Membicarakan
sepak bola nasional memang tidak pernah ada habisnya. Apalagi dalam kurun waktu
dua tahun terakhir ini, kancah sepak bola nasional begitu gencarnya
dibicarakan. Sayang sekali bukan prestasi membanggakan yang menjadi topik, akan
tetapi malah pencapaian lusuh, rusuh pertandingan dalam kompetisi dan kisruh
organisasi yang berkepanjangan. Sebagai pecinta sepak bola nasional, saya dan
anda semua pastinya merasakan kesedihan yang mendalam. Disaat negara-negara
tetangga kita semakin maju membangun persepakbolaannya, negara kita malah masih
jalan ditempat. Para pengurusnya saling mengedepankan ego, memfasilitasi
kepentingan politik beberapa pihak dan otomatis mengorbankan keberadaan pemain
yang hanya bisa tunduk terhadap berbagai peraturan omong kosong yang mereka
buat. Dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas mengenai buruknya pencapaian
sepak bola nasional kita. Sudah terlalu sering saya dan anda semua disuguhi
dengan tulisan-tulisan yang isinya semakin membuat kita sedih. Bahkan bukan
tidak mungkin dengan semakin banyaknya tulisan tersebut akan membuat kita pada
suatu titik yang menjadikan kita apatis dan acuh pada persepakbolaan nasional.
Nah, untuk itu melalui tulisan ini saya ingin berbagi “kebahagian” berkaitan
dengan pengalaman saya ketika menyaksikan langsung pertandingan pembuka AFF Cup
2010.
Pada
bulan Desember 2010 lalu, negera-negara di kawasan Asia Tenggara berkompetisi dalam
turnamen yang rutin diselenggarakan dua tahunan, AFF Suzuki Cup. Sepanjang
sejarahnya, Indonesia belum sekalipun mampu menjadi juara dalam turnamen
regional tersebut. Pencapaian terbaik “hanya” empat kali masuk ke partai final,
dan keempatnya pula berakhir dengan gelar runner-up.
Pada tahun tersebut, Indonesia mendapat giliran sebagai tuan rumah penyisihan
grup, bersama dengan Vietnam. Indonesia tergabung dalam grup A yang terdiri
dari tim sepak bola Thailand, Laos, dan Malaysia. Laga grup A diadakan di dua
kota di Indonesia, untuk di Jakarta diadakan di Stadion Utama Gelora Bung
Karno, dan di Palembang diadakan di Stadion Jakabaring. Hasil pengundian grup
yang diadakan kira-kira dua bulan sebelumnya membuat saya jauh-jauh hari telah
membulatkan tekad untuk menonton pertandingan langsung timnas yang diadakan di
Jakarta. Yang menjadi pilihan utama saya adalah pertandingan pembuka yang
mempertemukan Indonesia melawan Malaysia. Pertandingan tersebut rasanya
memiliki magnet yang begitu besar bagi saya, selain karena rivalitas
tradisional kedua negara, gengsi dalam pertandingan tersebut menurut saya
tergolong sangat tinggi.
Seiring
pengundian grup, rilis resmi jadwal pertandingan juga diumumkan. Tanggal 1
Desember 2010 merupakan jadwal pertandingan antara Indonesia melawan Malaysia.
Otomatis, segala sesuatu saya persiapkan. Pada tanggal tersebut semua kegiatan
saya kesampingkan, “bagaimanapun caranya saya harus bisa menyaksikan langsung
pertandingan itu di SUGBK. Titik”. Begitulah kira-kira kalimat yang terpatri di
pikiran saya saat mengetahui jadwal resmi pertandingan tersebut. Rencana
pertama saya adalah mempersiapkan akomodasi. Pertama saya mencoba untuk
mengecek harga tiket kereta tujuan Jogja-Jakarta. Saya menghindari menggunakan
kereta kelas ekonomi, jangan ditanya mengapa alasannya, seharusnya anda semua
tahu mengapa saya tidak memilihnya. Keunggulan kereta kelas ekonomi (saat itu)
hanya dari segi harga yang terjangkau, lainnya? Menurut saya tidak ada. Setelah
saya mengecek harga tiket kereta, untuk kelas bisnis maupun eksekutif harganya
cukup mahal. Maklum, saya seorang mahasiswa, hehehe.
