Saturday, March 19, 2016

Rio Haryanto; Perjuangan 17 tahun Melawan "Tidak Mungkin"



Sudah lama saya mengikuti perkembangan berita mengenai Rio Haryanto. Yang paling saya ingat adalah ketika dia menjadi juara di GP3 Turki di usia yang masih belia, 17 tahun. Saat itu dia tidak diperhitungkan, sampai-sampai panitia tidak menyiapkan bendera Indonesia dan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Celakalah panitia perlombaan ketika tanpa diduga Rio berhasil menjadi juara pada seri tersebut. Jadilah bendera Polandia yang digunakan dengan posisi terbalik, ditambah lagi, Rio sendiri yang harus menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya di podium juara.

Pemberitaan media mengenai Rio dari dulu bisa dibilang minim. Maklum saja, selepas lulus SD, Rio melanjutkan jenjang pendidikannya di negara Singapura. Ketika menempuh pendidikan disana, dia sering mendapatkan dispensasi dari pihak sekolah karena kesibukannya mengikuti balapan. Pihak sekolah tidak begitu saja memberikan dispensasi, pertimbangan utama selain prestasi Rio, nilai akademiknya juga baik. Tercatat Rio mampu menyelesaikan studi Bisnis Manajemen di FTMS dalam rentang waktu 3,5 tahun

"Dia kuliah di FTMS Singapura. Dari waktu tempuh yang seharusnya 4 tahun, tapi 3,5 tahun sudah selesai. Nilainya di atas rata-rata. Nilainya A dan B. Dia itu kalau belajar sampai jam 04.00 pagi. Minggu malam itu dia sudah harus istirahat dan belajar sampai pagi. Besok paginya ikut kuliah dan kalau ada ujian sudah harus siap. Karena dia ingin berprestasi di bidang akademis. Rio memang diberi dispensasi, yang penting saat ujian ikut. Itu saja, kalau enggak ikut ya enggak mungkin bisa lulus secepat itu.” – Indah Pennywati.

Untuk bisa menjadi pembalap F1 tidaklah mudah. Musim ini, ada 11 tim yang akan berlaga di 21 negara yang menjadi tuan rumah gelaran ini. Dalam setiap tim beranggotakan 2 pembalap, jadi total ada 22 pembalap yang berlaga. Nah, setiap tahunnya F1 memiliki regulasi maksimal hanya boleh ada 3 rookie (pemula)  yang bisa berlaga di F1. Tahun ini Rio menjadi salah satu dari tiga rookie yang ada. Bukan sebuah pencapaian yang mudah. Semua itu adalah hasil kerja keras dia selama 17 tahun. Dimulai ketika dia memulai berlaga di gokart pada usia 6 tahun.

“Saya pertama kali bertemu dengan Rio pada November 2008, di Italia dalam kejuaraan World Championship Karting Rotax Junior. Ketika itu kami mempersiapkan gokart yang akan Rio gunakan mulai dari pedal hingga posisi stir kendaraan. Tiga hari berselang, dengan kondisi fisik yang kelebihan berat badan sekitar 5 kg, Rio berhasil meraih pole position pada perlombaan final. Jujur, saya takjub dengan potensi dan kemampuannya adaptasinya yang begitu cepat. Beberapa minggu kemudian saya menuju ke Sepang untuk melakukan tes Formula BMW. Dan lagi-lagi saya bertemu dengan Rio dengan kemampuan serupa, terbang dengan mobilnya dan menundukkan sirkuit Sepang. Sejak detik itu, saya memiliki keyakinan bahwa anak ini memiliki sesuatu yang istimewa.”

“Setelah tes, saya mengatakan kepadanya apabila dia benar-benar serius ingin menjadi pembalap F1 pertama-tama yang harus dilakukan adalah mengurangi berat badannya dan lebih keras lagi melatih fisiknya. Tiga kali saya bertanya, tiga kali pula dengan pertanyaan yang sama. Apakah kamu benar-benar serius ingin menjadi pembalap F1? Dia menjawab, Ya, saya akan melakukan segalanya untuk bisa menjadi pembalap F1. Dari situ saya merasa semakin yakin bahwa bukanlah anak yang biasa-biasa saja, tetapi seseorang yang memiliki kemauan dan kepercayaan diri yang tinggi tentang apa yang ingin dia raih.”

