Monday, July 12, 2021

Akhir Adalah Titik Ambigu

Segala sesuatu membutuhkan proses. Nampaknya akan sulit menemui sesuatu yang "ujug-ujug". Tahu bulat yang digoreng dadakan saja tetap butuh proses. Dadakan sendiri merupakan sebuah proses. Dalam garis waktu yang pendek, sebuah proses dipersingkat hingga bisa terwujudnya dadakan. 

Lantas bagaimana idealnya sebuah proses? Pertanyaan yang sulit. Akan didapatkan jawaban yang begitu beragam. Terlalu sempit apabila diambil sebuah kesimpulan. Yang saya yakini, sebuah proses baiknya memiliki akhir. Pemikiran ini sekilas berlalu di benak saya. Tulisan dari Gus Irfan Afifi dalam buku "Senjakala Modernitas" memiliki sebuah kutipan yang menarik terkait dengan proses.

"Akhir adalah titik yang ambigu guna menandai sebuah proses. Sebuah proses tak harus selalu mengandaikan adanya ruang akhir, suatu kesempurnaan. Ada yang tercecer disana, ada yang lolos dari dunia kita. Dan ini soal biasa.

Sebuah akhir dalam proses ialah batas imajinasi kita untuk membatasi, menuntaskan apapun yang sedang berjalan. Dan ia menjadi sebuah pilihan bebas tapi sekaligus sadar, tepatnya pilihan untuk bergegas menyudahi proses panjang: tanpa harus menampik kesempurnaan di dalamnya dan tanpa menyesali kekurangan yang ada padanya. Karena sebuah proses kadang mesti segera ditutup walaupun sebenarnya belum atau tak akan pernah berakhir."

Proses yang saya lalui saat ini belum berakhir. Buku tersebut belum tuntas saya baca. Tak sabar rasanya bertemu dengan ujung jalan proses ini. Saya membayangkan tiba di sebuah ruangan nir kesempurnaan. Sebuah ruangan yang memiliki pilihan jalan yang harus saya ambil untuk diteruskan. Pilihan jalan untuk kembali berproses untuk bertemu dengan "akhir".