Setelah
itu, iseng-iseng saya mengecek harga tiket pesawat. Sebelumnya, saya
mendapatkan informasi dari teman, bahwa maskapai penerbangan Mandala saat itu sedang
promo gila-gilaan. Dan benar saja, saya mendapati harga tiket pesawat tujuan
Jogja-Jakarta untuk tanggal 31 November 2010 “hanya” Rp. 80.000 !! Tanpa berpikir panjang, langsung saya booking
saja tiket tersebut, selanjutnya saya bayar lewat ATM. Dari sini saya mendapat
firasat bahwa rencana saya ini akan berjalan lancar. Semakin semangat pula saya
mempersiapkan perjalanan saya menyaksikan langsung pertandingan timnas Garuda.
Mendekati hari-H pertandingan, liputan di media mengenai ajang AFF Suzuki Cup
semakin gencar, termasuk juga melalui social media Facebook. Untuk mendapatkan berita ter-update mengenai AFF, saya rutin membukanya dalam akun Facebook Suzuki Indonesia. Sampai pada
ketika suatu hari akun tersebut mengadakan sebuah kuis dengan hadiah utama
adalah dua tiket VIP pertandingan pembuka AFF Suzuki Cup 2010 di SUGBK. Kala
itu, untuk mendapatkan hadiah tiket tersebut diharuskan untuk menjawab
pertanyaan dari akun Suzuki Indonesia. Dan untuk jawaban terbaik akan menjadi
pemenangnya.
Pertanyaan
dari Suzuki waktu itu adalah “Siapakah pemain tim nasional Indonesia saat ini
yang menjadi Idola anda? Dan mengapa anda mengidolai pemain tersebut?”. Melihat
pertanyaan tersebut, hanya ada satu sosok yang menurut saya paling tepat dan
pantas untuk dapat dijadikan jawaban dari pertanyaan tersebut, dialah Bambang
“Bepe” Pamungkas. Mengapa saya mengidolai Bambang Pamungkas? Rasanya terlalu
banyak alasan mengapa saya dan mungkin anda semua mengidolai pemain yang satu
ini. Kemampuannya sebagai striker tidak perlu dipertanyakan lagi, lihat saja
jumlah gol di klub, baik di Persija maupun klub Malaysia Selangor FC yang
dibelanya pada 2005 silam. Bukan hanya di klub, di tim nasional pun dia
memegang caps terbanyak sekaligus menjadi striker tersubur dengan gol dari kaki
maupun sundulan mautnya. Sejauh ini, dialah pemain lokal yang memiliki kharisma
yang luar biasa. Kharismanya ini dia tunjukkan dengan gaya kepemimpinannya
sebagai kapten tim di atas lapangan. Ketika sebagian besar pemain lokal begitu
reaksioner dengan keputusan wasit, dia lah satu-satunya pemain yang sejauh ini
belum saya lihat secara langsung melakukan protes berlebihan terhadap korps
pengadil lapangan. Jangankan memukul wasit, mendorong wasitpun sejauh
pengetahuan saya tidak pernah. Apabila protes, dia akan melakukan dengan
sewajarnya.
Diluar
lapangan, sosok Bambang tetaplah santun. Dari segi ekonomi pemain sepak bola
lokal, dia merupakan salah satu pemain dengan kontrak tertinggi di Indonesia.
Walaupun demikian, dia tidak pernah terlihat glamor seperti kebanyakan pemain
lokal dengan kontrak tinggi saat ini. Dia malah aktif dalam berbagai kegiatan
sosial yang sering dia sosialisasikan melalui akun twitternya @bepe20, maupun
melalui situs pribadinya bambangpamungkas20.com secara rutin. Satu hal yang
menurut saya unik, dan semakin membuat saya mengidolainya, adalah kebiasaannya
menulis. Hal ini menjadi semacam anomali, sangat jarang seorang pemain sepak
bola, apalagi sepak bola lokal yang
gemar mempublikasikan tulisannya, dan tulisannya pun menurut saya “berisi”.
Bahkan beberapa waktu lalu, kumpulan tulisannya di situs pribadi diangkat
menjadi sebuah buku dengan judul “Ketika Jemariku Menari”. Hebatnya lagi,
seluruh hasil penjualan buku tersebut disumbangkan kepada Syair Untuk Sahabat Foundation, sebuah lembaga yang memberikan
bantuan kepada penderita kanker dan HIV/AIDS. Semakin salut saja saya dengan
seorang Bambang Pamungkas. Kurang lebih seperti itulah jawaban saya atas pertanyaan
yang menjadi kuis berhadiah dua tiket pertandingan pembuka AFF Suzuki Cup 2010.
Setelah
tiba pada saat pengumuman, lebih tepatnya pada malam harinya, saya mencoba
untuk mengecek akun facebook saya.