“Kemudian saya terbang ke Indonesia, bertemu dengan orang tuanya untuk pertama kali. Dan dari situ terjalinlah kehidupan baru bagi kemi berdua. Rio pindah ke Singapura untuk melanjutnya pendidikannya. Dan dari Singapura kami bekerja keras tiap harinya. Setiap hari Rio menghabiskan 4 jam untuk latihan, 5 hari dalam seminggu. Sabtu dan Minggu merupakan hari libur baginya. Tetapi jangan salah, kedua hari tersebut menjadi hari libur bagi Rio karena saya sebagai pelatihnya merasa kewalahan. Berenang, berlari, bersepeda hingga sesi latihan di gym semua dilahap oleh Rio.”

“Selama 7 tahun kami terus berlatih, berusaha keras, berkeringat, berdarah dan air mata. Jika ada seseorang layak untuk menjadi pembalap F1, dialah Rio Haryanto. Saudaraku, temanku, seorang pribadi yang memiliki disiplin sangat kuat dan patut menjadi contoh bagi tiap anak muda bertalenta di semua jenis olah raga.” – Dennis van Rhee, Personal Trainer Rio.
  
Lantas apakah pencapaian Rio ini menyenangkan banyak orang? Jawabannya jelas tidak. Suara sumbang langsung terdengar begitu nyaring ketika namanya secara resmi diumumkan oleh Manor Racing sebagai pembalap kedua tim tersebut. Suara sumbang ini utamanya datang dari dua negara besar, Inggris dan Amerika Serikat. Hal ini bisa dikatakan wajar, salah satu alasannya adalah karena kedua negara tersebut merupakan negara asal dari dua pembalap yang kalah bersaing dengan Rio untuk memperebutkan jatah satu kursi tersisa di Manor, Will Stevens (Inggris) dan Alexander Rossi (AS).

Banyak orang yang menganggap bahwa Rio mendapatkan jatah kursi tersebut hanya karena uang semata. Statusnya yang menjadi pay driver menjadi alasan utamanya. Nilai dana sponsor yang sanggup dibawa Rio ke Manor memang lebih banyak dibandingkan dua pembalap tadi. Tapi apakah memang semata-mata hanya uang yang dijadikan pertimbangan Manor merekrut Rio? Jelas tidak. Yang lebih penting dari dana adalah kemampuan. Selama bertahun-tahun Rio telah menunjukkan kemampuan yang dia miliki, dan puncaknya adalah capaian positifnya di GP2 musim lalu. Jadi akan sangat naif apabila hanya menganggap Rio bisa tampil di F1 bersama Manor hanya karena uang semata.
 
Suara sumbang tentang Rio memang tak sekencang riuh suka cita dukungan terhadap keberhasilan Rio bergabung dengan Manor. Selain masyarakat Indonesia yang bersuka cita, ada salah satu tokoh penting yang sangat antusias dengan hal ini. Bernie Ecclestone, bos F1, dia mengatakan sebagai suporter Rio. Hal ini dikatakan oleh manajer Rio, Piers Hunnisett. Hal ini disebabkan karena dari segi bisnis, bergabungnya Rio akan sangat berdampak positif bagi F1. Pasar F1 di Asia, terutama Indonesia akan semakin populer dengan tampilnya Rio di F1.

Kini Rio telah resmi menjadi salah satu pembalap yang akan berlaga pada balapan jet darat paling prestisius di dunia. Saat ini yang bisa kita berikan adalah doa. Doa agar Rio bisa sukses menjalani seluruh balapan F1 yang ada. Lantas, bagi rookie seperti seorang Rio, bagaimana tolak ukur kesuksesannya? Rio bisa dikatakan sukses apabila bisa memenuhi hal berikut. Pertama adalah dilihat dari perolehan poin. Dia bisa dikatakan sukses apabila musim ini dia mendapatkan lebih banyak poin dari rekan satu timnya di Manor, Pascal.

