Sudah lama saya mengikuti perkembangan berita mengenai
Rio Haryanto. Yang paling saya ingat adalah ketika dia menjadi juara di GP3
Turki di usia yang masih belia, 17 tahun. Saat itu dia tidak diperhitungkan,
sampai-sampai panitia tidak menyiapkan bendera Indonesia dan lagu kebangsaan
Indonesia Raya. Celakalah panitia perlombaan ketika tanpa diduga Rio berhasil
menjadi juara pada seri tersebut. Jadilah bendera Polandia yang digunakan
dengan posisi terbalik, ditambah lagi, Rio sendiri yang harus menyanyikan lagu
kebangsaan Indonesia Raya di podium juara.
Pemberitaan media mengenai Rio dari dulu bisa dibilang
minim. Maklum saja, selepas lulus SD, Rio melanjutkan jenjang pendidikannya di
negara Singapura. Ketika menempuh pendidikan disana, dia sering mendapatkan
dispensasi dari pihak sekolah karena kesibukannya mengikuti balapan. Pihak
sekolah tidak begitu saja memberikan dispensasi, pertimbangan utama selain
prestasi Rio, nilai akademiknya juga baik. Tercatat Rio mampu menyelesaikan
studi Bisnis Manajemen di FTMS dalam rentang waktu 3,5 tahun
"Dia kuliah di FTMS Singapura. Dari waktu tempuh
yang seharusnya 4 tahun, tapi 3,5 tahun sudah selesai. Nilainya di atas
rata-rata. Nilainya A dan B. Dia itu kalau belajar sampai jam 04.00 pagi.
Minggu malam itu dia sudah harus istirahat dan belajar sampai pagi. Besok
paginya ikut kuliah dan kalau ada ujian sudah harus siap. Karena dia ingin
berprestasi di bidang akademis. Rio memang diberi dispensasi, yang penting saat
ujian ikut. Itu saja, kalau enggak ikut ya enggak mungkin bisa lulus secepat
itu.” – Indah Pennywati.
Untuk bisa menjadi pembalap F1 tidaklah mudah. Musim
ini, ada 11 tim yang akan berlaga di 21 negara yang menjadi tuan rumah gelaran
ini. Dalam setiap tim beranggotakan 2 pembalap, jadi total ada 22 pembalap yang
berlaga. Nah, setiap tahunnya F1 memiliki regulasi maksimal hanya boleh ada 3 rookie (pemula)
yang bisa berlaga di F1. Tahun ini Rio menjadi salah satu dari tiga
rookie yang ada. Bukan sebuah pencapaian yang mudah. Semua itu adalah hasil
kerja keras dia selama 17 tahun. Dimulai ketika dia memulai berlaga di gokart
pada usia 6 tahun.
“Saya pertama kali bertemu dengan Rio pada November
2008, di Italia dalam kejuaraan World Championship Karting Rotax Junior. Ketika
itu kami mempersiapkan gokart yang akan Rio gunakan mulai dari pedal hingga
posisi stir kendaraan. Tiga hari berselang, dengan kondisi fisik yang kelebihan
berat badan sekitar 5 kg, Rio berhasil meraih pole position pada perlombaan
final. Jujur, saya takjub dengan potensi dan kemampuannya adaptasinya yang
begitu cepat. Beberapa minggu kemudian saya menuju ke Sepang untuk melakukan
tes Formula BMW. Dan lagi-lagi saya bertemu dengan Rio dengan kemampuan serupa,
terbang dengan mobilnya dan menundukkan sirkuit Sepang. Sejak detik itu, saya
memiliki keyakinan bahwa anak ini memiliki sesuatu yang istimewa.”
“Setelah tes, saya mengatakan kepadanya apabila dia
benar-benar serius ingin menjadi pembalap F1 pertama-tama yang harus dilakukan
adalah mengurangi berat badannya dan lebih keras lagi melatih fisiknya. Tiga
kali saya bertanya, tiga kali pula dengan pertanyaan yang sama. Apakah kamu
benar-benar serius ingin menjadi pembalap F1? Dia menjawab, Ya, saya akan
melakukan segalanya untuk bisa menjadi pembalap F1. Dari situ saya merasa
semakin yakin bahwa bukanlah anak yang biasa-biasa saja, tetapi seseorang yang
memiliki kemauan dan kepercayaan diri yang tinggi tentang apa yang ingin dia
raih.”