Terlihat ada satu notifikasi, dan notifikasi itu adalah dari Suzuki Indonesia. Rasanya
keberuntungan masih betah untuk berdampingan dengan saya. Dari ratusan orang
yang mengikuti kuis tersebut, saya terpilih menjadi salah satu pemenangnya.
Dari sini, saya semakin membulatkan tekad untuk menonton pertandingan tersebut.
Kebetulan bapak saya juga seorang yang gila bola. Masa kecil beliau dulu adalah
di Kediri. Beliau sering bercerita bahwa semasa kecil dia sering menyaksikan
pertandingan ke kota, walau harus mengayuh sepeda hingga puluhan kilometer. Dan
gen “gila bola” ini nampaknya menurun kepada anaknya. Saya pun memberitahukan
rencana untuk menonton langsung pertandingan timnas di SUGBK, dengan harapan
akan diberikan uang saku tambahan. Hehehehe… Ternyata apa yang saya dapat
justru melebihi ekspektasi. Bapak saya juga ikut-ikutan untuk turut serta “ngluruk”
ke Jakarta menyaksikan pertandingannya secara langsung. Rencananya kita akan
bertemu di SUGBK pada saat hari H pertandingan. Kebetulan, beliau ada acara
dinas ke Jakarta H+1 pertandingan.
Masalah
transport sudah beres, dan sekarang adalah merencanakan bagaimana saya nanti
menginap selama di Jakarta. Nah, kebetulan teman satu kosan saya di Jogja yang
berasal dari Tangerang sedang pulang kerumahnya. Jadi H-1 saya meminta
bantuannya untuk dijemput sekaligus menginap dirumahnya. Lagi-lagi, saya
diberikan jalan yang lapang, teman saya bersedia membantu, bahkan akan ikut
bersama saya menyaksikan langsung pertandingan tersebut. Memang sepertinya saya
benar-benar sedang hoki kala itu, lancar banget semua rencana saya. Akhirnya tiba pada H-1 pertandingan.
Saya berangkat menuju Jakarta dengan menggunakan pesawat yang harga tiketnya
hanya Rp. 80.000 tadi. Tiba di bandara Internasional Soekarno-Hatta, saya
dijemput oleh teman saya yang berdomisili di Tangerang. Saya menginap semalam
dirumahnya. Pagi harinya saya berangkat menuju SUGBK dari Tangerang menggunakan
dua motor. Satu motor untuk saya dan teman saya, dan satu motor lainnya untuk
teman dari teman saya. Bertiga kami berangkat sekitar pukul 10 pagi dari
Tangerang. Ini pengalaman pertama saya menelusuri Jakarta dengan menggunakan
motor. Saya benar-benar merasa salut dengan orang di kawasan ini. Setiap hari
harus berhadapan dengan kemacetan yang menurut saya emang udah benar-benar
akut, parah dan gila.
Setelah
mengambil hadiah tiket, selanjutnya kami pergi ke SUGBK untuk membeli tiket
bagi dua teman saya. Kala itu antrian pembelian tiket tidak terlalu ramai,
maklum ini pertandingan pembuka dan waktu itu juga hari kerja. Seluruh tiket
sudah ditangan, kick off pertandingan masih sekitar enam jam. Sambil menunggu
kick-off, teman saya mengajak untuk ke daerah Blok M, dia mendapat titipan
barang dari orang tuanya. Kurang lebih kami menghabiskan waktu dua jam disana.
Empat jam tersisa kami gunakan untuk menunggu ditempat lain. Kali ini tujuannya
adalah daerah Setia Budi, dimana didaerah tersebut ada serang kawan lama kami
yang dulu pernah tinggal satu kosan kala masih kuliah di Jogja. Dan kebetulan
lagi, teman saya juga berencana akan menyaksikan pertandingan timnas. Pas deh,
jadinya kita berangkat bersama-sama menuju SUGBK setelah numpang istirahat
dikosannya selama lebih dari dua jam. Sesampainya di kawasan SUGBK, keadaan
sudah mulai ramai. Banyak pedagang yang menjual berbagai atribut serba merah
ala timnas. Banyak juga suporter yang mulai berdatangan dengan berbagai
aksesorisnya. Semua orang terlihat bagitu optimis dengan pertandingan tersebut.
Mayoritas sangat yakin bahwa timnas Indonesia akan mampu mengalahkan Malaysia.
