangkan bahwa kemampuan dan potensi pemain sangat mumpuni. Marquinhos, PDO, Lamela musim lalu terbukti menjadi pemain-pemain yang berperan vital bagi permainan Roma. Kontribusi ketiga pemain ini sangat besar bagi lini belakang maupun lini depan Roma. Ditambah lagi usinya yang masih muda, menjadikan Lamela dan Marquinhos menjadi aset penting di masa mendatang. Akan tetapi dengan besarnya keuntungan dana yang didapatkan dari penjualan ketiganya, maka kebijakan manajemen bisa disimpulakan tapat.  

Apabila dilihat dari segi pembelian, pergerakan Sabatini di bursa transfer kali ini begitu brilian. Mendapatkan Maicon dengan status bebas transfer, De Sanctis hanya dengan banderol €500.000, Strootman dengan €16,5 juta, Benatia €12 juta, Gervinho £8 juta dan Ljajic €11 juta, merupakan sebuah langkah yang jeli. Kali ini bukan hanya potensi yang dipertimbangkan, akan tetapi juga pengalaman. De Sanctis, Maicon, Benatia dan Ljajic merupakan deretan pemain yang sudah terbukti kualitasnya di Serie A. Sedangkan Strootman dibeli karena dia merupakan pemain dengan kemampuan bermaian yang dibutuhkan Roma.

Dilepasnya beberapa pemain penting Roma musim lalu juga merupakan langkah manajemen Roma untuk menyeimbangkan kondisi keuangan klub. Dua tahun tidak berhasil menembus kompetisi Serie A merupakan kerugian besar dari segi pemasukan bagi klub. Ditambah lagi, musim ini Roma tidak mendapatkan suntikan dana dari sponsor utama, setelah kontrak dengan Wind tidak diperpanjang. Dengan penjualan beberapa bintang musim lalu, rapor merah keungan Roma musim ini diharapkan akan berkurang.

Serie A musim ini bisa disebut sebagai waktu yang tepat bagi Roma untuk berprestasi lebih baik dari musim lalu. Dengan modal skuad yang mumpuni dan hanya fokus pada kompetisi lokal, target klub untuk mampu lolos ke kompetisi Eropa musim mendatang semestinya bisa tercapai. Jikalau pada akhirnya nanti Roma mampu meraih gelar Scudetto, maka saya lebih senang menyebutnya sebagai bonus dari perjuangan target meraih posisi ketiga J. Sebagai Romanisti, saya senantiasa mendoakan yang terbaik bagi AS Roma, apapun hasilnya di akhir musim nanti. Forza Roma!




Tuesday, September 3, 2013

Perubahan Arah Kebijakan Transfer Pemain AS Roma

Bagi seluruh Romanisti, dua musim terakhir merupakan saat-saat yang berat. Sejak kepemilikan klub beralih dari keluarga Sensi ke Raptor Group tim ibu kota telah melakukan banyak sekali perubahan. Akan tetapi, dalam dua musim hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan ekspektasi. Harapan meraih gelar sempat timbul musim lalu lewat Coppa Italia. Namun sayang, Roma harus tunduk dari Lazio dengan kekalahan tipis 0-1. James Pallota sebagai presiden klub tentu saja memiliki banyak hal yang harus segera diperbaiki menjelang datangnya musim baru.

Pergantian pelatih menjadi prioritas utama dari pihak manajemen. Tidak berhasilnya pola tiki-taka yang dibawa oleh Luis Enrique serta pola all attack Zemanlandia a la Zdenek Zeman membuat klub mencoba cara baru. Baik Luis Enrique maupun Zeman memberikan suguhan permaian yang menarik untuk disaksikan. Akan tetapi, penampilan menarik saja tidak cukup. Target utama menembus kompetisi Eropa gagal dua musim berturut-turut. Dalam dua musim itu pula ada satu hal penting yang hilang dari permainan Roma, konsistensi.

Dalam tulisan ini, saya mencoba fokus terlebih dahulu mengenai pergerakan manajemen Roma dalam menunjuk pelatih dan merekrut pemain di sektor lini pertahanan. Dua hal ini sangat vital bagi Roma selama dua musim terakhir. Manjemen klub pun menyadarinya, dan menjadikan dua hal ini sebagai prioritas utama sejak bursa transfer mulai resmi dibuka. Untuk sektor lini tengah dan penyerangan, akan saya sajikan dalam tulisan selanjutnya.