“Kemudian saya terbang ke Indonesia, bertemu dengan
orang tuanya untuk pertama kali. Dan dari situ terjalinlah kehidupan baru bagi
kemi berdua. Rio pindah ke Singapura untuk melanjutnya pendidikannya. Dan dari
Singapura kami bekerja keras tiap harinya. Setiap hari Rio menghabiskan 4 jam
untuk latihan, 5 hari dalam seminggu. Sabtu dan Minggu merupakan hari libur
baginya. Tetapi jangan salah, kedua hari tersebut menjadi hari libur bagi Rio
karena saya sebagai pelatihnya merasa kewalahan. Berenang, berlari, bersepeda
hingga sesi latihan di gym semua dilahap oleh Rio.”
“Selama 7 tahun kami terus berlatih, berusaha keras,
berkeringat, berdarah dan air mata. Jika ada seseorang layak untuk menjadi
pembalap F1, dialah Rio Haryanto. Saudaraku, temanku, seorang pribadi yang
memiliki disiplin sangat kuat dan patut menjadi contoh bagi tiap anak muda
bertalenta di semua jenis olah raga.” – Dennis van Rhee, Personal Trainer Rio.
Lantas apakah pencapaian Rio ini menyenangkan banyak
orang? Jawabannya jelas tidak. Suara sumbang langsung terdengar begitu nyaring
ketika namanya secara resmi diumumkan oleh Manor Racing sebagai pembalap kedua
tim tersebut. Suara sumbang ini utamanya datang dari dua negara besar, Inggris
dan Amerika Serikat. Hal ini bisa dikatakan wajar, salah satu alasannya adalah
karena kedua negara tersebut merupakan negara asal dari dua pembalap yang kalah
bersaing dengan Rio untuk memperebutkan jatah satu kursi tersisa di Manor, Will
Stevens (Inggris) dan Alexander Rossi (AS).
Banyak orang yang menganggap bahwa Rio mendapatkan
jatah kursi tersebut hanya karena uang semata. Statusnya yang menjadi pay
driver menjadi alasan utamanya. Nilai dana sponsor yang sanggup dibawa
Rio ke Manor memang lebih banyak dibandingkan dua pembalap tadi. Tapi apakah
memang semata-mata hanya uang yang dijadikan pertimbangan Manor merekrut Rio?
Jelas tidak. Yang lebih penting dari dana adalah kemampuan. Selama
bertahun-tahun Rio telah menunjukkan kemampuan yang dia miliki, dan puncaknya
adalah capaian positifnya di GP2 musim lalu. Jadi akan sangat naif apabila
hanya menganggap Rio bisa tampil di F1 bersama Manor hanya karena uang semata.
Suara sumbang tentang Rio memang tak sekencang riuh
suka cita dukungan terhadap keberhasilan Rio bergabung dengan Manor. Selain
masyarakat Indonesia yang bersuka cita, ada salah satu tokoh penting yang
sangat antusias dengan hal ini. Bernie Ecclestone, bos F1, dia mengatakan
sebagai suporter Rio. Hal ini dikatakan oleh manajer Rio, Piers Hunnisett. Hal
ini disebabkan karena dari segi bisnis, bergabungnya Rio akan sangat berdampak
positif bagi F1. Pasar F1 di Asia, terutama Indonesia akan semakin populer
dengan tampilnya Rio di F1.
Kini Rio telah resmi menjadi salah satu pembalap yang
akan berlaga pada balapan jet darat paling prestisius di dunia. Saat ini yang
bisa kita berikan adalah doa. Doa agar Rio bisa sukses menjalani seluruh
balapan F1 yang ada. Lantas, bagi rookie seperti seorang Rio,
bagaimana tolak ukur kesuksesannya? Rio bisa dikatakan sukses apabila bisa
memenuhi hal berikut. Pertama adalah dilihat dari perolehan poin. Dia bisa
dikatakan sukses apabila musim ini dia mendapatkan lebih banyak poin dari rekan
satu timnya di Manor, Pascal.