Kala
itu, saya dan teman-teman menunggu kick off di bagian luar dari SUGBK. Kami
berniat untuk menunggu bapak saya yang berangkat dari Surabaya untuk nantinya
bersama-sama masuk ke dalam stadion. Akan tetapi hingga 30 menit menjelang kick
off, bapak saya belum juga sampai. Beliau masih terjebak kemacetan dalam
perjalanannya dari kawasan Cengkareng menuju Senayan. Akhirnya saya persilahkan
teman saya untuk lebih dulu masuk ke dalam stadion. Saya tetap berada diluar
untuk menunggu bapak saya. Sampai akhirnya, tepat 10 menit sebelum kick off,
bapak saya telah tiba di SUGBK. Kami berdua harus lari untuk masuk kedalam
Stadion. Sempat juga kami dan banyak calon penonton lainnya diharuskan untuk melompat
pagar yang melintasi lingkar luar SUGBK. Sebab kala itu pagar utamanya ditutup
oleh pihak keamanan, saya sendiri kurang tahu alasannya apa. Padahal, pada hari
itu penonton yang datang untuk menyaksikan pertandingan terhitung cukup banyak.
Sebenarnya apabila tidak berlaripun, kami masih bisa menyaksikan pertandingan
secara utuh, kalaupun tertinggal mungkin juga hanya beberapa menit saja. Akan
tetapi, buat saya dan bapak saya, ada satu momen penting yang tidak boleh kami
tinggalkan, bagi saya pribadi bahkan diharamkan apabila sampai melewatkan momen
tersebut. Momen yang saya maksud adalah ketika sebelum dilangsungkannya
pertandingan kedua tim terlebih dahulu menyanyikan lagu kebangsaan. Menyanyi
lagu kebangsaan, Indonesia Raya, kala menyaksikan langsung pertandingan timnas
Indonesia adalah wajib untuk diikuti. Sulit untuk menggambarkan bagaimana
pentingnya momen tersebut bagi saya. Yang pasti saat lagu Indonesia Raya
dikumandangkan, sejenak diri ini merasa menjadi “Indonesia seutuhnya”, semangat
dalam diri begitu membara, menyala bagai api yang tak akan padam.
Akhirnya,
saya kembali lagi masuk ke dalam SUGBK setelah sebelumnya pada tahun 2007 sempat
menyaksikan langsung pertandingan timnas. Beruntung ketika kami telah masuk ke
dalam stadion, kami belum tertinggal momen tersebut. Sebagian pemain dari kedua
tim baru saja melakukan pemanasan, dan kemudian mereka kembali ke ruang ganti.
Sempat juga terdengar oleh saya, banyak sekali suporter yang melakukan
provokasi terhadap pemain Malaysia. Wajar memang, kala itu hubungan kedua
negara sedang memanas. Selang beberapa menit kemudian, diiringi dengan FIFA fair play anthem seluruh pemain dan
official dari kedua tim memasuki lapangan. Sontak seisi stadion yang kala itu
berisi lebih dari 62.000 penonton menjadi riuh. Firman Utina yang menjadi
kapten, memimpin barisan skuad garuda dalam pertandingan tersebut. Tim
Indonesia yang kala itu dibesut oleh Alfred Riedl tampil dengan beberapa muka
baru di skuad inti yang diturunkan. Zulkifly Sukur, M. Nasuha, Ahmad Bustomi,
Octavianus Maniani, Irfan Bachdim dan pemain yang baru saja mendapatkan
kewarganegaraan Indonesia, Cristian Gonzales merupakan debutan yang mengisi
skuad utama timnas Indonesia. Mereka bahu-membahu dengan muka lama timnas macam
Markus, Maman, Hamka maupun M. Ridwan. Sedangkan di bangku cadangan ada Ferry,
Arif Suyono, Eka Ramdani, Tony Sucipto Bambang Pamungkas dan juga terdapat dua
muka baru yaitu Benny Wahyudi dan Yongki Ariwibowo.
Tim
Malaysia tampil dengan kostum mereka, warna kuning-hitam. Sedangkan Indonesia
tampil dengan kostum kebanggaan berwarna merah-putih, disertai lambang garuda
pancasila di bagian dada. Penonton diminta untuk berdiri ketika lagu kebangsaan
kedua negara dikumandangkan. Malaysia mendapat giliran pertama. “Maling…
Maling!! Maling… Maling!!”. Berkali-kali kata tersebut diucapkan oleh puluhan
ribu suporter timanas Indonesia. Mungkin anda akan mengatakan bahwa ini
merupakan salah satu tindakan yang belum dewasa dari suporter kita. Tapi akan
berbeda ceritanya apabila anda yang berada pada posisi suporter di dalam
stadion. Akan sulit untuk menghindar dari atmosper yang kala itu sangat kuat.
