Atas saran
Dokter, Tugiyo disarankan untuk opname di sebuah rumah sakit di Singapura
karena penyakit yang dideritanya cukup parah. Sesampainya di rumah sakit,
Tugiyo dibawa ke kamar dan segera di infus. Beberapa jam kemudian, datang
seorang bule yang keliatannya sakit parah dan dibaringkan di sebelah Tugiyo. Si
bule walaupun kelihatannya lemah, dia masih mencoba berkomunikasi dengan
Tugiyo.
Dia mengangkat
tangannya dengan susah payah dan bilang, “American…”
Tugiyo yang
dengan lemah, menjawab, “Indonesian..”
Setelah itu
keduanya diam.
Beberapa menit
kemudian mereka siuman dan mencoba berkomunikasi lagi..
Si bule berkata
dengan lemas, “James..”
Dan dijawab
dengan susah payah oleh Tugiyo, “Tugiyo..”
Mereka mencoba
lagi melanjutkan pembicaraan,,
“Texas..” ujar si
bule
Dijawab Tugiyo, “Purwodadi..”
Si bule yang udah
hampir kehabisan napas berkata, “Cancer..” (sakit kanker)
Dan dengan
sisa-sisa napas yang ada Tugiyo menyahut, “Sagitarius..”
Tugiyo ketika beraksi membela PSIS |
Terlepas dari fisiknya yang saya anggap lucu, akan berbeda ceritanya apabila kita membahas kemampuannya bermain sepak bola. Walaupun secara fisik dia termasuk penyerang dengan postur yang kecil, akan tetapi skill dan kecepatan dalam bermain sepak bola yang sangat mumpuni kemudian menjadikan dia mendapat julukan sebagai Maradona. Seorang legenda sepak bola dunia asal Argentina yang memiliki perawakan postur yang sama dengan Tugiyo.
Dialah pencetak gol tunggal PSIS di final Liga Indonesia V pada
tahun 1999 saat mengalahkan Persebaya, di Stadion Klabat, Manado. Masih teringat
di benak saya, ketika itu saya menyaksikan pertandingan tersebut memalui layar
televisi. Kala itu, pertandingan disiarkan langsung oleh TVRI. Secara komposisi
tim, keduanya berimbang. Akan tetapi Persebaya yang kala itu ditangani oleh
pelatih Rusdy Bahlawan sedikit lebih mentereng dengan beberapa nama besar
pemainnya macam Hendro Kartiko, Aji Santoso, Anang Maruf, Bejo
Sugiantoro, Yoseph Lewono, Chairil Anwar, Alm. Eri Irianto, Yusuf Ekodono,
Uston Nawawi, Musa Kallon dan juga Reinald Pieters.
Sedangkan materi pemain PSIS yang dilatih oleh Edy Paryono diisi oleh nama-nama macam I Komang Putra, Agung Setiabudi, Wasis Purwoko, Simon Atangana, Ebanda Timothy, Bonggo Pribadi, Ali Sunan, Ali Saha Ali dan juga Tugiyo. Kala itu pertadingan dipimpin oleh wasti Djajat Sudrajat dan disaksikan sekitar 30.000 penonton. Pertandingan berlangsung seru dan berimbang. Penentuan gelar juara harus menunggu hingga menit-menit akhir. Tepatnya pada menit ke-89 dengan kecepatan, ketenangan dan akurasi tendangannya, Tugiyo berhasil membobol gawang Hendro Kartiko.
Sedangkan materi pemain PSIS yang dilatih oleh Edy Paryono diisi oleh nama-nama macam I Komang Putra, Agung Setiabudi, Wasis Purwoko, Simon Atangana, Ebanda Timothy, Bonggo Pribadi, Ali Sunan, Ali Saha Ali dan juga Tugiyo. Kala itu pertadingan dipimpin oleh wasti Djajat Sudrajat dan disaksikan sekitar 30.000 penonton. Pertandingan berlangsung seru dan berimbang. Penentuan gelar juara harus menunggu hingga menit-menit akhir. Tepatnya pada menit ke-89 dengan kecepatan, ketenangan dan akurasi tendangannya, Tugiyo berhasil membobol gawang Hendro Kartiko.