Yang kedua, untuk bisa memperoleh poin harus mengikuti
balapan. Tidak sekedar mengikuti balapan saja, akan tetapi Rio harus bisa
menyelesaikan full lap, dan berada di posisi tertentu. Dan ketiga
ini yang terpenting. ntuk bisa mengikuti balapan harus bisa lolos dari
kualifikasi. Dan terkait dengan kualifikasi ini, kemungkinan besar menjadi hal
terberat yang akan dihadapi Rio pada balapan F1 musim ini. Sebuah
perubahan berupa kualifikasi berdasar sistem eliminasi sudah disetujui. Tiga
segmen berbeda dalam kualifikasi masih dipertahankan, tapi dengan format
berbeda. Berikut penjelasan mengenai peraturan baru terkait kualifikasi pada
balapan F1 musim mendatang:
Q1
- 16 menit
- Setelah 7 menit pebalap paling lambat tereliminasi
- Setelah itu setiap 90 detik sekali pebalap paling lambat akan tereliminasi sampai berakhirnya sesi dan 15 mobil tersisa
- 7 pebalap tereliminasi, 15 pebalap maju ke Q2
Q2
- 15 menit
- Setelah 6 menit pebalap paling lambat tereliminasi
- Setelah itu setiap 90 detik sekali pebalap paling lambat akan tereliminasi sampai berakhirnya sesi dan delapan mobil tersisa
- 7 pebalap tereliminasi, delapan pebalap maju ke Q3
Q3
- 14 menit
- Setelah 5 menit pebalap paling lambat tereliminasi
- Setelah itu setiap 90 detik sekali pebalap paling lambat akan tereliminasi sampai berakhirnya sesi dan dua mobil tersisa
- 2 pebalap tersisa akan bertarung untuk pole
- 16 menit
- Setelah 7 menit pebalap paling lambat tereliminasi
- Setelah itu setiap 90 detik sekali pebalap paling lambat akan tereliminasi sampai berakhirnya sesi dan 15 mobil tersisa
- 7 pebalap tereliminasi, 15 pebalap maju ke Q2
Q2
- 15 menit
- Setelah 6 menit pebalap paling lambat tereliminasi
- Setelah itu setiap 90 detik sekali pebalap paling lambat akan tereliminasi sampai berakhirnya sesi dan delapan mobil tersisa
- 7 pebalap tereliminasi, delapan pebalap maju ke Q3
Q3
- 14 menit
- Setelah 5 menit pebalap paling lambat tereliminasi
- Setelah itu setiap 90 detik sekali pebalap paling lambat akan tereliminasi sampai berakhirnya sesi dan dua mobil tersisa
- 2 pebalap tersisa akan bertarung untuk pole
Keberhasilan Rio berlaga di F1 bersama Manor hanyalah
sebuah lompatan kecil. Jalan Rio masih sangat panjang. Didepannya, akan sekali
banyak jurang pemisah yang membentang. Lompatan kecil yang dia lakukan saat ini
belumlah cukup. Mengelu-elukan Rio untuk bisa menjadi pemenang di balapan F1
musim ini sangatlah tidak bijaksana. Jangankan menjadi juara, memperoleh poin
saja tergolong menjadi hal yang berat, meskipun bukanlah hal yang tidak
mungkin. Kita, sebagai pendukungnya, harus bisa dengan bijaksana memberikan
dukungan kita. Jangan sampai dukungan besar yang kita berikan malah menjadi
beban dan akhirnya akan berdampak negatif terhadap pencapaian Rio.
“Level F1 tidak mungkin bagi pembalap Indonesia. F1
masih belum menjadi level berlaga bagi pembalap Indonesia”. Istilah tersebut
sudah tidak berlaku lagi. Melalui keberhasilan Rio yang musim ini akan berlaga
di F1 bersama tim Manor Racing, batasan “tidak mungkin” dan “tidak level” telah
hilang. Kini menjadi seorang pembalap F1 bagi orang Indonesia bukanlah lagi
menjadi sebuah mimpi belaka. Hal tersebut telah menjadi nyata. Harapannya,
kedepan akan muncul bakat-bakat brilian dari anak-anak Indonesia untuk menapaki
jalan yang telah diawali Rio saat ini, berlaga di Formula 1.
Selamat berlaga di F1, Rio.