Anda akan dengan mudah terbawa arus ketika berada disana. Jujur, ketika lagu
kebangsaan Malaysia dikumandangkan suasananya benar-benar ricuh, sama sekali
tidak khidmat. Kemudian, giliran Indonesia Raya yang dikumandangkan. Seperti
yang saya ungkapkan sebelumnya, momen ini merupakan momen yang menurut saya
benar-benar memiliki daya tarik magis yang sangat kuat. Sontak bulu kuduk saya
berdiri ketika seisi stadion secara lantang menyanyikan lagu ini. Bapak saya
yang kesehariannya kalem, terlihat begitu meledak-ledak ketika menyanyikan lagu
tersebut.
Pertandingan
babak pertama dimulai. Diawal laga, terlihat kedua tim masih hati-hati. Keduanya
memilih untuk membaca permainan lawan terlebih dahulu. Di menit ke-18 Malaysia
terlebih dahulu mengambil inisiatif serangan. Melalui kaki Norshahrul, gawang
Markus berhasil dibobol. Seisi stadion sempat terdiam, akan tetapi setelah itu seluruh
suporter kembali melantunkan yel-yel dukungan tanpa henti. Tertinggal satu gol
membuat Indonesia semakin gencar melancarkan serangan. Keunggulan Malaysia pun
tidak bertahan lama, selang empat menit kemudian, berawal dari penetrasi dari
M. Nasuha dari sisi kanan pertahanan Malaysia, Asraruddin salah mengantisipasi
crossing dan berakibat pada terciptanya gol bunuh diri. Keadaan kembali imbang
1-1. Gempuran serangan Indonesia masih berlanjut dan kali ini semakin intens. Di
menit ke-33 melalui ketenangan dan ketepatan tendangannya, Cristian “el-loco”
Gonzales berhasil mencetak gol di partai debutnya. Keadaan berbalik dengan
keunggulan Indonesia 2-1. Hasil ini bertahan hingga turun minum.
Babak
kedua dimulai, Malaysia yang kala itu diisi dengan mayoritas pemain muda sempat
memberikan perlawanan yang sengit. Akan tetapi usaha tersebut sia-sia, di menit
ke-52 melalui akselerasinya M.Ridwan kembali menambah gol keunggulan bagi Indonesia.
Indonesia 3-1 Malaysia. Dengan keunggulan tersebut, Alfred Riedl mulai
melakukan pergantian, menyimpan tenaga pemain inti untuk pertandingan
selanjutnya. Arif “keceng” Suyono kemudian dimasukkan. Tidak butuh waktu lama
untuknya membuktikan kualitas yang ia miliki. Berkat penempatan posisi yang
bagus, dia mampu mencetak gol ke empat Indonesia. Di menit-menit akhir
pertandingan “selebriti sepak bola” Indonesia, Irfan Bachdim akhirnya
melengkapi kemenangan 5-1 Indonesia atas malaysia setelah berhasil memanfaatkan
umpan silang dari Octo Maniani. Tanpa saya sadari, suara saya serak, sepanjang
pertadingan tidak hentinya saya berteriak kegirangan. Demikian pula dengan
bapak saya, sepanjang pertandingan beliau terlihat begitu urakan, walaupun dari
pagi belum sempat beristirahat. Ketika di stadion pun beliau masih mengenakan
celana dinas, hanya kemeja saja yang sempat ganti.
Kami
tidak sempat berlama-lama di dalam stadion, Bapak saya mengajak bergegas
meninggalkan SUGBK untuk menghindari kemacetan. Saya pun tidak sempat
berpamitan dengan teman saya, karena didalam stadion kami berada pada tribun
yang terpisah. Meskipun badan terasa begitu lelah dan suara yang nyaris habis,
tetapi malam itu saya bisa tidur dengan sangat nyaman. Paginya saya kembali
pulang ke Jogja, kali ini saya naik kereta api. Keberuntungan saya masih
berlanjut disini, karena Bapak saya berbaik hati membelikan tiket kereta
eksekutif eksekutif. Di sepanjang perjalanan banyak penumpang lain yang
bertanya kepada saya mengenai pertandingan tersebut. Maklum, kala itu saya
memakai kaos timnas yang semalam sebelumnya saya beli di pelataran SUGBK. Dengan
sumringah saya pun menceritakan pengalaman luar biasa tersebut. Tidak berlebihan
apabila saya menyebut momen ini merupakan salah satu momen tak terlupakan saat
mendukung skuad garuda.