Thursday, October 23, 2014

#ShameOnYouSBY atau #ShameOnYou, Mana yang Lebih Tepat?


Sumber: http://www.lpmdinamika.co
Sudah lama saya tidak menulis diblog. Akhir-akhir ini, semua tulisan saya hanya tertuang pada tugas akhir saja, yang pada akhirnya berakhir juga (banyak kali kata akhir-nya yak). Kali ini saya tertarik untuk menanggapi tentang fenomena media sosial yang beberapa waktu lalu happening. Tagar #ShameOnYouSBY begitu ramai di media twiter. Selama dua hari tagar tersebut mendapatkan predikat sebagai Trending Topic World Wide (TTWW).

Pengguna twitter di negeri ini tentu saja sudah tidak asing lagi dengan predikat TTWW. Maklum saja, Indonesia, khususnya Jakarta merupakan salah satu “importir” twit terbesar sejagat. Paling sering predikat TTWW didapatkan pengguna twitter negeri ini kalo sedang berlangsung ajang pencarian bakat, tentunya anda akan tahu acara apa yang saya maksud. Tapi, kali ini predikat TTWW yang didapatkan sedikit berbeda. Berbeda karena yang tertera dalam tagar bukan merupakan nama salah satu kontestan dalam ajang pencarian bakat, melainkan merupakan inisial dari pemimpin negara kita.

Menjadi TTWW selama lebih dari 24 jam (setahu saya) bukanlah hal yang lumrah di twitter. Apalagi TTWW tersebut berasal dari negara kita. Akan tetapi, apabila dilihat dari permasalahan yang menjadi latar belakang munculnya tagar #ShameOnSBY maka hal tersebut bisa dikatakan wajar. Secara garis besar, tagar tersebut muncul sebagai wujud dari kekecewaan sebagian besar rakyat (terutama di media sosial) tentang tata cara pemilihan kepala daerah yang baru. Sebagian besar beranggapan bahwa pemilihan kepala daerah yang selanjutnya tidak diadakan secara langsung, melainkan melalui anggota DPRD baik tingkat provinsi dan kabupaten, merupakan kemunduran dari perjalanan pelaksanaan demokrasi di negeri ini.

Salah satu yang menjadi alasan utama dari dipilihnya opsi ini adalah pendapat yang mengatakan bahwa pemilihan langsung yang telah 10 tahun dilaksanakan memakan banyak sekali biaya. Penggunaan biaya yang begitu besar kemudian menjadi salah satu faktor utama terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh banyak kepala daerah. Memang benar, hal-hal tersebut merupakan salah satu kelemahan yang sampai saat ini masih terjadi dalam praktek demokrasi di negara ini. Akan tetapi, bukankah salah satu esensi dari demokrasi adalah proses? Apalagi, sistem demokrasi yang diterapkan di negara ini bisa dikatakan radikal, dalam artian perubahan dari totaliter-terpusat jaman orde baru menjadi demokrasi-otonomi daerah di jaman reformasi.

Selama 10 tahun ini Indonesia telah berproses. Dengan segala kekurangan yang masih dimiliki, akan tetapi, menurut pendapat saya, negara ini telah menunjukkan progres positif. Terlepas dari masih banyaknya kepala daerah hasil pilkada langsung yang terjerat kasus korupsi, pilkada langsung juga telah memunculkan pemimpin-pemimpin daerah yang terbukti bersih, kredibel, inovatif dan membawa perubahan di daerahnya. Lihat saja Surakarta, Surabaya, Banyuwangi, Belitung Timur, Bandung dan beberapa daerah lainnya. Di wilayah tersebut, kepala darah yang dipilih langsung terbukti telah memberikan banyak gebrakan positif dan perubahan positif.

Lantas mengapa progress positif yang telah diraih kemudian malah mencoba dihambat oleh koalisi merah putih (KMP) dengan jalan merubah pemilihan kepala daerah melalui DPRD? Banyak yang mengatakan bahwa hal ini dilakukan KMP sebagai “balasan” dari kekalahan calon presiden yang mereka usung dalam pemilihan presiden lalu. Gemuknya koalisi oposisi ini di parlemen memudahkan mereka meloloskan berbagai agenda yang telah direncanakan, salah satunya UU Pilkada. Oposisi itu sehat, asal sesuai dengan “dosis”. Harapan saya, oposisi yang berada di parlemen tetap menempatkan kepentingan rakyat banyak daripada kepentingan koalisi saja.