Dengan
gol tunggalnya yang berhasil mengantarkan tim Mahesa Jenar menjadi juara kala
itu, otomatis Tugiyo dielu-elukan bak pahlawan di usianya yang kala itu baru
menginjak 22 tahun. Hidup Tugiyo, yang seorang anak penarik becak, memang
berubah sejak ia kenal sepak bola dan terlebih setelah membawa kesebelasannya
menjuarai Liga Indonesia V. Selain undangan makan, hadiah mengalir deras
untuknya, mulai dari kapling tanah, sepeda motor, dan uang. Rumah gedeknya yang
ditinggali ibunya kini sudah menjelma jadi gedung bergaya Spanyol. Walau sudah
kaya dan punya deposito puluhan juta, "Maradona dari Purwodadi" ini
mengaku tak ingin mengubah gaya hidupnya. Untuk bepergian, ia cukup puas naik
sepeda motor dan tak ingin membeli mobil. Tugiyo juga mengaku belum mikirin cewek,
walau banyak yang naksir. Soal handphone? "Oh, ini untuk menelepon
ibu saya kalau di lapangan," kata Tugiyo, yang selalu minta doa ke ibunda
setiap akan bertanding.[1]
Gol di pertandingan final Ligina V tersebut merupakan pencapaian puncaknya sepanjang berlangsungnya Ligina musim itu. Tugiyo mengawali karirnya sebagai pemain dari kampung kelahirannya di Purwodadi. Kemudian ia masuk diklat Salatiga dan Ragunan. Pernah bermain pula di PSSI U-16, di Iran. Keluar dari diklat Ragunan, Tugiyo mencoba peruntungannya dengan bermain untuk klub PSB Bogor selama dua musim. Pada tahun 1997, Tugiyo sempat ditolak untuk tergabung dalam program PSSI Baretti yang dikirim ke Italia. Alasan utama penolakan dari PSSI adalah karena postur Tugiyo yang pendek. Akan tetapi, selang dua tahun kemudian dia membuktikan bahwa keputusan PSSI tersebut salah besar.
Pada tahun 1999 dia bergabung dengan klub PSIS Semarang. Dalam gelaran Ligina musim 1999, dia bermain apik sepanjang musim dan puncaknya adalah gol tunggalnya di partai final. Total Tugiyo merumput selama lima musim bersama PSIS. Pada tahun 2008 lalu, Tugiyo sempat mencoba lagi peruntungannya dengan mengikuti seleksi pemain PSIS untuk musim 2008-2009, akan tetapi usahanya gagal. Kemampuannya sudah banyak berkurang dikarenakan cidera lutut berkepanjangan yang sempat dia alami. Cidera tersebut dia dapatkan ketika memenuhi panggilan pelatnas untuk persiapan piala Asia tahun 2000 yang kala itu dilatih oleh Nandar Iskandar.
Lantas bagaimana
kabarnya saat ini? Dari informasi yang saya dapatkan, Ia meniti karir sebagai pelatih tim sepakbola Kecamatan Bawang dan
tim U-20 Kabupaten Batang sejak 23 Juni 2009. Saat ini pula, Tugiyo telah
mengantongi lisensi kepelatihan seri C yang dia dapatkan dari kursus pelatih di
Magelang pada September 2009 lalu. Sebenarnya, dia masih berhasrat untuk
bermain sepak bola, akan tetapi kebanyakan tawaran yang datang kala itu berasal
dari klub luar Jawa. Faktor keluarga yang pada akhirnya menjadikan dia
mengurungkan niat untuk kembali bermain sepak bola. Melatih tim Kecamatan
Bawang merupakan kebanggaan tersendiri, karena antusiasme penduduk sangat
tinggi. Dukungan orang tua pemain dan warga yang mensponsori tim itu sangat
tinggi. Kabar terakhir yang saya dapatkan, saat ini Tugiyo menjadi pelatih
salah satu sekolah sepak bola (SSB) di kota Semarang.