Yang kedua, untuk bisa memperoleh poin harus mengikuti balapan. Tidak sekedar mengikuti balapan saja, akan tetapi Rio harus bisa menyelesaikan full lap, dan berada di posisi tertentu. Dan ketiga ini yang terpenting. ntuk bisa mengikuti balapan harus bisa lolos dari kualifikasi. Dan terkait dengan kualifikasi ini, kemungkinan besar menjadi hal terberat yang akan dihadapi Rio pada balapan F1 musim ini. Sebuah perubahan berupa kualifikasi berdasar sistem eliminasi sudah disetujui. Tiga segmen berbeda dalam kualifikasi masih dipertahankan, tapi dengan format berbeda. Berikut penjelasan mengenai peraturan baru terkait kualifikasi pada balapan F1 musim mendatang:

Q1
- 16 menit
- Setelah 7 menit pebalap paling lambat tereliminasi
- Setelah itu setiap 90 detik sekali pebalap paling lambat akan tereliminasi sampai berakhirnya sesi dan 15 mobil tersisa
- 7 pebalap tereliminasi, 15 pebalap maju ke Q2
Q2
- 15 menit
- Setelah 6 menit pebalap paling lambat tereliminasi
- Setelah itu setiap 90 detik sekali pebalap paling lambat akan tereliminasi sampai berakhirnya sesi dan delapan mobil tersisa
- 7 pebalap tereliminasi, delapan pebalap maju ke Q3
Q3
- 14 menit
- Setelah 5 menit pebalap paling lambat tereliminasi
- Setelah itu setiap 90 detik sekali pebalap paling lambat akan tereliminasi sampai berakhirnya sesi dan dua mobil tersisa
- 2 pebalap tersisa akan bertarung untuk pole

Keberhasilan Rio berlaga di F1 bersama Manor hanyalah sebuah lompatan kecil. Jalan Rio masih sangat panjang. Didepannya, akan sekali banyak jurang pemisah yang membentang. Lompatan kecil yang dia lakukan saat ini belumlah cukup. Mengelu-elukan Rio untuk bisa menjadi pemenang di balapan F1 musim ini sangatlah tidak bijaksana. Jangankan menjadi juara, memperoleh poin saja tergolong menjadi hal yang berat, meskipun bukanlah hal yang tidak mungkin. Kita, sebagai pendukungnya, harus bisa dengan bijaksana memberikan dukungan kita. Jangan sampai dukungan besar yang kita berikan malah menjadi beban dan akhirnya akan berdampak negatif terhadap pencapaian Rio.

“Level F1 tidak mungkin bagi pembalap Indonesia. F1 masih belum menjadi level berlaga bagi pembalap Indonesia”. Istilah tersebut sudah tidak berlaku lagi. Melalui keberhasilan Rio yang musim ini akan berlaga di F1 bersama tim Manor Racing, batasan “tidak mungkin” dan “tidak level” telah hilang. Kini menjadi seorang pembalap F1 bagi orang Indonesia bukanlah lagi menjadi sebuah mimpi belaka. Hal tersebut telah menjadi nyata. Harapannya, kedepan akan muncul bakat-bakat brilian dari anak-anak Indonesia untuk menapaki jalan yang telah diawali Rio saat ini, berlaga di Formula 1.


Selamat berlaga di F1, Rio. 


Friday, March 18, 2016

#DOES, Soekamti Day dan Apresiasi

“UNTITLED”. Jawaban itu dilontarkan teman saya, Tambun, vokalis, ketika ditanya MC dalam pensi yang diadakan SMA saya, “nama band yang tampil terakhir apa, nih?”. Ya, ketika itu band kami menjadi band internal dari sekolah kami yang terakhir tampil. Banyak kakak kelas yang mengatakan dipilihnya band kami menjadi penutup (sebelum bintang tamu tampil) karena penampilan kami yang (paling) menghibur ketika proses seleksi dilakukan. Sebenarnya banyak band internal yang ingin tampil, akan tetapi karena waktu yang terbatas, maka diadakan proses seleksi untuk memilih band yang layak tampil.