Pelatih dengan Mental Juara

Nama Walter Mazzari, Laurent Blanc, Max Allegri hingga Tata Martino sempat muncul ke permukaan menjadi deretan kandidat pelatih baru Roma. Hingga akhirnya, muncul nama baru yang menurut saya kurang begitu familiar di sepak bola Italia, Rudi Garcia. Memang namanya kurang menggema di telinga kita yang tidak begitu mengikuti Ligue 1 Perancis. Akan tetapi apabila melihat track record mantan pelatih Lille ini, maka kita bisa menyimpulkan bahwa merekrut Rudi Garcia merupakan langkah yang tepat dari manajemen klub.

Rudi Garcia
Manajemen tidak mau lagi melakukan eksperimen seperti dua musim sebelumnya. Roma saat ini membutuhkan sosok yang bermental juara, seorang motivator yang ulung dan juga pelatih yang mumpuni secara taktik permainan. Semua hal tersebut ada pada diri Rudi Garcia. Satu hal penting lain yang ada pada sosok Rudi Garcia adalah dia termasuk pelatih yang bertangan dingin mengembangkan bakat pemain muda. Eden Hazard, Moussa Sow, Yohan Cabaye, Lucas Digne, Gervinho merupakan deretan pemain muda yang bersinar dibawah arahannya ketika Lille dibawa untuk pertama kalinya dalam 50 tahun sejarah klub mendapatkan gelar Liga dan piala liga dalam satu musim.

Pembenahan Lini Pertahanan

Tidak hanya pada sosok pelatih, musim ini Roma juga menerapkan kebijakan serupa dari segi transfer pemain. Pembelian pemain muda dengan label wonderkid yang belum pernah berlaga di Serie A tidak lagi dilakukan. Manajemen mencoba fokus untuk mencari pemain yang telah berpengalaman, memiliki mental kuat dan memiliki konsistensi dalam permainan. Walter Sabatini mencoba memulainya dengan fokus membenahi sektor pertahanan. Sektor ini merupakan titik lemah Roma musim lalu. Roma menjadi salah satu klub Serie A dengan pertahanan terburuk ketika dibawah Zeman. Meskipun hal ini merupakan resiko dari model permainan Zemanlandia, akan tetapi dibawah Rudi Garcia, Roma diharapkan menjadi tim yang balance dari segi pertahanan maupun penyerangan.

Tin Jedvaj
Roma memulainya dengan mendatangkan Lucas Skorupsi, nama yang begitu asing bagi kita. Kiper berkebangsaan Polandia ini didaulat untuk mengisi pos yang ditinggalkan oleh Goichochea yang status kepemilikannya tidak dipermanenkan klub. Selanjutnya, Roma juga kembali berinvestasi dengan membeli bek muda dari Croatia, Tin Jedvaj. Pemain ini sebelumnya ramai dibicarakan di Inggris karena ada dua klub dari London, Arsenal dan Tottenham yang berminat merekrutnya. Akan tetapi akhirnya Jedvaj lebih tertarik dengan tawaran yang diajukan Roma.

Kejutan pertama datang dari kepergian Marteen Stekelenburg ke Fulham. Dua musim lalu, sebenarnya harapan besar muncul ketika klub merekrutnya. Setelah sekian lama akhirnya mendatangkan sosok kiper yang memiliki nama besar macam Stekelenburg. Akan tetapi, selama dua musim di Roma Stek tampil kurang konsisten dan bahkan dia sempat kehilangan tempat di Timnas Belanda karena hal tersebut. Kejutan lainnya adalah ketika Roma melepas Marquinhos ke klub PSG. Pemain yang sempat digadang-gadang sebagai penerus Aldahir untuk mengawal lini belakang Roma akhirnya hanya bertahan satu musim saja di Olimpico.

“by getting €31.4m from PSG 19-year-old only 12 months after paying Corinthians €1.5m up front and a further €3.5m once he had made eight first team appearances, Roma have made the sale of the summer. It’s hard to think of a club making as sizeable a profit so quickly. Arsenal sold Nicolas Anelka to Real Madrid for £22.5m in 1999 two years after buying him from PSG (ironically enough) for £500.000. But even that doesn’t compare” – James Horncastle.