Kembali lagi pada soal tagar #ShameOnSBY. Kebanyakan orang tidak ada hentinya menghujat beliau, bahkan saya pun juga berkicau dengan mencantumkan tagar serupa di medsos. Wajar apabila beliau dihujat. Sebagai presiden, sebenarnya beliau memiliki kewenangan untuk mencegah UU Pilkada ini tidak disahkan, yaitu dengan cara menarik rancangan UU yang diajukan oleh Kementerian Dalam Negeri kepada DPR. Akan tetapi, saat itu beliau memilih untuk diam, dan tetap meloloskan RUU tersebut untuk kemudian diproses di DPR. Walaupun pada akhirnya beliau juga menyatakan “keprihatinan” atas disahkannya UU Pilkada dan dibarengi dengan mengajukan Perpu pilkada, akan tetapi semua sudah terlambat. Banyak orang beranggapan bahwa pada akhir masa jabatannya beliau justru mengkhianati reformasi dengan mencoba menghambat proses demokrasi yang telah berlangsung lebih dari 10 tahun di negeri ini.

Akan tetapi menurut saya, beliau bukan satu-satunya orang yang harus dikambing hitamkan. Kita semua harusnya juga berkaca pada diri kita masing-masing. Apakah selama ini kita telah menyumbangkan pemikiran, gagasan dan solusi untuk kemajuan demokrasi? Atau minimal apakah selama ini kita telah berperan aktif dalam proses demokrasi? Mencoblos bagi yang telah memenuhi syarat, misalnya. Sudahkan kita melakukan hal-hal tersebut? Atau jangan-jangan banyak dari kita yang hanya acuh terhadap demokrasi? Hanya bisa mengkritik, menggerutu menghujat dan menyalahkan kelompok tertentu saja?

Banyak dari kita yang menolak keras dilakukannya pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Banyak dari mereka bilang bahwa salah satu hak paling utama mereka sebagai warga negara dirampas. Akan tetapi apakah selama ini mereka menggunakan hak yang dimiliki dengan baik? Apakah selama ini mereka menyalurkan suaranya dengan benar dan sesuai dengan peraturan? Atau jangan-jangan, banyak diantara kelompok ini yang justru membuang percuma hak suara yang dimilikinya? Bukankah dengan memilih untuk menjadi golongan putih menjadikan kemungkinan penyalahgunaan suara akan semakin besar? Bukankah dengan menjadi golongan putih hanya akan membawa stagnasi pada proses demokrasi?

Akan lebih baik apabila hak yang kita miliki dimanfaatkan dengan baik. Begitu juga dengan kewajiban negara, harus memberikan pelayanan (dalam bentuk apapun itu, sesuai dengan kewajiban) terbaik kepada warga negaranya. Apabila masih terjadi kekurangan jangan hanya menghujat dan kemudian apatis. Justru di era demokrasi seperti ini kita harus berperan aktif dalam proses pelaksanaannya. Jangan hanya lantang bersuara keras dengan menuliskan tagar #ShameOnSBY saja. Ada baiknya anda juga lantang bersuara, bercermin dan bertanya pada diri anda sendiri sembari menggunakan tagar #ShameOnYou.

1 comment:

  1. BOLAVITA merupakan Agen Sportsbook yang paling lengkap di Indonesia !!
    ✔ SBOBET
    ✔ MAXBET
    ✔ 368BET

    Daftar dan gabung sekarang !! Karena berapapun kemenangan Anda tentunya akan dibayar langsung oleh Agen BOLAVITA !!

    Ada banyak bonus GEDE-GEDEan menarik di BOLAVITA :
    ✔ BONUS NEW MEMBER 10%
    ✔ BONUS EVERYDAY 5%
    ✔ BONUS ROLLINGAN 0.5%
    ✔ BONUS SEUMUR HIDUP 10%
    ✔ HADIAH, DISKON & FREECHIPS

    Dengan minimal deposit Rp 10.000 saja sudah dapat memainkan semua permainan yang disediakan Agen BOLAVITA dan cukup dengan 1 USERID saja !!

    Dengan adanya kerjasama dengan Bank Indonesia, aplikasi dan via pulsa sudah dapat melakukan deposit untuk bermain !!

    Customer service online 24 JAM NONSTOP untuk melayani Anda yang sedang mengalami kendala !!

    Untuk informasi lebih lanjut bisa hubungi kami via livechat ataupun :
    ✔ WA / TELEGRAM : +6281297392623

    #bolavita #agenbolavita #agenjudi #agentangkas #agenbola #agentogel #agensabung #agentangkaas #Judionlineterbaik #bandarterbesar #bandarterpercaya #judionlineterpercaya #situsbolaterbesar #situsbolaaman #judionlineaman #pokeronline #Pokerindonesia #togelonlineterbaik #pokeronlineterbaik #bandartogelterbaik #agentogelterbesar #tangkasnet #judislot #slotgames #joker #bonusterbaik #bonusterbesar #hadiahdanbonus #freechips #casinooline

    ReplyDelete