Logo #DOES
Setiap band diperbolehkan membawakan 2 lagu. Kami memilih “Gejolak Kawula Muda” dari Club 80’ dan “Pejantan Tambun” dari Endank Soekamti sebagai dua lagu yang akan kami bawakan. Proses seleksi berlangsung sangat lancar, akan tetapi hal yang berbeda terjadi ketika hari-H. Karena berbagai sebab, tiba-tiba salah seorang panitia memberi tahu kami bahwa hanya ada satu lagu saja yang bisa kami bawakan. Mau tidak mau kami harus mematuhi permintaan dari panitia. Kami tetap mecoba fokus untuk bisa tampil sebaik mungkin.

Tibalah giliran kami tampil di panggung. Dari sekian banyak band yang tampil, Tambun menjadi vokalis yang paling cerewet. Setelah kami sempat membawakan intro, dia masih saja ngomong ngalor-ngidul. Tapi hal ini memang sudah dia persiapkan. Dia mengatakan kepada kami bahwa sebelum tampil kita harus sebisa mungkin memberikan apresiasi, baik kepada panitia, penonton dan juga sponsor. Selain itu, hal ini menurutnya juga bisa memikat hati para juri, agar band kami dipilih menjadi yang terbaik. Hal ini terbukti manjur. Dari detik pertama petikan gitar Cepot diikuti tabuhan drum dari saya, kemudian betotan bass Budi dan selanjutnya vokal terucap dari mulut Tambun, penonton secara spontan bergoyang bersama, larut dalam tiap hentakan nada lagu yang kami bawakan. Jadilah kami yang terbaik dalam pensi kala itu. Yeah, that was quite moment to remember.

Ketika kita memberikan apresiasi kepada seseorang, maka sudah menjadi suatu hal yang lumrah apabila orang tersebut akan berusaha untuk senantiasa memberikan yang terbaik bagi kita. Sama seperti halnya apresiasi yang kami berikan kepada panitia acara pensi, penonton dan sponsor. Terbukti, pihak-pihak tersebut menyambutnya dengan sangat positif terhadap penampilan yang kami suguhkan. Akan tetapi untuk mendapatkan sebuah apresiasi tidaklah mudah. Perlu adanya sebuah kerja keras, inovasi dan totalitas dalam tiap karya yang akan kita berikan.
Ari Soekamti, Erix Soekamti dan Dory Soekamti

Hal itu yang saya lihat dari apa yang dilakukan oleh Endank Soekamti. Sudah lama saya mengetahui band ini. Saya tidak mengatakan bahwa saya ini seorang Kamtis. Saya lebih menganggap diri saya ini sebagai penikmat musik saja. Balik lagi ke Endank Soekamti. Mulai dari album Kelas 1 hingga album Kolaborasoe saya selalu mengikuti perkembangannya. Paling tidak, dari tiap album yang ada saya mengetahui beberapa lagu hits-nya. Ketika Endank Soekamti menggarap album ke-5, Angka 8, saya juga telah mengikuti web series-nya di kanal youtube.

Saya masih sempat mengikuti perkembangan Endank Soekamti setelah itu, tepatnya kala band ini berencana menggarap album Kolaborasoe. Video di kanal youtube Endank Soekamti yang terakhir kali saya lihat kala itu adalah video tentang “Rockumentary”, semacam behind the scene pembuatan album Kolaborasoe. Praktis setelah itu saya tidak terlalu mengikuti perkembangan mereka. Pada pengerjaan album ke tujuh, Soekamti Day, saya bahkan tidak mengetahuinya. Saya baru mengetahui pasca web series pengerjaan album ke-7 di Gili Sudak dalam kanal youtube Endank Soekamti berakhir.