Ya, sale of the summer. Gelar” itu disematkan pada Roma setelah melepas Marquinhos ke PSG. Profit penjualan bisa dibilang sangat besar untuk pemain berusia 19 tahun, baru bermain total 26 pertandingan Serie A dan baru menjalani tahun pertama di kompetisi Eropa. Harus diakui bahwa pontensi pemain ini sangat besar. Kehilangan Marquinhos tentu saja disayangkan oleh Romanisti, akan tetapi mari kita mencoba berpikir positive dari kehilangan ini. Ada kutipan menarik dari Marten Portoise;

“Thirty-plus million? Buh-bye. Thanks. Defenses are built on structure, not individual talent. Clubs like PSG and Barcelona can build great structures with collections of great talent; AS Roma cannot. Show ‘em the money”.

Dengan perginya Marquinhos, Roma memiliki dana segar dalam jumlah besar untuk melakukan pergerakan di bursa transfer. Mehdi Benatia akhirnya direkrut dari Udinese dengan harga €13,5juta ditambah dengan status kepemilikan bersama penyerang muda Roma asal Uruguay yang bersinar di piala dunia U-20, Nico Lopes. Kehadiran Benatia tentu saja merupakan pilihan yang tepat untuk menggantikan Marquinhos. Apabila dilihat dari satistik, Benatia merupakan bek dengan rapor permainan terbaik ketiga di Serie A berdasarkan WhoScored.com.

Rapor Benatia
“At 26 he’s coming into his prime having impressed over the past three years in Udine. His 2012/2013 season was hit by injury, meaning that he started just 19 Serie A matches, but when fit he was key to Udinese’s continuing overachievements. The side wong 52,6% of the games he started compared to 42.1% of those he didn’t and conceded, on average, 1.05% goals per game with him in the side and 1,32% without him. With and exceptional 3,5 tackles and 3,8 interceptions per game – the latter rangking secong in the league -  he was the third best-rated centre-back in Serie A according to WhoScored (7.46).”

Setelah Benatia, Roma kembali memperkuat sektor pertahanan dengan mendatangkan fullback internasional
Maicon saat Open Day
Brazil, Maicon. Kurang konsistennya permainan Ivan Piris di sektor kanan pertahanan menjadikan manajemen tidak mempermanenkan statusnya. Maicon akan diplot untuk mengisi sektor kanan pertahanan Roma. Pemain yang sebelumnya memperkuat Machester City ini didatangkan dengan status free transfer. Memang satu musim masa baktinya di Etihad tidak berjalan muslus. Cidera yang dialamainya membauat Maicon mengalami musim yang tidak menyenangkan di Inggris. Namun sekali lagi saya ingatkan, yang dicari oleh Roma kali ini adalah pemain yang telah berpengalaman di Serie A, dan hal itu ada pada seorang Maicon.

 “In the three seasons before moving to Manchester the Brazilian picked up 23 assists and of all players to make at least 50 Serie A appearances since 2009/2010 only four (Cassano, Cossu, Totti and Ibrahimovic) have a better assit per game rate than the 31-year old (0.27).” WhoScored.com.

De Sanctis saat diperkenalkan
Terakhir untuk lini pertahanan, Roma mendatangkan Morgan de Sanctis dari Napoli. Pemain ini memang tidak muda lagi usianya, 36 tahun. Akan tetapi, gagalnya Stekelenburg mengawal gawang Roma selama dua musim berturut-turut adalah karena kurang maksimalnya koordinasi di lini pertahanan. Meskipun secara skil Stekelenburg merupakan kiper yang mumpuni, akan tetapi dia kurang fasih berbahasa Italia, dan hal itu pula yang menjadikannya sempat lama dibangku cadangkan oleh Zeman. Dengan pengalaman yang dimiliki sekaligus kemampuan melakukan koordinasi lini belakang yang lebih mumpuni, kehadiran de Sanctis dipastikan akan membuat lini pertahanan Roma lebih baik, minimal lebih solid dari musim lalu.

Manajemen AS Roma sejauh ini telah melakukan langkah-langkah yang tepat. Kegagalan mendapatkan hasil maksimal selama dua musim berturut-turut telah memberikan banyak pelajaran bagi klub. Yang paling dibutuhkan Roma saat ini adalah konsistensi bermain dan tumbuhnya mental juara di hati para pemain. Dengan didatangkan pelatih dan pemain yang berpengalaman, khususnya di Seria A, musim ini optimismme kembali muncul. Target menembus kompetisi Eropa nampaknya menjadi hal yang realistis untuk diwujudkan.

Thursday, March 14, 2013

Jejak Sejarah Sepak Bola

Setelah sebelumnya saya pernah menulis mengenai darimana asal-muasal sepak bola, kali ini saya akan berbagi sedikit informasi mengenai jejak sejarah permainan sepak bola di berbagai belahan dunia. Sepak bola memiliki sejarah yang panjang, mulai dari olah raga yang digunakan untuk mengasah fisik sampai dengan olah raga yang dijadikan sebagai media perang antar suku. Model permainan dan aturan yang berlaku juga berbeda-beda di berbagai tempat. Maklum, kala itu sepak bola modern belum ditemukan dan peraturannya pun belum disempurnakan seperti saat ini.

FIFA telah mengakui bahwa sepak bola berasal dari benua Asia, tepatnya dari negeri China. Manuskrip mengenai sepak bola tersebut menyatakan bahwa olah raga ini telah dimainkan secara turun-temurun sejak masa dinasti Tsin (255 - 206 SM). Dalam manuskrip itu disebutkan bahwa sepak bola diperoleh secara turun-temurun sejak 5000 tahun sebelumnya.  Nama untuk permainan ini sendiri kala itu adalah tsu chu. Arti dari kata tsu chu sendiri adalah ‘menendang bola’ dan munculnya berasal dari kepercayaan China kuno.

Relief orang Yunani yang memainkan episkyro
Sedangkan di benua Eropa, jejak mengenai permainan sepak bola bisa ditelusuri setelah ditemukannya dokumen mengenai sepak bola di Yunani dan Romawi. Di Yunani, bermain bola sudah dikenal pada tahun 800 SM dengan nama episkyro. Salah satu bukti sejarah yang dapat ditelusuri terkait dengan adanya relief di National Museum of Archeologi di kota Athena. Relief itu menggambarkan seorang Yunani yang sedang bermain bola dengan kakinya.

Pasukan Romawi yang menyerbu Yunani pada 146 SM kemudian mengadopsi permainan ini dan menyebarkannya seiring penaklukan wilayah-wilayah Eropa. Oleh orang Romawi sendiri, episkyro mereka sebut dengan harpastrum. Kaisar Romawi, Julius Caesar, tercatat sebagai penggemar harpastrum. Dia memilih olahraga sebagai wadah bagi para pasukannya untuk mengasah fisik mereka.

bangsa Romawi bermain harpastrum
Permainan ini semakin popular ke suluruh pelosok negeri. Orang Romawi kala itu sering memainkan harpastrum sebagai olahraga pagi di lapangan yang disebut dengan palaestra. Harpastrum juga berkembang menjadi berbagai jenis permainan, mulai dari bola tangan (expulsim ludere), hoki, harpasta, phaininda dan olah raga yang saat ini disebut dodge ball.

Di Roma, luas lapangan harpastrum menyesuaikan dengan jumlah pemainnya. Pernah suatu ketika, harpastrum dimainkan oleh lebih dari 100 orang sehingga olah raga ini kala itu justru lebih menyerupai kerusuhan massal. Penulis Romawi, Horatius Flaccus dan Virgilius Maro, menyebut harpastrum sebagai “permainan biadab”. Olahraga ini pada perjalanannya kemudian dilarang untuk dimainkan diseluruh wilayah Romawi.

Bangsa Inggris mulai mengenal sepak bola pada abad ke-2. Mereka mulai memainkan sepak bola setelah berhasil mengalahkan tentara Romawi kala itu. Sama seperti Romawi, permaian bola di Inggris jauh lebih brutal karena dimainkan di lapangan yang luas atau jalanan yang berjarak 3-4 km. King Edward II menyebut sepak bola sebagai “permainan setan yang dibenci Tuhan”.

Pada April 1314, dia melarang rakyatnya untuk memainkan melakukan olahraga ini, terutama untuk kalangan ningrat karena menggunakan tengkorak sebagai bola. Raja juga khawatir jika prajurit terlalu sering bermain bola makan mereka lupa untuk mengasah kemampuan berkuda dan memanahnya. Pelarangan memainkan sepak bola di tanah Britania kemudian berlanjut hingga Ratu Elizabeth I bertahta (1533-1608).