Sampai pada akhirnya pada suatu hari saya iseng membuka youtube. Disitu ada sebuah video dengan judul menarik “Sejarah Band Jogja”. Ketika saya klik, video tersebut diunggah oleh Erix Soekamti. “wah, pasti menarik ini”, ucap saya dalam hati. Dan benar saja, dalam video tersebut memuat sebuah cerita dari sudut pandang Erix, yang tentu saja cerita tersebut tidak akan kita ketahui dari media mainstream. Setelah video itu kemudian saya iseng scrool ke video yang lain. Scrool-click, scrool-click, scrool-click, scrool-click dan sampai akhirnya tidak terasa hampir seluruh video di chanel Erix saya tonton semua. Ya, video tersebut tidak lain tidak bukan adalah #DOES, Diary Of Erix Soekamti.

Ada beberapa poin penting yang dapat saya ambil dari ratusan tayangan #DOES. Yang pertama adalah konten yang Informatif. Banyak sekali informasi yang saya secara pribadi dapatkan dari tayangan #DOES. Tips tentang fotografi, tips tentang video editing, tips mengenai travelling, kekaguman seorang Erix terhadap sosok Raisa dan masih banyak tips lain yang Erix bagikan dalam tiap tayangan vlognya. Selain itu, dari berbagai tayangan #DOES saya bisa melihat dengan gamblang bagaimana Erix menunjukkan dengan nyata bahwa banyak seniman di Indonesia, dan Jogja khususnya sangat murah hati untuk diajak berbagi. Saya melihat bahwa lewat #DOES Erix ingin sebanyak mungkin menunjukkan potensi besar yang dimiliki Indonesia, baik di bidang musik, di bidang animasi dan bahkan di bidang pariwisata.

Dari tayangan ini saya bisa mengenal ada musisi dari Malang sekeren Atlesta. Lagu Sensation dari musisi ini hingga saat ini masih menjadi salah satu favorit di playlist saya. Dari tayangan ini saya bisa mengetahui tentang luasnya kreativitas anak-anak Endank Soekamti lewat Euphoria digital dengan berbagai project video klip musisi ternama Indonesia. Lewat Euphoria Records dimana Jalu dengan genre Jazznya ditemukan. Dari #DOES ini pula saya bisa mengetahui mengenai project nan ambisius dari Endank Soekamti yang ingin memprakarsai Revolusi Musik Indonesia melalui Euphoria.id.

Belum berhenti disitu, #DOES pula memiliki sebuah project mulia, #DOES University. Dalam project ini, Endank Soekamti mendirikan sebuah sekolah animasi yang diperuntukkan bagi 10 murid terpilih untuk dikarantina selama 6 bulan. Selama 6 bulan tersebut (sekarang sudah berjalan kurang lebih 3 bulan), siswa #DOES University ditempatkan dalam sebuah rumah. Tugas mereka hanya satu, belajar animasi. Soal kehidupan sehari-hari, tempat tinggal, makan, peralatan belajar hingga tenaga pelajar semua ditanggung. Selain latar belakang dan visi dari project ini, yang menjadikan project ini semakin menarik adalah terkait biaya operasional.

Beberapa hari lalu dalam tayangan #DOES, belakangan diketahui bahwa biaya operasional bulanan dari #DOES University mencapai Rp. 10 jt. Bukan jumlah yang sedikit pastinya. Tentu saja manajemen Endank Soekamti yang menanggungnya. Akan tetapi banyak juga penonton dari #DOES yang dengan sukarela menjadi donaturnya. Banyak yang memberikan sumbangan uang dengan jumlah ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah, ada yang menyumbangkan jasa catering selama seminggu, ada yang menyumbang proyektor, ada yang menyumbang AC dan masih banyak sumbangan lainnya. Tanpa disadari, #DOES telah menjadi sebuah komunitas. Komunitas yang digalah Erix dan Endank Soekamti yang dengan sukarela sebisa mungkin memberikan kontribusi untuk mengasah potensi-potensi terbaik yang dimiliki bangsa ini.