Philip Stubbes pada 1583 menulis buku dengan judul The Anatomie of Abuses dan menggambarkan kekerasan dalam sepak bola kala itu dengan jelas. “Ratusan orang mati dalam satu pertandingan yang berlangsung dengan brutal” tulisnya. Pemain yang selamat banyak yang cedera parah. Patah kaki, remuk tulang punggung, kepala bocor, mata buta merupakan jenis-jenis cedera yang seringkali dialami orang yang memainkan sepak bola kala itu.

Begitu brutalnya olah raga ini membuat Stubbes juga secara konsisten mengkampanyekan penolakan terhadap sepak bola. Pihak geraja pun ikut turun tangan dengan kondisi ini. Sepak bola kala itu sering dipertandingkan pada hari minggu yang merupakan hari Sabath. Pihak gereja kemudian memberikan respon dengan mengeluarkan peraturan bahwa siapa saja yang kedapatan bermain bola akan dihukum penjara selama seminggu.

penduduk Normandy bermain la soule
Di wilayah Perancis, sepak bola mulai dikenal pada 50 SM dari tentara Romawi. Olah raga ini kemudian dikenal dengan sebutan la soule. Permainan ini dikembangkan oleh orang-orang dari daerah Normandy dan Picardy. Jumlah pemain tiap tim adalah 20-200 orang. Orang Perancis memainkan la soule atau choule tanpa menggunakan peraturan yang jelas dan tanpa batasan jumlah pemain. Bahkan seringkali pertandingan berlangsung hingga beberapa hari. Akibatnya, Raja Felipe V pada tahun 1319 melarang la soule yang kemudian juga dilanjutkan kebijakan serupa oleh raja-raja setelahnya.


Setelah berakhirnya era kekaisaran Romawi, sepak bola telah mengalami banyak perkembangan, terutama dalam teknis dan aturan permainan. Salah satu perkembangan signifikan terhadap permainan ini adalah ketika orang Florence memainkan calcio. Aturan dari calcio sudah jelas. Setiap tim beranggotakan lebih dari 27 orang. Cara bermainnya juga sederhana; menendang, mengumpan dan menggiring bola untuk dibawa ke garis pertahanan lawan. Kala itu belum ada gawang yang digunakan dalam permainan.


Selain di daratan Eropa dan Asia, sejarah mengenai sepak bola juga dapat dilacak keberadaannya di benua Amerika. Suku Indian dan Aztec sudah mengenal sepak bola sejak ratusan tahun yang lalu. Mereka menyebut sepak bola dengan nama pasuckaukohowog. Namun khusus untuk suku Aztec, permainan bola merupakan gabungan dari basket, voli dan sepak bola sekaligus. Sedangkan untuk suku Indian, sepak bola lebih mirip perang antar suku yang di lapangan luas. Bahkan pertandingan bisa berlangsung hingga berhari-hari apabila skor masih imbang.

ilustrasi permaian pasuckaukohowog
Kadua suku ini selalu melakukan ritual sebelum berlangsungnya pertandingan. Mereka mengenakan berbagai atribut suku dan mengecat tubuh mereka layaknya akan berangkat ke medan perang. Tujuan dari diadakannya ritual sebelum pertandingan ini adalah untuk menolak bala. Di dalam setiap pertandingan, tiap tim yang bertanding bisa berjumlah 500 orang. Karena kerasnya permainan, pasuckaukohowog seringkali menyebabkan pemainnya mengalami cedera berbulan-bulan lamanya.

ilustrasi permaian aqsaqtuk
Jejak sepak bola di benua Amerika juga didapatkan dari sejarah suku Eskimo pada tahun 1600-an. Mereka menyebut sepak bola dengan aqsaqtuk yang artinya kurang lebih bermain sepak bola di es. Mereka memainkannya di es karena suku ini memang terdapat di kawasan Amerika bagian utara, salah satunya di Alaska. Permainannya melibatkan dua tim yang biasanya berasal dari dua desa. Arena pertandingannya bahkan bisa mencapai belasan kilometer panjangnya. Teknik terpenting yang dibutuhkan dari aqsaqtuk adalah kemampuan untuk menendang bola sejauh mungkin.