Kaitannya dengan kontribusi, bagi saya pribadi, bagian terbaik dari #DOES adalah Soekamti Day. Ya, album terbaru dari Endank Soekamti ini seperti memberikan saya sebuah perspektif baru terhadap sebuah karya seni, dalam hal ini adalah sebuah album musik. Dalam berbagai tayangannya, #DOES banyak memberikan informasi terkait dengan proses dibuatnya album Soekamti Day. Dari sini lah saya bisa mengetahui bagaimana proses kreatif tanpa henti digulirkan Endank Soekamti. Proses ini dilakukan secara kolektif oleh seluruh manajemen Endank Soekamti. Etos kerja, totalitas, inovasi dan kreatifitas terbalut dengan natural dalam diri mereka.

Boxset Soekamti Day
Tanpa sadar tampaknya saya tersugesti oleh sebuah kutipan dari Erix, “setiap orang pada dasarnya selalu membutuhkan vitamin A, Apresiasi”. Pada akhirnya muncul bisikan di fikir saya, “hal seperti ini lah yang sangat pantas untuk mendapatkan sebuah apresiasi”. Setelah apa yang saya saksikan dalam berbagai tayangan #DOES maupun video di kanal Endank Soekamti, fikir saya telah mengamini bahwa mereka memang benar-benar layak mendapatkan apresiasi. Kini giliran perbuatan/tindakan saya yang mengamini. Dengan cara bagaimana? Saya memilih memberikan apresiasi terhadap mereka melalui salah satu cara termudah, membeli boxset Soekamti Day.

Harus menunggu hingga lebih dari satu bulan sampai akhirnya boxset album Soekamtiday sampai di tangan saya. Maklum, saya mendapatkan antrian sekitar nomer 4000-an, jadi wajar apabila menunggu dalam hitungan minggu. Sejauh ini menjadi salah satu karya seni termahal yang pernah saya beli. Padahal pihak Endank Soekamti juga menyediakan lagu-lagu di album Soekamti Day bisa dinikmati secara gratis. Tetapi tetap saja, saya masih sudi untuk mengeluarkan sejumlah uang yang jumlahnya bisa dikatakan tidak sedikit untuk membeli boxset ini. Akan tetapi harga itu sebanding dengan apa yang kita dapatkan dalam boxset Soekamti Day. Selain ada CD musik, ada juga DVD behind the scene, kaos, komik dan CD dari Jalu TP.

Dalam album kali ini, lagi-lagi Endank Soekamti melakukan sebuah inovasi baru. Apabila di album sebelumnya, Kolaborasoe, mereka berkolaborasi dengan berbagai musisi kenamaan di Indonesia, di album ini mereke berkolaborasi dengan seluruh penikmat musik di dunia. Hal ini bisa anda lihat, dengar dan nikmati dari adanya Soekamti Karaoke. Siapa saja, basis, gitaris, drumer, vokalis, pianis, dj, atau orang awam sekalipun semuanya bisa berkolaborasi dengan Endank Soekamti lewat Soekamti Karaoke. Semua ini dimungkinkan lewat format open source dalam beberapa lagu di album Soekamti Day. Sebuah inovasi yang benar-benar fresh. Mungkin format open source pada album Soekamti Day ini satu-satunya di dunia. CMIIW.

Dengan ini saya ingin mengucapkan selamat kepada saya, karena saya telah menemukan perspektif baru terhadap karya seseorang. Selamat juga kepada Endank Soekamti dan #DOES karena kalian telah menambah satu orang lagi ke dalam Kamtis Family, saya. Saya juga ingin  mengucapkan terima kasih kepada Endank Soekamti dan #DOES karena telah mengedukasi subscribernya dengan sebuah nilai yang amat berharga, APRESIASI KARYA SENI. Semoga apresiasi yang didapatkan ini menjadi energi baru bagi kalian untuk tetap menyuguhkan inovasi dalam tiap karya selanjutnya.